Kamis, 26 Desember 2019

Geng - gengan

MM 2018 UNTIRTA
Haha...

Inget bahasa dulu, sewaktu SMP or SMA, pertengahan 90 dan awal 2000, tenar istilah genk - genk an. 

Ada yang memang berkonotasi negatif : sebagai genk badung. Ada yang berkonotasi positif : sebagai anak masjid. Ada yang berkonotasi tengah-tengah : pokonya asal berkelompok, maka terbentuklah genk.

Teman kursus di LIA Serang

Saya? Ga terlalu suka nge gank yang ekslusif. Banyaknya ikut atau masuk ke semua kalangan. Tidak heran jika famous dan di akui semua golongan. Tapi ga heran juga, jika tidak ada 'pembela' fanatik.

Add caption
Saya bukan maksud untuk bercerita genk dulu. Lebih kepada ingin share tentang kelompok yang saya ikuti di akhir 2019 ini.
Saya ikut beberapa aktifitas formal, satu kuliah, dua ikut kursus bahasa inggris. Tentu semua membentuk kelompok tersendiri. Sadar atau tidak, aneh nya saya selalu jadi central di tiap kelompok itu.
Akhirnya selalu berposisi tang terpenting dalam suatu kelompok. Entah kenapa, mungkin bgtu alamiahnya. Saya pun sebetulnya enggan untuk menjadi yang terpenting itu. Tapi, ya karena sudah begitu... Ya begitu... Haha...

Okeh,
Sebagai pengisi kekosongan saat nunggu ngedate dengan istri. Berikut adalah foto2 narsis 'genk' yang saya ikuti. Agak malu sih sebenernya. Dan sumpah ini sangat topik recehan. Tapi, biarlah, ini merupakan pengingat dan momentum lini kehidupan. (Rikigana).

MM 3 C (dikelas bersama 2 prof)





Rabu, 25 Desember 2019

Cirebon Hot

Dengan abdi dalem di keraton kacirebonan
Panas dan panen keringat.

Seharian (kemarin), tubuh saya paksa untuk mengunjungi empat destinasi sejarah -- di Cirebon. 3 keraton dan 1 destinasi gua yang masih ada kaitan dengan keraton.

Bukan yang pertama kali juga ke Cirebon, Banyaknya ikut-ikutan wisata religi dengan ibu2 pengajian (dimana ziarah ke makam Sultan Gunung Jati, merupakan fardu ain bagi orang Banten).

Walau saya berencana mengambil tesis tentang wisata religi (ditinjau dari sisi marketing), tapi bukan dalam rangka itu saya keliling cirebon. Saya tetep penasaran dengan 'dongeng' yang beragam dari destinasi2 kesejarahannya. Mengetahui (dengan banyak ngobrol santai dengan pemandu dan atau abdi dalem) rasa nya ada kepuasan tersendiri -- yang tidak bisa diwakili oleh ibu jari.

Keraton Kasepuhan Cirebon
Memang ada yang mencolok, terutama terkait dengan pengelolaan -- barangkali bisa di tiru juga oleh kesultanan Banten (jika ada). Tahun 2013, saya mengunjungi keraton kasepuhan. Kondisi begitu acak-acakan. Tidak teratur, banyak pengamen, banyak sampah, destinasi acak-acakan tidak terurus ; pokoknya ruwet  sana-sini.

Tapi sekarang? anda bisa gugling sendiri. Hasilnya luar biasa. Dua keraton (Kasepuhan dan Kacirebonan), sudah tertata dengan rapi, sistematis dan prosedural. Baik dan apik. Dan tentu menjadi daya tarik tersendiri.

Depan halaman keraton Kanoman Cirebon

Memang, untuk keraton Kanoman, masih dibiarkan 'begitu', alami saja. Tapi, disana cenderung tertib dan tidak ada pedagang maupun pungli. Menurut abdi dalem, Sultan tidak mengizinkan melakukan pungutan paksa bagi para pengunjung. Tak ada kropak-kropak untuk sedekah. Kalaupun mau memberikan uang tip (karena diantar keliling oleh abdi dalem atau siapapun), itu hanya alakadarnya. Hanya standar kepatutan sebagai orang timur.

Keraton2 -- yang tiga tadi -- di bawah kelola Kesultanan sendiri2. Dan sampai saat ini Sultan masih 'jumeneng' secara turun temurun. Hanya kedudukan Sultan Cirebon tidak sama dengan Sultan di DIY, yang merangkap sebagai kepala pemerintahan.

Gua Sanyuragi Cirebon
Destinasi terakhir adalah Gua Sanyuragi. Taman gua tempat bersemedi dan bertamasya keluarga kesultanan. Bangunannya di dominasi oleh batu karang -- ini di buat, bukan alamiah. Destinasi ini sudah dikelola oleh pemerintah, menjadi cagar budaya, secara otomatis pengelolaan nya pun menjadi tertata dengan baik, dan mulai di-kompatible-kan dengan wisata kekinian.

Demikian.
Cirebon betul2 membuat keringetan. Saat menulis ini pun, saya berkeringat -- sampe ka bujur2. 🤭😁
___
rgs

Sabtu, 14 Desember 2019

Sebegitu Istimewanya

Titik nol Jogja
Hanya orang 'malas' yang gak tau jogja.

Rasanya, 9 dari 10 orang republik ini, familiar dengan kata  : Jogja. Dan umum nya, generasi pecinta IG pernah singgah di sini (tiga koma sekian juta, menandai lokasi ini -- rentang 2018 - 2019).

Saya beberapa kali  melancong kesini. Termasuk dulu. Saat ikut-ikutan jadi relawan. Saat gempa melanda jogja.

Sekelebatan, tak ada yg berubah. Jogja dengan kota jasa nya, selalu istimewa.
Mau nyari apa? Kuliner, Sastra, budaya, sejarah, pendidikan? sampe 'tetek bengek'nya pun ada, begitu komplit . Saking komplitnya, saya agak 'keder' kalo coba-coba review museum or sejarahnya.
Ambyar.

Ups, ada yang ga komplit. Tepatnya ga suitable -- rasa manis masakannya. Terutama bagi saya : yang manis nya tiada tara. 🤭👌

Nb:
Saat menulis ini, saya lagi 'cingogo', subuh2 di malioboro.
(Rikigana)


Jumat, 13 Desember 2019

Insinyur Presiden

Ruas semarang menuju jogja

Saya setuju ungkapan ini -- saat kongres PII, beberapa bulan yang lalu :

" Jika presidennya dari kalangan insinyur, maka akan terasa pembangunan (infrastrukturnya)."

Yap, terbukti, saat presiden sukarno, saat pa habibi (walau sebentar), saat sekarang era pa jokowi -- infrastruktur terus d genjot.

Terlepas dari segala pro dan kontra. Terlepas dari aspek yang lain. Tapi infrastruktur membuat pembangunan itu terlihat dan terasa. Contoh : jalan Tol.

Saat ini perjalanan ke UII jogja (bareng MM angkatan 2018). Saat ini saya menikmati pembangunan infrastruktur itu. Jalan tol sekarang sudah terbentang luas sampai surabaya -- menghubungkan ujung barat (merak) sampai ujung timur (jawa timur). Lebih cepat, lebih enak dibandingkan dulu, sekitar 2013 yang masih mengikuti jalan deandels. Dulu saya muter2, pantura, alas roban dstrnya. Kadang macet dan nanjak : karena kendaraan2 besar pun lewat sana. Sekarang, alhamdulilah perjalananan pun lancar dan nyaman. Apalagi fly over jakarta-cikampek tanggal 15 sudah mulai di pakai, sudah tak ada lagi macet yang berarti.

Setiap kebijakan memang pro dan kontra. Jangankan sekelas negara. Rumah tangga pun demikian.

Tapi tak salah rasanya, saya pilih insinyur untuk jadi presiden kedua kali nya -- walau banyak pula yg memusuhinya.
(Rikigana)

Selasa, 10 Desember 2019

Satu tarikan nafas

Untuk pembaca, penggemar, dan mungkin satu-satunya orang yang rajin mengikuti blog ini : mohon maaf, saya tak bisa memenuhi janji, yang dulu sempat terlontar.

Huuuahhh.....

Syukur Dino

Kaka, Aa, dede
Alhamdulilah, saya di karuniakan 3 orang anak-anak yang lucu-lucu.

Alhamdulilah, saat ini sedang banyak waktu untuk bersama-sama.

Alhamdulilah, diberikan istri yang poll kesabaran dan kedewasaan nya -- disamping strong dan solutif melalui segala hal.

Sewaktu saya karyawan, istri yang punya kantor sendiri (notaris), mampu 'mengelola' anak 3 itu.

Tanpabeban, nothing to lose.

Saat ini, si kaka SD kelas 1 (umur 7 tahun ke februari 2020), si Aa 3,5 tahun, dan si kecil, dede 1,5 tahun.
Walau kadang rame dan ribet. Sungguh, tingkah laku mereka selalu menggemaskan, lucu dan tak terduga.
Dan akur, main bersama -- sebab seinget saya, dulu dikampung, yang kaka beradik dengan jarak umur berdekatan, biasanya selalu berantem, dan selalu ada momen yang kecil yang di bela, salah ataupun betul.

Suatu waktu si aa bilang, bahwa mereka bertiga adalah dino (diambil dari kata dinosaurus). Awal mulanya, kita panggil dede ke yang kecil. Tiba2 si aa bilang, " ayah, itu bukan dede, tapi bayi dino", katanya.
Entah apa maksudnya.
Mulai dari situ akhirnya mereka bertiga berganti panggilan : kaka dino, aa dino dino dan bayi dino. 😁😁

Saya punya jarak yg jauh dengan adik (8 tahun), jadi tak ada momen main bersama. Banyaknya ya mengasuh. Tapi tentu sudah beda kegemaran, karena masa pertumbuhan nya berbeda. Apalagi adik -- ayu -- perempuan. Ya, kalaupun main banyaknya saya main, sambil ngasuh (kalo ga salah, saya mau masuk SMP baru punya adik). Dengan yang ketiga -- danda -- lebih jauh lagi, saya kuliah semester 2, danda baru lahir. Hampir tak pernah ada intens bersama-sama.
Dengan teteh --te lida-- tentu tak pernah bersama, memori anak kecil saya terbatas bahwa dia adalah teteh, tapi kita tak bersama2 dalam satu rumah.

Saya sempat protes ke istri, tentang rencana ber-anak 3. Waktu itu, sy rasa cukup 2. Tapi entah kenapa, lupa alasannya, kemudian akhirnya kita bersepakat ulang ; untuk beranak 3.

Hmm...

Suatu saat, saya merenung, saya tersenyum -- sedikit terenyuh.

Alhamdulilah, Ya Alloh. Maafkan hamba, yang banyak abai untuk bersyukur, pada hal-hal yang sebetulnya sudah hamba dapatkan. (Rikigana).

Minggu, 08 Desember 2019

Wayang Streaming

" like father, like son."

Begitu barangkali idiom yang sudah umum di telinga kita. Nyatanya memang demikian, bukan hanya gen saja, lingkungan dan kebiasan itu pula yang menyebabkan anak-anak begitu mirip dengan ayah nya --pun ibunya, sebetulnya.

Salah satu kebiasan bapak adalah mendengarkan wayang golek, di malam minggu, dan saya otomatis menemaninya. Sekedar begadang karena besok minggu, libur, dan tidak ada aktifitas lain -- waktu sekitar kelas 3 Sd siaran televisi di kampung kami begitu renyek. Ditambah listrik pun belum ada.

Mendengarkan rekaman ulang pagelaran wayang dari radio GBS, kadang bapak sembari berkarya -- membuat gagang cangkul, atau gagang golok, sambil marung (membuat perapian d tungku). Tentu sambil ngopi dengan pisang goreng atau sekedar singkong rebus. Karena saya ga suka kopi, terkadang buat teh manis atau air seduhan gula aren.

Begitu mengesankan, dan menenangkan..

Karena wayang biasanya di putar larut malam, terkadang saya ketiduran. Tidur sebelum wayang selesai. Ada sensasi yg khas, serasa ada dongeng dalam tidurnya. Tak pernah merasa terganggu, apalagi saat lantunan merdu sinden2nya, betul-betul merasa di nina bobokan.

Mengingat momen itu, terkadang begitu emosional. Jalinan antara ayah dan anak, di dekatkan oleh satu kebudayaan.

Dan, saat ini, rasanya terjadi pengulangan.
Dimana saat malam minggu, nemenin anak-anak, sambil nonton wayang golek.

Memang sekarang bukan di radio, tapi
live streaming youtube, di hape. (transformasi yang bagus, tanpa meninggalkan budayanya).

Live streaming giriharjaputra3

Sekarang tidak lagi bikin perapian, dan tidak lagi membuat karya kerajinan. Kami nonton di kamar, dengan kesejukan ruang AC, dengan cemilan yg kekinian. Dan dengan kesibukan kekhasan -- si kaka dengan mewarnainya, si aa dengan maenan legonya, dan ayah dengan utak-atik laptopnya.

Dan ternyata, anak-anakpun tertidur semua. Sebelum streamingnya usai. Persis ketika dulu saya bersama bapak. Dan mereka tak merasa tergaggu dengan suara kerasnya.

Kaka & aa tidur, saat streaming belum selesai
Saya jadi berandai-andai, barangkali kelak ini pun akan menular pada generasi anak saya selanjutnya. Tentu dengan penyesuaian pada zaman nya. (Rikigana)

Kamis, 05 Desember 2019

Rencana Limbah

Bersama tim inti, di pertemuan kedua

Saya harus menuliskan ini.

Sebagai pengingat, bukan hanya kenangan di lini masa.

Ini tentang rencana bisnis besar, dengan orang-orang besar, dan melibatkan dana besar. Walau jenis usahanya terkesan 'tidak besar' -- pengolahan limbah B3.

Terlepas jadi atau tidak. Ini mesti di tuliskan.

Jika ini jadi, maka pertemuan di hari rabu sore, 4 Des 2019 lah yang merupakan cikal bakal nya. Hari bersejarah untuk titik awal sesuatu yang besar.

Jika ini tidak jadi? Ya, sekali lagi tidak apa-apa. Tapi setidaknya, sudah pernah melakukan rencana bisnis besar dan terukur. Karena sesungguhnya kita hanya mampu berusaha, Tuhan segala pemilik keputusan.

Demikian.
(Rikigana)

Selasa, 03 Desember 2019

Semoga blogspot

Mudah-mudahan blogspot ini terus eksis sampai kapanpun.

Tidak seperti friendster or yang lainnya. Yang kalah tergilas oleh aplikasi lainnya.

Mudah-mudahan selalu eksis.
Walau seksrang menulis sudah banyak pilihannya. Ada wattpad, ada Fb -- yang cenderung orang banyak menggunakannya. Karena tulisan nya ingin di baca orang lain.

Kenapa saya berharap pada blogspot?

Saya termasuk orang anomali. Saya menulis terkadang tak ingin orang membacanya -- terutama tulisan2 apaadanya seperti saya tulis ini. Tanpa editing. Tanpa harus membaca ulang. Pokonya blas saja. Ketika ada salah, ya saya biarkan saja. Saat ada typo, saya cuma pelototin aja. Enak sekali, ngalir begitu saja. Semacam obat rasanya. Lebih bebas dan leluasa, nikmat dengan segala curahan pemikiran.

Makanya saya tagline kan blog ini dengan : ekplorasi rasa lewat kata.

Terkadang terlalu banyak tekanan. Untuk menjadi diri sendiri saja d medsos, banyak yang nontoni. Banyak yg menilai dan mengomentari. Akhirnya orang cenderung takut untuk berkreasi atau sekedar mengungkapkan rasa.

Dulu, saya banyak nulis puisi, sebetulnya itu mewakili perasaan yg di selimuti bahasa unik, agar semua orang tak persis paham apa yang di maksudkan. Sederhana dan ironis sih.
Kadang saya menulis, tapi tak ingin di baca orang lain. Hehe...
Eits, ga ekstrim begitu sebetulnya. Silahkan dibaca, tapi saya keberatan jika kalian ikut berkomentar tentang pemikiran -- disini y ! Karena, saya ingin bebas saja, menari2 dengan pemikiran sendiri. Tanpa khawatir ada yang nyinyiri.

Nah, kembali ke topik. Kenapa milih blogspot?

Tersirat sudah saya Saya sebutkan diatas.

Saya suka yang sunyi.

Sekali lagi saya berdoa. Semoga blogspot ini tetap abadi. Ditengah kompetisi digitalisasi.

Semoga. Semoga. Semoga.
(rikigana)

Tamat Desember

Akhirnya, sudah Desember 2019.

Tak terasa.

Perlu apresiasi, pada 2019 ini, d blog ini, 95% saya berhasil komit nulis di tiap bulannya. Hanya absen Maret : saya lupa kenapa,apa karena sibuk kerja - yang dikejar target itu- atau? Saya lupa.

6 bulan terakhir di 2019, s.d  juni, masih berstatus karyawan. 6 bulan sampai detik ini berstatus 'pengangguran'.

Layaknya orang-orang, saya akan coba untuk evaluasi 2019 dan resolusi 2020.

Baik. Kita mulai resume-nya (selama menjadi pengangguran).

Aktifitas formal 'penggangguran':
1). Melanjutkan kuliah S 2 -- MM ( ini memang melanjutkan dari saat karyawan dulu).
2). Kursus CV B.Inggris : Sept s.d Des
3). Wara - wiri: planning Des 2019 -- Jogjakarta & Cirebon.

Hasil 'pengangguran':
1). Komunitas Sajarah Banten
2). PT Anu Kula Ghana (embrio -- start up)

Rencana 'pengangguran':
1). Pengembangan MOOC -- Alumet Academy
2). Pengembangan rencana usaha limbah -- konsorsium -- skala besar.

Resolusi 2020 :
1). Lulus MM
2). Berpenghasilan lebih -- income
3). Melanjutkan kursus2 keahlian
4). Melanjutkan rencana yg sudah dicanangkan.

Demikian. Semoga menjadi bahan evaluasi dan rencana dapat di realisasi.
Lungsur-langsar.
(Rikigana)

Sabtu, 30 November 2019

F r o z e n (2)

Betul kata orang, tiap Pelem Frozen itu (sebetulnya) untuk Bapak-bapak.

Bapak-bapak muda -- dengan anak gadis nya. Bapak-bapak yang sibuk wara-wiri, kadung janji, dan selalu ditagih sama anaknya ; itu saya.

Mula-mula agak rikuh (apalagi si kaka, keuekuh pake gaun princess, untuk seragam ritualnya). Eh, ternyata banyak juga bapak-bapak yg bernasib serupa. 😁

Bareng  kaka haura
Mula-mula berniat nonton seperlunya. Karena bukan genre yang saya suka.
Tapi, lama-lama filmnya seru juga. Disney begitu kuat membangun cerita, dan pandai menyelipkan pesan moral dalam alurnya. Ini tentang transformasi para aktornya -- proses kearah lebih baik. Ini pun tentang cerita memperbaiki kesalahan para pendahulu, oleh generasi berikutnya. Setidaknya, kita berusaha disadarkan bahwa : 1) alih-alih mengutuk kesalahan masa lalu, lebih baik kita mencoba untuk memperbaikinya. 2) berhati-hatilah, untuk setiap generasi, saat kalian salah langkah (dalam hal apapun), akan berdampak besar pada generasi selanjutnya.

Cuplikan film frozen 2

Memang lagu-lagu nya tidak sehits "let it go" (yang mampu menghipnotis anak sedunia), tapi untuk yang ini, soundtracknya pun tetap layak dinikmati.

--
Selesai nonton, saya merasa jadi si olaf, karena tidak berani merasa seperti Princess Ana atau Elsa, yang sudah di 'booking' oleh si kaka. 🤭
(rgs)

Rabu, 27 November 2019

Jangjawokan (2)

Saya sengaja sambung tulisan ini, agar tidak lupa. Dan ketumpuk aktivitas lain.
Ini lanjutan mengenai jangjawokan -- sebetulnya sangat banyak. Mungkin nanti akan saya tulis juga ber ber seri-seri.

Masih dnegan tujuan awal : untuk sekedar melestarikan.

Judul: "Syahadat Banten"

Isi :
"Bismilah....
Asyhadu ala ilaha ilawloh wa ashadu ana muhammadurosulawloh syiruwloh sukmajaya, sukmajati anu lampah cahaya banten, anu tapa di negeri banten baladna salaksa 3 rebu 5 ratus, pangreksakeun awak kawula beurang jeung peuting, neda salamet panjang umur, neda waras neda urip. Lailahailawloh muhamadurosulawloh."

Begitu.

Saya jadi bernostalgia, saat bapak memberikan jangjawokan2 ini --
duduk sila di depan beliau. Dengan pulpen dan buku, kemudian dia melapadkan jangjawokan, yang saya harus menuliskannya. Biasanya malam jumat jumat or Selasa.
Sebetulnya saya terkadang malas, hehe...
Hanya karena sungkan, kemudian saya jadi berpikir positifnya : ini pun bisa di lestarikan (Rikigana)

Jangjawokan (1)

Beberapa hari ini banyak tawaran untuk jadi 'buruh' kembali.

Sebermula merasa tertantang dan menggiurkan, tapi setelah telaah lebih lanjut. Rasanya ekspektasi yang di bangun, tak kan bisa sesuai dengan realita yang akan di hadapi.

Jadi, barangkali ini ujian kekonsitenan. Atau, jujurnya sih, tentang ke sreg an dalam hati, dan bukan soal sallary.  Saya tidak anti untuk menjadi karyawan kembali. Tapi, setidaknya memilih, menyesuaikan kata hati, dan mendukung untuk persiapan masa nanti. Bukan lagi sapu jagat, karena pelajarannya begitu berharga, sekali nya anda tidak menyukai pekerjaan anda,anda tak ubah berada dilingkungan yang terpaksa, tak ada nikmatnya, mirip robot yg d remote, atau hanya penyembah uang.
Ini berhubungan dengan passion yang beberapa waktu sempat saya bahas.

Baik cukup.

Sebetulnya saya hanya ingin menuliskan jangjawokan (semacam mantra di Banten), yang sudah lama saya simpan d kotak. Buah hasil dari bapak yang mungkin di turunkan dari kakek buyutnya -- maklum keluarga jawara.

Sejujurnya, saya tidak percaya dengan hal tersebut. Semisal jampi2 atau jangjawokan untuk tujuan2 tertentu. Saya tidak ekstrim mengatakan ini musyrik -- jika di pandang dari sisi islam. Yang saya garis bawahi, hanya semacam pelestarian budaya karuhun, yang sayang jika di kubur begitu saja.

Untuk itu, saya tulis ulang di sini, hanya sekedar arsip. Barangkali suatu saat ada yg mengkaji atau memerlukannya.

Ini judulnya " Ajian Rambut Sadana ".

Terlebih dahulu baca syahadat islam.
Kemudian baca jangjawokannya.
Berikut bunyinya:

"Rasa amangan cahaya nur dzat cahaya ning Alloh. Sir putih cahaya ning ati, Sir kuning wungkuling jantung tumiba maring badan isun tetep awak baginda syaidina Ali ngalangkuning dadamar kang murub, cahaya ruh sampurnati gusti Alloh.
Sedeng ulah kageuteuhan. Gusti rosul nabi Muhammad jeung jibroil ruh langgeng jadi manusa di 999 alam. Lailahailawloh Muhammadurosulawloh"

Demikian.
(Rikigana)

Senin, 25 November 2019

G O S I P

Sudah lama ga lihat gosip. Di tipi atau di medsos sekalipun.

Kebetulan sedang service, di dealer honda, yang acara tipinya itu2 aja, mau gak mau harus mengkonsumsi gosip ini.

Saya tidak akan membahas tentang isi gosipnya -- basi.

Saya hanya berpikir, berat juga jadi orang 'penting'. Tak ada betul2 yang dinamakan privasi. Apalagi di era digital dengan fasilitas corong nya medsos. Sampai hal detail kecil pun bisa di deteksi --baik ataupun buruk. 
Media kadang tak peduli, yang penting tetap di tayangkan. Pun yang buruk, sebetulnya yang baik-baik pun kadang  orang keberatan. Masih banyak orang2 yang melakukan kebaikan,sekecil apapun, enggan untuk di ungkit apalagi dijadikan konsumsi umum.

Saya jadi merenung, untuk sekedar me-reset cita2 waktu kecil.

Dulu, setiap ditanya di keluarga, selalu di bilang ingin jadi orang terkenal. Selalu ingin jadi center of attention. 
Selalu di pandang keren oleh semua orang.

Ternyata, tak semudah itu ferguso..

Ketika saya pernah menjadi 'sesuatu', di perusahaan tempat dulu sy kerja. Rupanya hukum gosip pun berlaku. Eh, lebih ekstrim ding. Bukan hanya menggosip, tapi bersekutu untuk nyari celah negatif, agar bisa menjatuhkan. Bahkan, bukan sisi kesalahan di perusahaan. Tapi sisi pribadi -- dan tak munafik, semua manusia siapapun itu, kalo di cari negatifnya, pasti ada. Apalagi masa lalu. Ya, ada aja. Toh bukan malaikat.

Bahkan ada semacam persekutuan untuk melakukan spionase. Melakukan riset dan penggalian akan halnya kehidupan saya -- baik yg saat itu, maupun yg dulu2. 
Kemudian membuat suatu kitab, daftar hitam seorang riki gana.

Ckckck... Saya ngelus dada. Mau dilawan, merasa agak percuma. Dilaporkan kepihak berwenang, hanya menghabiskan energi. Akhirnya ya di biarkan saja. Tadinya berharap top manajemen berlaku adil --walau akhirnya mereka pun, tak luput dr kesalahan, yg kartunya sudah di pegang oleh komplotan itu.

Betul-betul makar.

Gara-gara gosip, saya putuskan keluar. 

Saya bilang, jika ingin jabatan yang saya emban, tak perlu cara2 seperti ini. Ambil aja. Toh saya pun tak pernah minta. Melalui jalur resmi. Tak perlu dompleng2 serikat -- yang dulupun saya sekjendnya. Santey saja, bro !

Sekarang jadi terlanjur. Hubungan mereka, dengan saya, tak kan harmonis kembali. Padahal, beberapa sudah seperti saudara sendiri. Makan minum di bayarin, atau pinjem uang saat mereka gakuat untuk bayar kosan.

Padahal yang kedua, posisi perusahaan itu sulit. Dan mereka pun butuh saya. Akhirnya, serba bingung kesana kemari. Karena hampir semua orang potensial d musuhi. Untuk minta tolong pribadi pun, menjadi tak berani. Kecuali mau dibilang menjilat ludah sendiri. 

Sungguh terlalu..
Yuk, bergosip !

(Rikigana)

Senin, 11 November 2019

Komunitas Sajarah Banten

Logo Sajarah Banten, 2019
Sudah saya singgung berulang-ulang kali, bahwa salah satu kegemaran adalah tentang sejarah.

Saya memang agak curiga, awal mula suka sejarah akibat cerita atau dongeng saat kecil. Oleh orang tua, oleh kakek - nenek. Dimana mereka suka bercerita, tentang masa lalu. Suatu waktu saat pergi, pasti menemukan tempat-tempat kuno, atau tempat-tempat bersejarah. Di tambahkan lah cerita tentag tempat-tempat tersebut, sehingga membuat asyik dan melambungkan imajinasi.

Saya juga jadi curiga, jangan-jangan ini yang terjadi di seluruh pelosok Banten, budaya tutur turun temurun, mendongeng apa saja tentang Banten -- tentang indonesia. Sekedar untuk berbagi cerita, tanpa tau betul atau tidaknya fakta.

Lantas, apa Komunitas Sajarah Banten?

Awalnya sebuah keisengan, karena kesamaan ketertarikan. Teman SMA kebetulan kerja di tabloid kesejarahan, di sela kesibukannya, dia menyimpan minat lebih tentang Banten. Kita sepakat untuk membuat website. Tentang Banten. Berdasarkan artikel2 berita yang sudah dia buat. Dan riset2 yang dia temukan. Saya mengembangkan Komunitas, karena kebetulan senang organisasi dan senang jalan-jalan. Kita hire (tepatnya ngajak), adik kelas SMA, yang sudah biasa di ke IT an. Dan, hasilnya pada saat itu, mulailah tercipta embrio dengan nama "PASEBAN - Alun-alun Sejarah Banten". Komunitasnya pun bernama paseban. website nya pun dengan domain paseban.id.

Tapi seiring waktu, brand paseban tak mengakar. Agak sulit mengidentifikasi bahwa paseban adalah cerita sejarah tentang Banten. Dilain sisi, ternyata banyak situs2 yang juga menggunakan kata itu.

Kemudian, saat saya sedikit fokus untuk pengelolaan medsos-- tercetus ide begitu saja, berubah nama menjadi Sajarah Banten. Dengan melakukan aktivasi fanpage FB yang sudah lama di buat temen itu, tapi jarang update. Komunitasnya pun kita rubah menjadi -- Komunitas Sajarah Banten. Grup whatsapp pun kita buat, untuk mewadahi orang-orang yang punya ketertarikan lebih akan sejarah kebantenan.

Seberapa efektif komunitas ini?

Entah, saya lebih senang mengalir saja. Tanpa ada beban dan tujuan apapun -- untuk saat ini. Lebih banyak ingin menikmati, walau tidak menutup kemungkinan, jika dengan sentuhan bisnis yang baik ini akan berkembang.

Tapi, dari dulu tujuan saya sederhana, hanya ingin menginventarisasi seluruh sejarah di Banten, mengetahui kebenarannya, dan mulai membagikannya dengan orang lain. Mungkin banyak komunitas sejenis, bahkan bisa lebih akademis. Tapi sekali lagi, karena ini sekedar hobi, saya rasa ingin melakukannya sendiri, untuk lebih merasai dan berbagi. Tidak lagi untuk dongeng hampa. Tapi memberikan fakta-fakta.

Senin, 28 November 2019, saya di undang untuk mengisi acara pada program seminar di almamater saya -- teknik metalurgi UNTIRTA. Kebetulan untirta sendiri memiliki MK khusus tentang sejarah Banten, yaitu studi Kebantenan.

Sebagai alumni, saya akan turut berbagi, atas nama komunitas, berdasarkan pengalaman, dan berdasarkan bahan-bahan yang sudah lama digali, tinggal di buka kembali di memori.

Terima kasih undangan nya, dan acara itu bernama Kapita Selekta.
(rikigana)

Kamis, 07 November 2019

T E S (T) I S

Eit,
Jangan salah eja, bisa berbeda arti. Walau sama - sama menggemaskan, haha...

Akhirnya, tiba saatnya pada liniwaktu ini. Sekarang di semester 3, sudah harus memulai penyusunan Tesis. Ngeri-ngeri sedap memang. Karena saya mengambil Magister yang tidak linier dengan S1 nya.

Saat perkuliahan, baik-baik saja. Tapi tidak pada penyusunan penelitian, agak berbeda. Basic nya berbeda, penyusunan pun berbeda. Model nya pun berbeda. Butuh effort lebih untuk ini.

Mulai buka buku banyak, artikel jurnal uptodate, dan mulai harus menyusun tulisan ilmiah.

Ini agak sulit, karena saya lebih sering menulis pola kalimat tidak imiah. Sejeplaknya dewek.
Seenaknya apa yang mau di ucapkan -- kalo sekarang harus sesuai dengan kaidah yang ditentukan.

Okeh,
Mari kita mulai.

Dicicil aja, bosque.

(rikigana)

Senin, 04 November 2019

Kilas November

Salah satu hobi  saya adalah keliling museum.
Entah dari mana asal-muasal -- ketertarikan nya itu. Tau-tau seru, tau-tau asyik.

Seluruh pengalaman perjalanan, saya
posting di instagram atRikigana. Beberapa disertai keterangan, beberapa hanya foto saja, bahkan banyaknya dalam antrean ; karena belum sempet dan ketindih aktifitas lain.

Demikian.

Cek foto lengkap perjalanan di ig : @rikigana.

Museum Indonesia, TMII

Museum pusaka, TMII



Senin, 28 Oktober 2019

Absen Oktober

Di Waduk Jati Luhur, purwakarta

Sudah oktober akhir...

Menulis d blog ini selalu terlewat, karena banyak aktifitas -- tidak serta merta itu alasannya, toh buktinya fb selalu update. Hal ini sebetulnya yg membuat blog semakin tidak eksis, pesaing yang lebih mudah dan real time semakin banyak di gandrungi.

Entah sampai kapan blogspot ini bertahan. Yang jelas, saya tetap setia. Karena satu-satunya yang sekarang tidak banyak diligat orang adalah blogspot ini. Setidaknya masih bisa leluasa untuk bicara blak-blakan. Dibandingkan dengan medsos lainnya yang seakan-akan tak ada privasi lagi.

Saat menulis ini, saya berada di Bandung. Bersama istri, tanpa anak-anak.

Istri sedang kegiatan profesinya (uken, notaris).

Bulan oktober ini betul-betul padat. Dari aktifitas saya pribadi, kemudian istri dan banyak lain2 lagi.

Bulak balik Jakarta - Banten. Kemudian Bandung - Banten, itu semua padet di oktober ini.
Hotel Grand Prama prienger yang bersejarah, tempat kegiatan kenotariatan istri, Bandung
Bersama istri, Di didusun Bambu, Bandung -- waktu senggang setelah acara

Acaranya memang untuk profesi. Saya di keinsinyuran, istri di kenotatiatan dan ppat.

Ada kegiatan selingan, ikut penyusunan bahasa sunda dialek Banten, oleh kantor Bahasa Banten di Lebak.

Saya baru ngeh, tadi iseng scrol2. Ternyata semenjak mahasiswa dulu, awal2 sudah menulis tentang ke bahasa sundaan, Banten.

Jadi, ternyata ketertarikan saya --kalo boleh dijabarkan kembali-- adalah pada Sejarah, Bahasa, Sastra, Seni dan Sosial. Lainnya organisasi, tapi entah kenapa kalo ke urusan politik saya enggan mengakui, tertarik tapi kadang kurang sreg.

Kesibukan rutin lain selain kuliah S2 (saat ini semester 3) adalah kursus bahasa inggris di LIA serang -- sekali lagi, rupanya saya mempunyai ketertarikan lebih pada bahasa.

Mengenai usaha, belum maksimal kepegang, karena masih aktifitas luar. Tapi PT. Anu kula Gana, bookstore nukula, FP Sajarah Banten tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Rencananya, kita selesaikan dulu urusan satu -- kenotariatan istri. Selanjutnya maksimal di perusahaan pribadi.
Terus terang saya akui, sebagai pemula, saya tidak ahli dalam multitasking.

Demikian,

Saya harus memenuhi janji, min sebulan sekali  menulis d blog ini. Ini janji laki-laki yang harus di tepati. Walau hanya sekedar nulis, ungkapan hati.
(Riki. Gana)

Senin, 30 September 2019

METAL ATAU MENTAL??

Pengkaderan mahasiswa
Teknik Metalurgi UNTIRTA 2019
--
Dalam hal bukan prinsip, sudah lama saya tidak berpikiran ekstrim ; kanan maupun kiri. Lebih ke tengah. Karena toh kanan ataupun kiri, selalu banyak referensi ProKon -- tinggal gugling.

Pun dalam pengkaderan mahasiswa -- Metalurgi Camp khususnya.

Saya produk camp dengan cara 'keras'. Yang kemudian diterjemahkan bebas dalam kata 'perloncoan'. Tak perlu di kupas teknisnya -- bisa2 saya di somasi senior2 yang notabene nya sudah jadi bos-bos dengan tangan yang banyak. 😁🤭

Saya tidak tau persis, apa relevansi antara cara keras saat pengkaderan, dengan kehidupan nyata. Terutama pada pekerjaan. Saya juga males cari referensinya.

Hanya, berdasarkan salah satu pengalaman. Doktrinasi sebagai 'anak metal' begitu mengena. Saya pernah pegang proyek, hampir 2 tahun, dengan pekerja berbagai kultur (450 - 500 org, termasuk puluhan warga terampil RRT), dan cukup sukses. Tau kenapa?

Karena berpikir " ANAK METAL, TAK BOLEH MENTAL ".

Tentu sekarang beda zaman, beda generasi dan beda lingkungan. Tak elok memaksakan metode lama dengan 'kekerasan'. Menggunakan cara baru dengan 'kelembutan', menjadi salah satu pilihan.

Mana metode yang terbaik?
Saya tidak tahu.

Apakah outputnya berbeda?
Saya tidak tahu.

Yang saya tau hanya Salam Metal -- karena saya yg mengukuhkan nya -- dengan jawaban : Never die metallurgy !!

(rgs)
Metal Camp 2019

Senin, 23 September 2019

Sana Sini

wah, September hampir habis.

Saking sibuknya dengan kegiatan -- banyaknya online sana sini, training sana sini, pertemuan sana sini, dan kuliah sana sini : apdet penulisan di blog ini pun jadi sana sini. Terlantar.

Butuh waktu untuk menstrukturisasi tujuan, terutama penciptaan peluang-peluang usaha. Bagi sebagian orang yang sudah di titik nyaman -- seperti saya, berubah untuk berwirausaha itu agak-agak sulit. Ini bukan berati terlambat. Hanya perlu penyesuaian yang memang agak lambat.

Tapi bukankah lambat yang penting selamat?

Selamat berseptember ceria. (Riki Gana)

Selasa, 03 September 2019

DISWAY


Saya mengikuti Disway.id : catatan nya pak Dahlan iskan. Berbagai isu di tulis di situ. Politik, agama, ekonomi, sosial, motivasi dan apa saja yang tentu sedang viral di bicarakan tiap hari nya. 

Pembaca nya membudak. Terbukti dari komen-komennya yang variatif. Mula-mula memang ‘tak berkelas’, khas komentator asal, yang apa-apa dikaitkan dengan isu politik dalam negeri – nyinyir. Tapi seiring waktu jadi mulai tertib. Komentator nya pun konstruktif dan punya segmen masing-masing. Contoh, pengoreksi bahasa, dia komit memberikan masukan tentang bahasa dan tulisan sesuai EYD. Yang memang terkadang karena kebiasaan, jadi terlupakan. Pun pak dahlan Iskan sebagai biang nya media.

Disway ini jadi rujukan media-media juga akhirnya, terbukti beberapa kali – malah sering dikutip oleh media mainstream di indonesia. Akhirnya beberapa isu pun ada yang sangat hati-hati untuk dilanjutkan. Tentu, ini terkait politik di Indonesia. Bisa dipahami, setelah pak dahlan pernah diperkarakan (dikasus hokum kan walau pun tidak terbukti), traumatik tetap ada. Ide cemerlang, aksi nyata, prestasi kadang habis tergilas saat harus berurusan dengan politik praktis.

Bagi saya baca disway jadi ‘kewajiban’ harian (sebetulnya saya sudah lama menikmati tulisan Pak Dahlan sebelumnya. Tapi tak setiap hari mewajibkan baca).

Topik yang menarik adalah jalan-jalan. Sebagai sobat misquen yang jalan-jalannya kehitung jari dan tak pernah jauh2. Jadi serasa ikut merasakan, apa yang di ceritakan. Jadi tau tentang budaya, Negara dan keberagaman umat manusia. Penting lagi jadi paham tentang arti toleransi. Terutama sekali toleransi dalam beragama. Bukan berarti kita mengabaikan agama dan keyakinan kita. Tapi dengan tahu apa yang ada di luaran, minimal kita jadi bijak bersikap, apalagi pada jaman ini, yang medsos merajalela, yang hoax nya pun menggila.

Bahwa agama itu tak hanya agama samawi -- bahkan agama samawi pun banyak ragamnya. Itu tergambar dari cerita jalan-jalan di berbagai Negara, pada tulisan di disway ini.

Saya juga jadi tahu lebih banyak tentang Amerika dan China, yang kadang punya porsi lebih di ceritakan. Bahkan sampai ke pelosok2 nya, dan kebiasaan sosial nya. Contoh kecil, pernah di sebutkan bagaimana keluarga amerika membesarkan anaknya, kemudian menikmati hidupnya di masa tua. Beda dengan doktrin di china atau Asia pada umumnya, yang lebih mengedepankan kekeluargaan daripada kemandirian.

Saya juga jadi sedikit-sedikit belajar cara nulis. Dengan memperhatikan tulisan-tulisan di Disway ini. Terutama penggunaan kata, tanda baca, ritme dan punchline di setiap tulisannya. Maklum saya sekedar suka menulis, belum pernah ikut pelatihan professional. Jadi banyak nya otodidak, meniru dan menghayati tulisan orang-orang yang menurut hati kecil saya pas dan nyaman dengan apa yang saya harapkan.

Duh..
Baca disway, jadi pengen jadi pa Dahlan rasanya, eh wartawan. (Riki Gana)

Minggu, 25 Agustus 2019

kuli, kuli, kuli


--
Melanjutkan tentang ‘passion-pasion-an’, untuk referensi anak cucu, rasanya saya pun perlu membahas perjalanan menjadi ‘karyawan’ yang saya lakoni.

Saya menjalani 2 kali – eh 3 kali ding, tapi 2 motif terakhir adalah karena kepenasaran aja. Bukan lagi jalan karir.

Pekerjaan pertama, dilingkungan BUMN, tak perlu disebutkan rasanya,toh sekarang sudah menyusut dan mendekati kebangkrutan, seperti kebiasaannya perusahaan milik Negara: di Indonesia. Posisi terakhir di 2018 sebagai Asmen (level superintendent). Pekerjaan ini memang berkarir dan merupakan cita-cita kedua saya setelah ingin jadi dosen. Karena kerja dilingkungan ini harapan perbaikan kehidupan bisa terjamin.

Setelah lulus kuliah di 2009, saat saya sedang ikut pelatihan pengelasan di BLKI, tiba-tiba di panggil ke kampus untuk ikut program pemagangan di perusahaan tersebut. Satu-satu nya dari jurusan yang dapat rekomendasi untuk turut serta dalam program tersebut.

Sejak dulu memang saya terbiasa aktif, baik internal maupun di lingkungan eksternal. Dan alhamdulilah prestasi akademik pun tak mengecewakan. Dulu memang terstigma bahwa aktifis cenderung.  Sekali lagi alhamdulilah, saya berhasil mematahkan stigma itu.

Sebetulnya sebelum wisuda, saya ditawari untuk jadi dosen kontrak, di jurusan tempat saya kuliah. Sempat bimbang, walau itu cita-cita utama, tapi saat itu saya butuh uang yang bukan sekedar alakadarnya. Saya harus potong kompas, untuk memenuhi kebutuhan dasar si maslow (dan melakukan operasi ginekomnastik yang butuh biaya besar).

Belakangan agak saya sesali, kenapa dulu tak bersabar, toh kemudian bisa sampai juga pada pemenuhan kebutuhan, hanya perlu waktu. Ya, tapi begitulah kehidupan, bukankah kita selalu dihadapkan pada pilihan, dengan segala akibat yang harus ditanggungnya.

Kembali ke pekerjaan pertama.

Tak sampai 6 Bulan saya magang. Dibulan kelima promosi menjadi karyawan tetap. Sebagai engineer dengan level formen, setahun kemudian menjadi supervisor, dan selanjutnya menjadi superintendent. Departemen di mulai dan enginering, kemudian masuk operasional, masuk di pemasaran, sebagai wakil management di Sistem manajemen Mutu ISO 9001 juga OHSAS, selanjutnya masuk ke proyek – berkali2 menjadi project manager (yang terlama dan terbesar adalah proyek pembangunan refractory coke oven plant), dan terakhir sebagai koordinator SDM & umum di Departmen HRD dan Keuangan. Hampir seluruh departemen saya masuki – hanya logistic yang belum terjamah.
Seperti cerita pada umumnya, baik di novel maupun di dunia nyata. 

Karir cemerlang, menimbulkan perselisihan. Penolakan lingkungan di tambah hiasan kesenioran, apalagi perlindungan akan pemasukan dan kenyamanan ‘keharaman’. Komplitnya lagi, ketidaktegasan pada top manajemen. Dengan segala seluk beluknya, akhirnya secara tidak langsung ‘di bedol’ dari perusahaan, sehingga akhirnya tiba pada satu keputusan bulat: Mundur. Pemikiran yang sudah lama saya pikirkan saat di gadang-gadang sebagai satu-satunya calon pemimpin tampuk karyawan yang di jagokan.

Walau kemudian  saat ini perusahaan tersebut mengalami kemunduran. Mendekati kebangkrutan. Tapi sebagai melankolis yang sempurna, cara perlakuan lingkungan yang terlalu barbar, agak susah untuk dilupakan. Tentu setelah merasa totalitas waktu 8 tahun menjadi kuli di perusahaan itu tanpa melirik perusahaan lainya.

Hikmahnya? Entahlah !

Tapi ini yang harus di catat, keluarga haruslah menjadi segalanya.

Seperti yang di bilang di atas, untuk pekerjaan ke dua ketiga, yang paling hanya berjalan tiap 3 bulanan (padahal masa kontrak 1 tahun). Itu hanya sekedar penasaran, karena saat ini melanjutkan s2 di bidang pemasaran, maka perlu lah ambil praktek langsung, bagaimana sebetulnya teori itu di aplikasikan.

Demikian,

----
rgs