Senin, 30 September 2019

METAL ATAU MENTAL??

Pengkaderan mahasiswa
Teknik Metalurgi UNTIRTA 2019
--
Dalam hal bukan prinsip, sudah lama saya tidak berpikiran ekstrim ; kanan maupun kiri. Lebih ke tengah. Karena toh kanan ataupun kiri, selalu banyak referensi ProKon -- tinggal gugling.

Pun dalam pengkaderan mahasiswa -- Metalurgi Camp khususnya.

Saya produk camp dengan cara 'keras'. Yang kemudian diterjemahkan bebas dalam kata 'perloncoan'. Tak perlu di kupas teknisnya -- bisa2 saya di somasi senior2 yang notabene nya sudah jadi bos-bos dengan tangan yang banyak. 😁🤭

Saya tidak tau persis, apa relevansi antara cara keras saat pengkaderan, dengan kehidupan nyata. Terutama pada pekerjaan. Saya juga males cari referensinya.

Hanya, berdasarkan salah satu pengalaman. Doktrinasi sebagai 'anak metal' begitu mengena. Saya pernah pegang proyek, hampir 2 tahun, dengan pekerja berbagai kultur (450 - 500 org, termasuk puluhan warga terampil RRT), dan cukup sukses. Tau kenapa?

Karena berpikir " ANAK METAL, TAK BOLEH MENTAL ".

Tentu sekarang beda zaman, beda generasi dan beda lingkungan. Tak elok memaksakan metode lama dengan 'kekerasan'. Menggunakan cara baru dengan 'kelembutan', menjadi salah satu pilihan.

Mana metode yang terbaik?
Saya tidak tahu.

Apakah outputnya berbeda?
Saya tidak tahu.

Yang saya tau hanya Salam Metal -- karena saya yg mengukuhkan nya -- dengan jawaban : Never die metallurgy !!

(rgs)
Metal Camp 2019

Senin, 23 September 2019

Sana Sini

wah, September hampir habis.

Saking sibuknya dengan kegiatan -- banyaknya online sana sini, training sana sini, pertemuan sana sini, dan kuliah sana sini : apdet penulisan di blog ini pun jadi sana sini. Terlantar.

Butuh waktu untuk menstrukturisasi tujuan, terutama penciptaan peluang-peluang usaha. Bagi sebagian orang yang sudah di titik nyaman -- seperti saya, berubah untuk berwirausaha itu agak-agak sulit. Ini bukan berati terlambat. Hanya perlu penyesuaian yang memang agak lambat.

Tapi bukankah lambat yang penting selamat?

Selamat berseptember ceria. (Riki Gana)

Selasa, 03 September 2019

DISWAY


Saya mengikuti Disway.id : catatan nya pak Dahlan iskan. Berbagai isu di tulis di situ. Politik, agama, ekonomi, sosial, motivasi dan apa saja yang tentu sedang viral di bicarakan tiap hari nya. 

Pembaca nya membudak. Terbukti dari komen-komennya yang variatif. Mula-mula memang ‘tak berkelas’, khas komentator asal, yang apa-apa dikaitkan dengan isu politik dalam negeri – nyinyir. Tapi seiring waktu jadi mulai tertib. Komentator nya pun konstruktif dan punya segmen masing-masing. Contoh, pengoreksi bahasa, dia komit memberikan masukan tentang bahasa dan tulisan sesuai EYD. Yang memang terkadang karena kebiasaan, jadi terlupakan. Pun pak dahlan Iskan sebagai biang nya media.

Disway ini jadi rujukan media-media juga akhirnya, terbukti beberapa kali – malah sering dikutip oleh media mainstream di indonesia. Akhirnya beberapa isu pun ada yang sangat hati-hati untuk dilanjutkan. Tentu, ini terkait politik di Indonesia. Bisa dipahami, setelah pak dahlan pernah diperkarakan (dikasus hokum kan walau pun tidak terbukti), traumatik tetap ada. Ide cemerlang, aksi nyata, prestasi kadang habis tergilas saat harus berurusan dengan politik praktis.

Bagi saya baca disway jadi ‘kewajiban’ harian (sebetulnya saya sudah lama menikmati tulisan Pak Dahlan sebelumnya. Tapi tak setiap hari mewajibkan baca).

Topik yang menarik adalah jalan-jalan. Sebagai sobat misquen yang jalan-jalannya kehitung jari dan tak pernah jauh2. Jadi serasa ikut merasakan, apa yang di ceritakan. Jadi tau tentang budaya, Negara dan keberagaman umat manusia. Penting lagi jadi paham tentang arti toleransi. Terutama sekali toleransi dalam beragama. Bukan berarti kita mengabaikan agama dan keyakinan kita. Tapi dengan tahu apa yang ada di luaran, minimal kita jadi bijak bersikap, apalagi pada jaman ini, yang medsos merajalela, yang hoax nya pun menggila.

Bahwa agama itu tak hanya agama samawi -- bahkan agama samawi pun banyak ragamnya. Itu tergambar dari cerita jalan-jalan di berbagai Negara, pada tulisan di disway ini.

Saya juga jadi tahu lebih banyak tentang Amerika dan China, yang kadang punya porsi lebih di ceritakan. Bahkan sampai ke pelosok2 nya, dan kebiasaan sosial nya. Contoh kecil, pernah di sebutkan bagaimana keluarga amerika membesarkan anaknya, kemudian menikmati hidupnya di masa tua. Beda dengan doktrin di china atau Asia pada umumnya, yang lebih mengedepankan kekeluargaan daripada kemandirian.

Saya juga jadi sedikit-sedikit belajar cara nulis. Dengan memperhatikan tulisan-tulisan di Disway ini. Terutama penggunaan kata, tanda baca, ritme dan punchline di setiap tulisannya. Maklum saya sekedar suka menulis, belum pernah ikut pelatihan professional. Jadi banyak nya otodidak, meniru dan menghayati tulisan orang-orang yang menurut hati kecil saya pas dan nyaman dengan apa yang saya harapkan.

Duh..
Baca disway, jadi pengen jadi pa Dahlan rasanya, eh wartawan. (Riki Gana)