--
Sabtu pagi, 11 Mei 2019, di hari
ke-6 Romadhon 1440 H ada chat wa masuk. Tepat pada saat saya sedang presentasi
terkait topik perkuliahan marketing global. Dari seorang teman wartawan. Yang
baru kenal karena ada event, dan saya jadi salah satu sumbernya. Pada kapasitas
saya sebagai ketua BEM pasaca Sarjana Untirta (HIMA PASCA UNTIRTA).
Ini menyoal kebhinekaan, lebih
dalamnya tentang pancasila. Mungkin karena sebentar lagi hari kesaktian
pancasila, di 1 juni mendatang. Sebetulnya saya tidak ahli dalam hal beginian.
Bukan pemikir untuk hal begitu juga. Lebih banyak sebagai praktisi industri dan
sekarang lagi mencoba pilihan kedua, terjun ke dunia sales dan marketing –
sebagai pengejawantahaan dari cita2 berwirausaha dan lainnya .. karena
penasaran.
Tapi saya suka sejarah, yang mau
tidak mau selalu terkait dengan nation. Saya coba kuliah di manajemen, yang
juga sangat terkait dengan pola makro dan mikro dari suatu bangsa dan Negara.
Dan sekarang di amanahi jadi ketua BEM di pasca –walau tak segreget di s1. Saya
akan berbagi persepsi tentang hal ini.
Berikut apa yang dia tanyakan,
dan saya coba jawab dari perspektif saya (dia kirimkan via wa, dan saya jawab
via wa):
**
TEMA FOKUS
Menyoal Kebhinekaan, Menjaga Pancasila (Hari Lahir
Pancasila)
Indonesia selaku negara multi
etnis dan agama, ternyata masih menghadapi persoalan intoleransi yang cukup
tinggi. Belakangan ini semangat toleransi dan kebhinekaan dalam bingkai
ideologi Pancasila terus mengalami degradasi yang cukup drastis di kalangan masyarakat
bangsa Indonesia, khususnya pada kalangan kaum muda.
Sehingga, tidak heran masyarakat
dan kaum muda bangsa ini cepat terpengaruh dengan masuknya ideologi-ideologi
yang berasal dari luar dan yang lebih parahnya lagi ideologi-ideologi tersebut
secara terang-terangan mengatakan anti terhadap Pancasila dan semangat
kebhinekaan yang sudah beratusan tahun tertanam dalam kepribadian dan kebudayaan
masyarakat Indonesia.
Lambat laun bangsa ini akan
mengalami krisis intoleransi yang sangat besar apabila tidak diatasi dengan
bijak melalui berbagai program-progam penguatan nilai-nilai Pancasila,
toleransi dan kebhinekaan secara masif di tengah masyarakat kita. Penyebaran
paham-paham radikal kini sangat terstruktur dan sistematis di masyarakat kita
baik melalui lembaga-lembaga pendidikan dari tingkat PAUD hingga perguruan
tinggi, lembaga dakwah, maupun komunitas-komunitas sosial yang ada di
masyarakat.
Bagaimana Pancasila mampu merajut
kebhinekaan sehingga mampu menangkal pengaruh negative eksternal dan tidak
mempengaruhi cara berpikir dan tindakan masyarakat kita yang sikap kritis masih
sangat rendah?
PERTANYAAN:
1. Bagaimana tanggapan Anda terkait hal tersebut?
2. Masih relevankah Pancasila dengan era milenial sekarang
ini?
3. Menurut Anda, bagaimana penguatan nilai-nilai Pancasila
kepada generasi muda?
4. Bagaimana cara bijak menyikapi kebhinekaan?
5. Bagaimana harapan terhadap Indonesia ke depan?
Berikut jawaban dari persepsi
saya:
1 1. Pada
era kebebasan seperti sekarang ini, terutama kebebasan informasi yang tidak ada
sekat-sekat dan batasan, serta masa transisi dari euphoria dari reformasi 98,
hal tersebut memang di mungkinkan terjadi. Kalau melihat kebelakang, dimana
pada saat Orde baru, begitu massive nya penanaman nilai pancasila dari semua
jenjang yang ada dari usia dini hingga usia lanjut di berbagai lini (melalui
berbagai program yang ada – P4 kalo tidak salah, se inget saya, saya masih
dapat program nya ketika di SD sebelum 98).
Tentu maksud
saya kita tidak harus kembali ke jaman Orba, tapi kalo di lihat sisi
positifnya, hal ini baik untuk menangkal berbagai isu tentang paham radikal
yang tidak sejalan dengan pancasila. Walau bagi sebagian orang mungkin berpikir
ini sebagai doktrinisasi yang berlebihan. Tapi bagi saya ketika Pakem tersebut
jelas, tentu tidak ada salahnya. Apalagi menghadapi generasi sekarang – generasi
milenial, termasuk saya - generasi yang
cenderung melihat sesuatu dari sudut pandang kepraktisan dan keteknologian,
justru di butuhkan pakem-pakem yang menuntun mereka ke jalan yang betul dalam
berbangsa dan bernegara. Agar tidak mudah terbelokkan oleh paham-paham
tertentu. Sekarang, contoh simple, cek medsos, yang di dominasi oleh anak-anak
milenial, begitu latah dan gampangnya mereka menghujat, menjudge -seakan tidak
ada kebanggaan yang melekat di generasi kita. Belum isu-isu rasis (SARA) yang
sekarang sangat mudah di temui dan di amini di medsos, tanpa ada cek dan ricek.
2. Masih
sangat relevan. Menurut saya, Pancasila ketika di lahirkan oleh para pendiri
bangsa, sudah mengadopsi pola sosial masyarakat (value) di Indonesia, dan malah
beberapa di adopsi dari kitab suci. luar biasa ! Artinya sampai zaman apapun
ini tetap relevan untuk diterapkan di Indonesia. (Saya kebetulan suka sejarah.
Jadi saya baca salah satunya sejarah lahirnya pancasila ini).
3. Nah
ini yang penting, bicara generasi muda, bicara era milenial, bicara industry 4.0
– ini tren2 dunia yang tidak bisa kita hindari. Untuk itu kita perlu menjawab
tantangan tersebut. Artinya pola adaptasi di perlukan untuk menanamkan nilai2
pancasila ini sesuai dengan tantangan-tantangan tersebut. Singkatnya sesuaikan
penanaman nilai2 pancasila ini dengan zamannya – bukan pancasilanya ya, tapi
cara penanaman nilai-nilainya!. Saran kongkrit ya semisal di buat seperti
lembaga tapi yang cenderung kekinian (ke-milenialan), misal adakan kegiatan2
atau lomba-lomba yang memang bisa menumbuhkan nilai-nilai pancasila, tapi yang
tidak kolot dan monoton. Lebih up to date yang dekat dengan internet dan anak
muda.
4. Cara
bijak menyikapi keBhinekaan : Open Minded !. Kita harus banyak bergaul, banyak
baca, agar banyak referensi tentang orang lain, dengan lingkungan lain. Era
sekarang dengan informasi yang sangat luas, tanpa batas untuk akses,
memungkinkan kita untuk tidak Taklid akan
satu acuan.
Bijak juga
bermedsos, selalu cek dan ricek semua yang kita dapat. Jangan malah ikut
menyebarkan. Jangan jadikan medsos sebagai toiletnya internet –tempat pembuangan
segala hal sumpah serapah SARA, dll.
Malah sebetulnya
sekarang itu kita tidak hanya menyikapi Kebhinekaan di Negara indonesia saja.
Tapi dengan bangsa dan Negara lain. MEA (masyarakat ekonomi Asean) 2015 sudah
lama di terapkan. Artinya kita sekarang sudah bersinggungan langsung dengan
pergaulan Asia dan dunia. Makanya dalam salah satu MK di manajemen itu ada
namanya perilaku Organisasi dan pemasaran global, artinya kita harus bisa mensiasati
dan memahami perbedaan yang ada dalam setiap kultur masing-masing bangsa.
So.. kalo kita
masih meributkan perbedaan di Negara kita, kita akan tertinggal jauh dari
peradaban.
5. Harapan
Indonesia kedepan: saya pernah baca
bahwa Indonesia pada tahun berapa saya lupa –kalo tidak salah rentang 2045,
akan surplus generasi muda, sehingga beberapa ahli menyebutnya sebagai Indonesia
emas. Harapannya, ya hal ini bukan hanya sebagai kajian teoritis, tapi mulai di
siapkan strateginya, step by step nya, agar betul-betul apa yang di canangkan
itu bisa dapat kita capai.
Saya
mencontohkan RRT (tiongkok) bagaimana dia fokus dan terencana dengan sempurna
untuk menggapai made by china 2025. Sekarang kan dia sudah mulai ekspansi
dengan proyek OBOR nya itu. Dan mereka siap sebagai raksasa dunia menyaingi
Amerika. (saya bukan pro china y, hehe… itu contoh kongkritnya).
Demikian
Terima kasih.
Ir. Riki Gana
Suyatna, IP
Ketua HIMA PASCA
UNTIRTA 2019
**
Dan begitulah jawaban
saya
Selamat menjalankan ibadah shoum
Romadhon 1440 H…
-
Minggu, 12 Mei 2019
-rgs