Saya mengikuti Disway.id : catatan nya pak Dahlan
iskan. Berbagai isu di tulis di situ. Politik, agama, ekonomi, sosial, motivasi
dan apa saja yang tentu sedang viral di bicarakan tiap hari nya.
Pembaca nya
membudak. Terbukti dari komen-komennya yang variatif. Mula-mula memang ‘tak
berkelas’, khas komentator asal, yang apa-apa dikaitkan dengan isu politik
dalam negeri – nyinyir. Tapi seiring waktu jadi mulai tertib. Komentator nya
pun konstruktif dan punya segmen masing-masing. Contoh, pengoreksi bahasa, dia
komit memberikan masukan tentang bahasa dan tulisan sesuai EYD. Yang memang
terkadang karena kebiasaan, jadi terlupakan. Pun pak dahlan Iskan sebagai biang
nya media.
Disway ini jadi rujukan media-media juga
akhirnya, terbukti beberapa kali – malah sering dikutip oleh media mainstream
di indonesia. Akhirnya beberapa isu pun ada yang sangat hati-hati untuk
dilanjutkan. Tentu, ini terkait politik di Indonesia. Bisa dipahami, setelah
pak dahlan pernah diperkarakan (dikasus hokum kan walau pun tidak terbukti), traumatik
tetap ada. Ide cemerlang, aksi nyata, prestasi kadang habis tergilas saat harus
berurusan dengan politik praktis.
Bagi saya baca disway jadi ‘kewajiban’ harian (sebetulnya
saya sudah lama menikmati tulisan Pak Dahlan sebelumnya. Tapi tak setiap hari
mewajibkan baca).
Topik yang menarik adalah jalan-jalan. Sebagai
sobat misquen yang jalan-jalannya kehitung jari dan tak pernah jauh2. Jadi
serasa ikut merasakan, apa yang di ceritakan. Jadi tau tentang budaya, Negara dan
keberagaman umat manusia. Penting lagi jadi paham tentang arti toleransi.
Terutama sekali toleransi dalam beragama. Bukan berarti kita mengabaikan agama
dan keyakinan kita. Tapi dengan tahu apa yang ada di luaran, minimal kita jadi
bijak bersikap, apalagi pada jaman ini, yang medsos merajalela, yang hoax nya
pun menggila.
Bahwa agama itu tak hanya agama samawi -- bahkan
agama samawi pun banyak ragamnya. Itu tergambar dari cerita jalan-jalan di
berbagai Negara, pada tulisan di disway ini.
Saya juga jadi tahu lebih banyak tentang
Amerika dan China, yang kadang punya porsi lebih di ceritakan. Bahkan sampai ke
pelosok2 nya, dan kebiasaan sosial nya. Contoh kecil, pernah di sebutkan
bagaimana keluarga amerika membesarkan anaknya, kemudian menikmati hidupnya di
masa tua. Beda dengan doktrin di china atau Asia pada umumnya, yang lebih
mengedepankan kekeluargaan daripada kemandirian.
Saya juga jadi sedikit-sedikit belajar cara
nulis. Dengan memperhatikan tulisan-tulisan di Disway ini. Terutama penggunaan
kata, tanda baca, ritme dan punchline di setiap tulisannya. Maklum saya sekedar
suka menulis, belum pernah ikut pelatihan professional. Jadi banyak nya
otodidak, meniru dan menghayati tulisan orang-orang yang menurut hati kecil
saya pas dan nyaman dengan apa yang saya harapkan.
Duh..
Baca disway, jadi pengen jadi pa Dahlan
rasanya, eh wartawan. (Riki Gana)