Lockdown corona membuat saat punya waktu merenung berlama-lama. Biasanya sangat sibuk wara-wiri. Sekarang banyak waktu untuk 'melamun'. Disela-sela bosan aktifitas di rumah saja -- banyaknya ngenet.
Meresolusi aktifitas. Dari sisi entrepreneur, usaha ini --harus saya akui-- pijakannya belum begitu kuat, masih rapuh. Baru kerasa saat bener-bener hanya dirumah, kalau di hitung real pemasukan masih sangat jauh dari sempurna, di bandingkan dengan menjadi karyawan dulu. Disamping itu, networking yang dibangun pun belum begitu massive, dan masih cari celah. Masih sangat jauh dari sempurna.
Aktifitas ngajar mengajar, memang ada. Tapi, dari sisi penghasilan betul-betul sangat jauh jika di bandingkan saat bekerja di pabrik dulu. Dan, masih sekedar hobi, belum terlihat arah kedepan seperti apa.
Haruskah menyerah? Atau haruskah realistis?
Setelah merenung karena lockdown ini. Saya tiba pada satu kesimpulan. Untuk memperkuat pendapatan lagi, cari pekerjaan lagi, sambil membuka jaringan untuk memperkuat passion.
ini pelajaran, mungkin bagi anak-anak nanti kalo baca suatu hari nanti. bahwa, ayah pernah dalam kondisi ini. Kondisi di persimpangan antara kenyamanan pendapatan dan kenyamanan ke-hobi-an. memang bunda tak pernah menuntut untuk kembali kerja, bukan berarti tidak butuh uang lebih, tapi mungkin merasa cukup apaadanya, dan memberi keleluasaan pada ayah untuk berkarya.
Tapi, ayah sendiri harus rasional. Mumpung usia masih produktif. Jadi, bukan juga mengubur seluruh cita-cita (ngajar, sambil punya perusahaan), tapi lebih kepada ikhtiar untuk memperbaiki pendapatan dan membuat serta memperkuat jaringan. Karena, butuh operasional dan butuh akomodasi lebih untuk melakukan ini. Toh, juga kalo melihat tren usaha dan ngajar sekarang, masih memungkinkan dan banyak waktu untuk diisi untuk kerja yang lain -- masih banyak waktu luang, jadwal ngajar tidak padat dan usaha masih jarang-jarang.
Memang, sekarang paling dekat ayah harus ngejar penyelesaian tesis. Segera wisuda dan menyelesaikan segala hal ke magisteran ini. Nah, tapi sekalian untuk cari-cari lagi lowongan pekerjaan. Memang juga ini agak kontradiktif dengan pernyataan2 sebelumnya. Tapi, anak muda, inilah kenyataan dan kehidupan. Mungkin berubah-ubah tapi semoga menjadi pendewasaan diri.
Ini pelajaran penting untuk kalian.
Sebagai informasi untuk anak-anak sekalian. Kejadian ayah dan Kakek (yang di malingping), hampir sama. Mendapatkan posisi puncak saat usia muda (30-35an), tetapi kemudian terjun bebas -- bisa dikatakan karena di jatuhkan orang lain. Tapi, juga takbisa kita menyalahkan siapa-siapa. Begitulah kehidupan. Cukup jadikan sebagai pelajaran. Ayah pada umur 32 awal, menduduki posisi penting di perusahaan, tetapi harus mundur karena konspirasi orang-orang yang sirik. Kakek jatuh bebas, sampai ke penjara, di copot dari posisi kades, karena konspirasi orang-orang yang ingin menjatuhkan, dilain sisi tentu sama-sama karena orang ingin mengambil keuntungan. kadang ini terkait idealisme. Disamping beberapa karena keras kepala dan ketidaksiapan menghadapi kenyataan hidup. Harus diakui, pengalaman muda tanpa mentor itu berat. Kakek jatuh, karena mentor jawaranya (buyut kasim) meninggal saat kakek lagi berjaya. Ayah, karena tidak menemukan mentor yang baik. Malah hanya dijadikan umpan oleh mentor atau orang yang dianggap guru tersebut. kakek tidak bisa menjadi mentor ayah, dalam hal perusahaan, karena dari segi pendidikan dan lingkungan dia tak paham apa yang terjadi.
Sekali lagi ini sebagai pelajaran. Jika kelak kalian dewasa, perhatikan detail-detail kehidupan. Tak perlu keukeuh, sebab kadang kebenaran itu menjadi nisbi. tergantung interpretasi orang. Yang pasti jadilah adaftif dengan mengutamakan kejujuran. kalo ayah memang beda, jujur, idealis dan keras kepala. masih tetep trah jawara melekat dan tak mau kalah.
Memang agak berbeda, ada juga sama. Saat kakek jatuh dan ingin bangkit lagi, dia sudah agak repot, satu-satunya harapan adalah mensukseskan pendidikan ayah, bersama nenek (walau berdarah-darah). Nah, kalo ayah, masih ada waktu untuk kebangkitan lagi. Selain, alhamdulilah bunda sudah sangat cukup untuk bisa berkarya dan menopang kehidupan. Juga ayah selalu membekali diri dengan pendidikan serta keterampilan.
Anak-anak, ayah masih punya rahasia. Entah akan ayah buka atau tidak. Tapi, sementara ini tak akan ayah buka. Ini murni pribadi. Terkait perasaan. Tak ada hubungan dengan yang lainnya.
wow, jadi curhat ya.
Baik kesimpulannya: pertama cari kerja kembali guna memperkuat cita-cita yang harus di tuju. kedua baru kembali untuk memperkuat pendapatan diperusahaan sendiri dengan konsentrasi mengajar yang bukan hanya hobi, tapi juga cukup penghasilannya.
Ya, Minimal ayah kerja dalam jangka pendek untuk: bisa beli mobil untuk keluarga satu lagi, membangun rumah (melengkapi 2 tingkat sampai ke kantor bunda).
Dan jangka panjang untuk investasi dan tabungan pendidikan anak-anak semua. tabungan untuk pensiun, membangun rumah alam, di kebun malingping.
wah-wah-wah. Ternyata secara lahiriah memang saya tercipta untuk menjadi ambisius. Tapi, setidaknya ambisius dalam korodor positif. tidak curang dan culas dengan cara-cara negatif.
Saya harus akui, ternyata memang saya takbisa untuk menjadi tak ambisius. hanya menerima keadaan yang ada. Nyatanya, saya tetep ambisius dan bersemangat.
Aamiin YRA
(rikigana)