Malam ini sebelum tidur, saya merenung.
Kebetulan betul-betul mata tidak mengantuk.
Saya teringat saat sesi wawancara ordinary saat ingin memasuki sebuah klub seni calung/angklung di sebuah museum di Bandung (kenapa saya ikutan? Karena saya begitu penasaran dan menikmati seni sunda).
Tentu ini bukan wawancara pertama, bahkan saya pun biasa mewawancarai orang. Ungkapan :" apa kelemahan dan kekuatan/kelebihan anda?" Merupakan hal yang biasa dan sangat2 umum. Hanya saya baru menyadari secara mendalam kalo dulu hanya menjawab hal tersebut sering bercampur dengan retorika agar terlihat bagus dan tentu bisa di terima (bukan tidak jujur).
Ternyata, kelemahan dan kekuatan saya yang sebetulnya adalah sistematis perfeksionis (kata lain suka mengatur orang secara sistematis dan detail).
Kelemahannya: setiap masuk dalam organisasi atau melihat sesuatu yang tidak pas dan teratur, pasti saya akan terpanggil untuk mengaturnya (menciptakan sistem2, dll), ini yang menimbulkan gesekan dengan orang yang sangat status quo (apalagi ada maksud pribadi/uang untuk dirinya kalo sesuatu itu di benahi). Akhirnya, timbul friksi, dan ada tekanan tersendiri (bukan karena orangnya) khususnya di kepuasan diri sendiri. Saya merasa kacau dan agak tertekan dengan hal yg lambat dan belum bisa diatur tersebut. Saya cenderung tegas, jika dirasa itu memang benar dan harus dilakukan, dilain sisi, orang sangat tidak suka berkelompok dan kemudian mereka coba memusuhi. Akhirnya keharmonisan terganggu.
Kekuatannya: perfeksionis ini membuat saya menjadi kuat dalam hal leadership dan manajerial. Hampir bisa dipastikan, ketika saya mengatur, tidak pernah ada yang menyanggah (kalopun ada secara terbuka, bisa diselesaikan dalam diskusi). Sehingga, semua visi,misi,tujuan seringnya selalu tercapai. Dan hasil akhir itu selalu membuat saya merasa bangga dan dihargai oleh diri sendiri.
Melihat dua hal tersebut, tentu ada ancaman dan peluang. Akhirnya, malam ini saya coba internalisasi untuk mendapatkan cara untuk mengatasinya (strategi). Poin utama strateginya adalah harus mampu memilah dan memilih mana yang harus dimasuki mana yang tidak. Juga harus bisa memosisikan diri. Saat kapan menjadi ini, saat kapan menjadi itu. Tak perlu semua perfect, tapi menyampaikan tidak apa-apa. Tidak harus di semua aspek terlibat. Harus memilih aspek mana yang prinsip untuk bisa dimasuki, dan mana yang tidak. Saat kapan harus jadi pemain, dan saat kapan harus jadi penonton.
Demikian
* Rikigana