Kadang saya males mikir yang rumit-rumit. Complicated. Lebih enak mikir sederhana "sakadeuleuna."
Misal, saya tak habis pikir kalo maen ke kampus (yang): Kok toiletnya masih parah, ya? Kok parkirnya masih saja acak-acakan? Kok layanannya tidak beorientasi kepuasan pelanggan? Kok bangunannya tidak mencerminkan standar K3? Kok sampah masih dimana-mana? Kok budaya feodalnya gak hilang-hilang?
Kok..kok..kok..?!
Padahal, bukankah teori-teori itu (yang katanya disertai praktek) diajarkan disana? Padahal, bukankah banyak ahli dengan gelar mentereng disana? Padahal, berderet acara bombastis disana (ngebahas isu-isu tersebut)? Padahal banyak ahli dari sana yang 'show up' dimedia?
Lagi-lagi saya berpikir sederhana.
Kok bisa begitu, ya? Rasanya jadi kontradiktif. Kayak ngajarin anak jangan ngerokok, tapi bapaknya ngerokok depan anaknya. Ngajarin anaknya untuk sholat, bapaknya gak pernah sholat. "Anak kencing berdiri, bapak kencing berlari."
Memang, Knowledge dan Skill itu perlu, tapi attitude lebih utama. Mahasiswa selalu dijadikan objek, dijejelin teori, tapi ditutup matanya biar tetep memakai kacamata kuda. Diruang kuliah, banyak dongeng tentang ideal, di ruang kenyataan, banyak hal yang bertentangan.
Ah, baiknya tulisan ini jangan diteruskan. Jadi gak sederhana lagi. Mending kita makan, di rumah makan sederhana, yang kenyataannya (juga) tidak sederhana.
Sungguh hidup ini tidak bisa hanya dengan pemikiran sederhana. 😂
__
Serang, 11 Nov 2022
Riki Gana S