gambaran suasana hujan di pandeglang |
Saya ternyata masih sebagai orang yang sangat terpengaruh oleh lingkungan (terutama lingkungan alam).
Semisal begini, subuh ini, saat nginep di rumah mertua (sekeluarga), di pandeglang, dengan cuaca yang segar di tambah hujan, tak seperti biasanya saya tidur lebih awal dan bagun lebih pagi (subuh).
Kemudian, tanpa di paksa, ada keinginan untuk ibadah dan membaca Al-Qur'an. Rasanya nikmat dan tenang. Suatu rasa yang tidak bisa utuh untuk digambarkan oleh kata-kata.
Ini berkebalikan dengan kondisi d serang (walau di desember ini merupakan suasana terbaik; sama-sama penghujan).
Saat di Serang (maupun saat di cilegon), cuaca begitu gerah, tidur agak susah, bangun tidak dalam kondisi prima, satu2nya cara membantu kesejukan di bantu dengan AC, malangnya, saya yang orang kampung ini, tidak terbiasa dengan AC ; semakin pakai AC, malah menggigil masuk angin.
Alhasil, terkadang keinginan untuk beribadah khusuk pun terganggu dengan keadaan lingkungan tersebut. Akhirnya, kebanyakan berkutat dengan internet.
Kemudian saat di malingping, agak sulit mendeskripsikan keadaan disana, dari sisi lingkungan oke, hanya terkadang, karena saya banyak yang dipikirkan (ambisi dan cita-cita), keinginan untuk menikmati peribadatan itu terlupakan -- tapi ini tak melulu begini, terkadang saya pun sangat religius.
Memang betul, mungkin saat ini tingkatan kenikmatan beribadah saya masih di titik ini.
Karena semestinya, tak begitu. Jika di bandingkan suasana panas di indonesia, tentu jauh berbeda dengan panas nya di padang pasir. Dinginnya di indonesia, berbeda dengan dinginnya di kutub.
Tapi, apakah orang disana tidak menikmati peribadatanya? Tentu tidak!
Karena sesungguhnya, saya mahfum, bahwa kenikmatan itu semestinya bersumber pada pola pikir diri sendiri -- bukan pada lingkungan.
Lantas, apakah lingkungan berpengaruh? Tentu saja iya. Bagi level-level seperti saya : saat ini.
*(Rikigana)