Sekedar diketahui : ada memang orang yang sudah ruwet dari lahir, ada juga tipe orang yang memang selalu punya tujuan chaos dari lahir, dan ada juga memang tipe orang yang abu-abu. Tapi, banyak juga yang memang sudah punya aura positif dari lahir.
Memang pengaruh lingkungan mendominasi. Tapi, yakinlah mutiara di tai kebo tidak akan pudar keelokannya. Pun sebaliknya.
Loh kok? Kesimpulan dr mana?
Hems, ini lebih ke pengalaman empiris, tentu bagi orang-orang yang mau menganalisanya.
Saking banyaknya ketemu dengan berbagai macam orang (baik organisasi formal maupun non formal), intuisi saya sudah mulai bisa meraba itu.
Apalagi yang lagi in sekarang, saya aktif di lingkungan masyarakat yg umumnya menengah kebawah (perumahan subsidi). Saya juga pernah berhubungan dengan orang-orang perkampungan yang jauh dari sentuhan pendidikan.
Nyatanya, sama saja, semacam ada ciri dari setiap orang dalam perjalanannya.
Ini memang subjektif, tapi sekali lagi pengalaman empiris mengatakan, intuisi tak pernah bohong.
Cukup beberapa kali pertemuan intens, sudah tergambar label tersebut.
Aneh memang, tapi itu sebagai bagian dari pelajaran. Aspek sosiologi. Aspek bermasyarakat, agar tujuan yang kita inginnkan tercapai : kemaslahatan bersama.
Mereka pun punya tujuan: lebih ke arah resultan negatif (pribadi maupun kelompok)
Membungkus dengan semua bingkai 'keseolah-olahannya', sehingga terkesan tujuan tertutupi.
Masalahnya adalah, ada yang memang lihai dan sudah teruji (ini yang bahaya), dan ada yang sangat jelas terlihat kenorakannya.
Lantas, pada golongan mana saat ini, yang sedang sy ceritakan?
Lebih ke kelompok kedua.
Lantas, apa yang harus di lakukan?
Ini cenderung lebih mudah, kita berikan mainframe konsep utuh. Tutup celah untuk dia bermanuver, lainnya ya dikasih pemahaman (bukan untuk dianya, lebih ke orang-orang yang termakan ide/konsep jahat dia atau mereka.
Dari semua langkah itu, ada yang harus diperhatikan, ukur kekuatan! Apalagi di masyarakat golongan ini, salah langkah akan berakibat fatal. Bisa dimusuhin orang se RT. Tapi, kalo kita bisa memberikan pemahaman utuh, bisa di dukung oleh semua pihak. Hati-hati adalah kunci!
Dulu di perusahaan, saya sedikit tergelincir, mungkin mereka kelasnya kelas berat. Hal yang takdapat saya kendalikan adalah emosi. Terpancing dan tergelincir pada emosi dan ego. Padahal itu yang di harapkan mereka. Akhirnya, saya terselip dan terbuang. Padahal semua orang paham, yang saya lakukan adalah benar. Hanya nabrak karang besar terlalu susah. Butuh kapal kuat dan armada yang tangguh.
Balik lagi ke fokus orang2 tadi, yang punya karakter negatif. Ini mungkin agak susah kalo pembaca tidak merasainya.
Tapi, saya hanya ingin sampaikan. Terkadang cara agak kurang bagus pun, bisa kita lakukan untuk menghalau 'kejahatan' tersebut. Yang penting adalah goal.
Kalo kekuatan kita memang kuat, libas orang2 tersebut, kalo kita menengah, akomodir dengan catatan, jika kita lemah, ikut gabung dengan mereka sambil pelan2 bikin kekutaan dengan pemahamannya.
Tidak ada supermen.
Yang ada superteam. Sekuat apapun kita, butuh ikatan lidi yang kuat. Jangan konyol.
Demikian.
Tapi catatan penting: ini jika kita punya niat baik yang harus dipertahankan, kalo kita niatnya juga buruk, ya tunggu saja azabnya. Hahaha.....
(Rikigana)