Alhamdulilah, sampai dengan imlek ini cuaca selalu mendukung : Adem dan Bahagia.
Walau banyak di rumah, pemulihan kesehatan keluarga, dan pemulihan kesehatan keuangan. Wkwkwk.....
Ada kegiatan positif : Pengajian rutin di lingkungan ke RT an.
Lebih positif lagi : tematik berkalanya pas, tentang tajwid (saya berharap belajar tajwid dan fiqh, hanya saat ini yang pas baru tajwid, dari sisi penyelenggara, tentang fiqh agak tidak sistemik, ngacak, dan belum pas!)
Saya alhamdulilah lahir di kampung: bisa baca Qur'an sesuai ketentuannya.
Hanya menghapal hukum-hukumnya (mengingat) agak sulit. Karena dulu belajarnya belajar baca, tapi tidak dijelaskan secara detail apa itu hukum-hukumnya. Semisal : hukum alif lam, hukum tanwin, hukum mim dan nun mati, hukum mad, dal lain sebagainya -- itu tidak di pelajari secara detail, sekali lagi belajarnya baca: makhroj, panjang pendek dan pelafalan.
Dalam hal agama, baca qur'an, ibu (mamah) yang paling berperan. Mungkin karena dari latar belakang lingkungan di gunung kendeng yang agak kental religius (walau ala kampung), di tambah mamah memang aktif dari sisi keagamaan, semenjak masih sekolah dulu.
Segala hal tentang teknik keagamaan, mamah hafal dan bisa.
Memang perpaduan yang menarik.
Dari bapak saya belajar kepemimpinan dan kejawaraan, dari mamah saya belajar keaktifan dan keagamaan.
Mamah orangnya keras. Keras lebih kearah kebutuhan dasar (uang). Kadang bikin tidak nyaman. Membuat tertekan. Tapi, disadari atau tidak kesuksesan saya bisa menyelesaikan studi (terutama S1) adalah karena 'keukeuhnya' mamah untuk selalu mendorong bapak mendukung saya kuliah. Bapak orangnya selow, memang bikin nyaman, tapi terkadang seolah tak punya target: terutama target realistis. Banyaknya mengawang-ngawang: khas pemimpin visioner, tapi kurang bahan untuk pelaksanaan.
Doa ibu? Tentu tak diragukan lagi!
Sebagian besar, malah terbesar, kesuksesan yang saya dapatkan adalah berkat do'a kedua orang tua, yang terbesar adalah ibu (mamah).
Walau agak jengah karena mamah terlalu banyak mengatur, tapi sekali lagi do'anya begitu mujarab. Disamping dia berdoa karena ingin selalu kecukupan rizki agar nyaman di keluarga besar kami, mamah selalu iklhas berdoa untuk anak-anaknya.
Kontradiktif memang dengan sifat kerasnya (yang merupakan turunan dari ayahnya). Sekarang saya jadi sedikit sadar, sifat keras kepala mungkin menurun dari ibu. hahaha...
Balik tajwid saya jadi inget mamah. Terutama saya menyebutkan huruf KHA besar. Selalu ada bass yang menggema. Saat menyebut dlo, sangat 'mirasa' menyebutnya.
Dulu sebetulnya mamah mengajarkan tajwid : ikfa, idhar, idgom, dll. Cuma karena mungkin saya gak fokus, hanya fokusnya bisa baca saja, tajwid pun terlupakan.
Saat sekarang belajar lagi: saya jadi rindu ibu.
Ibu memang guru dari segala guru.
(rikigana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar