--
Cayut: “Bah, ari insinyur eta neon?”
Abah: “Ngising na hunyur, Ceng!”
Cayut: “oh, horeng......”
--
GELAR
Dengan keluarnya UU No 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran dan PP no 25 tahun 2019 tentang peraturan pelaksanaan UU nomor 11 tahun 2014, secara umum segala hal yang menyangkut keinsinyuran akan ditertibkan (contoh: tentang gelar, tentang praktek keinsinyuran, dll). Hal ini tentu membawa konsekuensi; paling mendasar adalah ‘pemutihan’ bagi yang sudah duluan menyandang dan melakukan praktek keinsinyuran.
Kuliah PSPPI Unika Atmajaya 2022
Karena banyak orang yang cenderung menggunakan
label insinyur untuk keren-kerenan, mari kita bahas GELAR INSINYUR terlebih
dahulu!
Dulu, gelar insinyur merupakan gelar akademik, sampai dengan tahun 1993-1994 lulusan teknik dan pertanian bergelar akademik insinyur dan ditulis di depan nama orang tersebut (contoh: Ir. Cayut). Setelah itu, melalui Keputusan Mendikbud RI No.36/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi, semua sarjana lulusan teknik berubah menjadi ST dan pertanian berubah menjadi SP (dengan dibarengi pengurangan beban SKS yang sebelumnya 160 menjadi 144 SKS).
Kemudian, seiring waktu dan kebutuhan, PII (Persatuan Insinyur Indonesia yang didirikan pada tahun 1952) sebagai organisasi tempat berhimpun ‘para insinyur’ mengeluarkan gelar profesi insinyur untuk para sarjana teknik/pertanian ; walaupun, secara ‘pengakuan’ gelar ini hanya berlaku dan dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan organisasi keinsinyuran dan yang terkait (tidak melekat seperti gelar akademis).
Saat itu, anggota PII yang sudah mengikuti KPP (kursus Pembinaan Profesi) berhak untuk menyandang gelar profesi Ir sebagai pengganti ST ataupun SP. Selanjutnya, PII pun mengeluarkan Sertifikat Insinyur Profesional (SIP) – beda dengan SKA (surat keterangan Ahli dari bidang tertentu). SIP terdiri dari tiga tingkatan, sesuai dengan tingkat kompetensi yang didasarkan pada portofolio pengalaman kerja keinsinyuran. Tiga tingkatan tersebut adalah Insinyur Profesioal Pratama (IPP), Insinyur Profesional Madya (IPM) dan Insinyur Profesioal Utama (IPU). Artinya, jika seseorang ST/SP anggota PII telah mengikuti KPP dan menyelesaikan proses SIP, maka dia berhak menyandang gelar profesi insinyur dan insinyur profesional dalam namanya (Contoh: Ir. Cayut, IPP).
Pada tahun 2003, disahkanlah UU SISDIKNAS No 20/2003. Pasal 21 menyatakan, gelar profesi hanya diberikan oleh perguruan tinggi (PT). UU DIKTI No 12/2012 pasal 24, lebih lengkap menyebutkan bahwa program profesi sebagai pendidikan tambahan untuk sarjana, diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang bekerja sama dengan organisasi profesi.
Berdasarkan latar belakang ini, guna link and match (dalam gelar, salah satunya) PII mendorong lahirnya UU Keinsinyuran secara utuh.
Tahun 2014, tepatnya tanggal 22 Maret, secara resmi disyahkanlah Undang-undang No. 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa hanya perguruan tinggilah yang secara hukum mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan program profesi insinyur (PPI) dan memberikan gelar insinyur (berlaku seumur hidup). Sedangkan gelar Insinyur professional (IP) tetap dikelola dan diberikan oleh asosiasi profesi, dalam hal ini PII (berlaku 5 tahun). Untuk memperjelas UU keinsinyuran tersebut, pada tahun 2019 dibuatlah PP No 25 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 11 tahun 2014. Salah satu isinya menjelaskan tentang mekanisme pengambilan kuliah profesi Insinyur (BAB III).
Jadi, saat ini, jika sesorang ingin bergelar profesi insinyur, maka dia harus lulus terlebih dahulu ST/SP/STr, lalu dia menempuh Program Profesi Insinyur pada Perguruan Tinggi yang diberi kewenangan, setelah selesai dia berhak bergelar akademik ST/SP/STr dan bergelar profesi Insinyur (Contoh: Contoh: Ir. Cayut, S.T., IPP).
Nah, terus untuk apa ambil profesi insinyur, dan bagaimana nasib yang sudah duluan berpraktek insiyur sebelum keluarnya UU dan PP ini?!
Nanti kita bahas lagi kapan-kapan! (wkwkwkw....)
______
Riki Gana Suyatna
Ketua Umum Forum Insinyur Muda Banten 2016-2018
PPI RPL Unika Atmajaya 2022