Selarut ini, kadang lewat untuk memejamkan mata.
masih berkutat di layar laptop. Semenjak langganan wifi di rumah (untuk kantor), ada kebiasan baru dari bulan2 lalu -- online terus setiap saat. Semakin kesini, ternata semakin banyak pengetahuan yang bisa di dapat. betul-betul era streaming yang luar biasa. Apapun ada, tergantung bagaimana kretifitas kita untuk mempergunakannya.
Hal ini yang tidak bisa saya lakukan ketika rutin menjadi karyawan. Rasanya hidup begitu flat setiap minggu nya.
saat ini lagi penasaran dengan monetisasi yang ada di fanpage fesbuk. Luar biasa menarik (menjadi godaan terbesar untuk mencoba menyusun proposal tesis). Begitu penasarannya kan target yang diberikan. tertantang untuk menaklukan -- bukan semata-mata hanya ingin mendapatkan money nya --
Betul-betul era 4.0 yang keren. Sungguh kasihan yang tidak open minded, dan cenderung melihat dunia datar, atau hitam putih. Padahal akses informasi sebegitu luasnya. Tapi terkadang masih di kutubkan atau dikotomikan oleh pembelaan yang taklid akan sesuatu, terutama politik.
Ah, saya belum begitu tertarik bicara politik, atau konsen didalamnya. Walau beberpa group, atau beberapa teman, cenderung memlih jalan pintas untuk keatas, dengan cara latah berpolitik praktis. Tidak masalah sih, hanya saya merasa bukan passion saya demikian.
Eh, jadi ngelantur jauh. Begitulah, saat memulai emang susah untuk niat menulis. Tapi, saat sudah menuliskan satu atau dua kata, terkadang tak terbendung untuk menceritaskan segalanya.
Maksud dan tujuan saya menulis dini hari ini sebetulnya ingin mengesave curiculum vitae di sini. Terbaru. Hal ini terinspirasi dari salah satu HRD perusahaan, yang secara halus bicara tentang kualifikasi saya yang sudah jauh. Entah maksudnya apa, toh saya pun tak bermaksud serius untuk gabung dengan beliau. Tapi kemudian saya baca ulang curriculum vitae saya. Saya malahan kadang tidak percaya, ternyata sudah begitu banyak hal yang sudah dilakukan. Dan itu kenyataan -- semua yang saya tulis di situ, di record, merupakan hal yang bisa sy pertanggungjawabkan. Terlepas dari kesombongan, saya jadi bergumam dalam hati, betul juga kata temen HRD tersebut.
Kadang saya terlalu malas untuk menyesuaikan CV tersebut, contoh disesuaikan dengan apa yang dimaui oleh HRD. Ketika diminta, saya cenderung memberikan apa adanya. Tanpa di pilah-pilah. Memang demikian adanya. Dan...ya gimana, menurut saya hal tersebut sangat biasa, terutama bagi saya yang merasa itu tidak ada apa-apanya dan saya masih haus yang lainnya. Tapi beberpa orang berkomentar, kenapa saya tak menjualnya. Jawaban saya singkat, saya bosenan, mencari tantangan selanjutnya, bukan menjual bak kacang goreng keahlian yang sudah di dapatkan. Toh juga masih banyak kurangnya -- menurut saya. Giliran orang memang membutuhkan, ya hayo kita jalan. Tanpa repot-repot memoles segala keahlian yang palsu.
Ya begitulah saya...
Baik, ini CV saya, numpang save brother...
(Rikigana)
Zoom untuk melihat |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar