"Masa-masa 'liburan' pandemi ini benar-benar membuat orang banyak berpikir. Mulai yang sederhana, seperti hari ini mau ngapain, sampai yang berat, seperti bakal seperti apa dunia dan ekonomi kalau semua ini terus berlanjut".
Saya sepakat dengan tulisan diatas ; tulisannya mas Azrul. Karena mau tidak mau, sekarang kita sedang merasai nya. Paling banyak merasai kebosanan, ditambah perasaan ketidakpastian. Bagi yang menjalani kurungan : bosan karena kelamaan dalam situasi ketidakpastian. Bagi yang bandel : bosan karena ruang gerak yang terbatas. Karena dalam situasi ketidakpastian, sebandel apapun mereka, tetep menyimpan kekhawatiran akan ketularan.
Di tataran makro, stakeholder sedang tarik ulur tentang keputusan mengenai stimulus penangan pandemi (ekonomi). Seperti yang di sarikan pak DI dalam tulisannya, ada dua pendapat kuat, antara kubu DPR yang merasa harus melakukan pencetakan uang banyak, dan kubu Menkeu, tentang 'keukeuh'nya untuk berutang.
Di tataran mikro, orang-orang sangat senang meributkan bantuan. Bermacam-macam bantuan. Saking macam2 nya, gak hapal nama-namanya. Termasuk bagaimana cara 'smuting' datanya, agar penyaluran tepat dan cepat.
*
Lantas, apa yang harus kita lakukan?
(kita = orang-orang bukan penerima bantuan, masyarakat umum kebanyakan, yang dikira tak kena dampak akibat pandemi, keluarga kecil yang menapak ke kelas menengah, keluarga besar yang banyak tanggungan pendidikan anak, dll).
Bertahanlah..
minimal sampai akhir tahun 2020.
Bersyukur yang masih gajian dan cukup. Bagi yang tidak, saat nya tengok tabungan. Jangan gengsi untuk ngirit. Jangan sungkan merestrukturisasi cicilan. Biarlah sementara medsos sepi dari barang mewah kriditan.
Satu lagi ; berdo'a - berserah diri. Walaupun itu hakikatnya adalah kewajiban, yang tak perlu kita gembor-gemborkan. Tapi tak haram juga untuk selalu diingatkan.
--
(rikigana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar