Kamis, 23 September 2021

Explore Surakarta

Check in Surakarta / Solo

Peta Umum Kota Surakarta

Suasana Solo

Rumah joglo penduduk asli

View jalan slamet Riyadi dr hotel

Senin, 20 September 2021

Explore Semarang

Agenda 19-21 September 2021; check in Semarang. 😀

Selesai Kegiatan

Pagi di Semarang @panandaran hotel

Lawang Sewu
  • Gedung pemerintahan Kota

Minggu, 12 September 2021

Pergelaran Pencaksilat TMI, 18 Sept 2021

 Yth. Pak RT, pak Ustadz, para sesepuh dari perguruan......Asw.wr.wbr.

Asw.wr.Wbr

Sampurasun..

Segala puji bagi Alloh SWT, sholawat dan salam tercurah kejunjungan Nabi Muhammad SAW.

Sebelum ke acara inti, izinkan saya bicara agak umum mengenai pelaksanaan kegiatan ini -- secara khusus ke RT an dan kepencaksilatan akan disampaikan bapak2 yang lain.

Bapak/ibu yang terhormat

Saya Riki Gana dari Komunitas Sajarah Banten (Pendiri). Komunitas Sajarah Banten merupakan Komunitas yang dibentuk pada tahun 2015 dengan fokus kegiatan:  Sejarah dan Budaya Banten. Anggota (terutama digrup fb), saat ini sudah mencapai 8.230 Anggota dari berbagai unsur dan kalangan.

Kegiatan biasanya kami lakukan pada kajian akademis kesejarahan (dikampus), seminar, atau jelajah/kunjungan tempat sejarah dan budaya.

Dengan adanya pandemi covid-19. Praktis acara kumpul2 dilarang, sehingga kegiatan beralih ke online (rentang waktu 2019 - medio 2021). Dengan terbatasnya kegiatan, tetapi tujuan harus tercapai, maka ada ide bagus yang saya dapatkan saat ngobrol dipengajian RT.4; bahwasannya kegiatan pengenalan kebudayaan harus tetap dilakukan dilingkungan terdekat kita (diperumahan kita). Mengingat heterogennya penduduk kita dan pergeseran pemikiran masyarakat kota (yang terbawa arus teknologi), maka kegiatan pengenalan budaya untuk masyarakat yang berdomisili di Banten sangat mutlak diperlukan. Terutama juga pada anak-anak kita yang merupakan generasi penerus.

Secara kewilayahan, Banten dibagi dalam tiga wilayah, Utara (tangerang - betawi banten/cina benteng), tengah (serang,cilegon-jawa banten), selatan (malingping, pandeglang - sunda banten). Nah, asli saya berasal dari bagian selatan, malingping. Sehingga bisa dikatakan merupakan UBA (Urang Banten Asli).

Mengenai istilah urang Banten. Seiring berkembangnya perpindahan penduduk dari satu daerah kedaerah lain (akibat perkembangan ekonomi), istilah urang Banten kemudian coba untuk diredefinisi (diterangkan ulang). 

Point pentingnya adalah Apa dan Siapa Orang Banten?

Untuk menjawab hal tersebut, pada suatu kesepakatan para sesepuh Banten (yang tergabung dalam PUB -perkumpulan Urang Banten- ketua: mantan ketua KPK Pak Taufikurahman ruki), melakukan kajian dan membentuk kesepakatan. Hasilnya, Orang Banten adalah Siapapun yang berdomisili di Banten, dengan catatan : memberikan kontribusi positif terhadap Banten. Salah satunya dengan cara melestarikan budaya Banten, serta menghargai kearifan lokal Banten.

Pertanyaan selanjutnya adalah Untuk apa belajar budaya?

Budaya adalah hasil cipta karya rasa manusia yang bertujuan menciptakan masyarakat beradab (madani). Apa itu beradab? Sederhananya: saling menghargai dan menghormati antar individu, dan mampu menempatkan hak dan kewajiban sesuai porsi masing-masing, di lingkungan sekitar. Memperbesar 'kemaluan', memperkecil ego dan arogansi/keangkuhan.

Apakah hasil kongkritnya, apa bisa dituker jadi duit? Bisa! Tapi, nanti setelah kita bisa menggunakan jaringannya dengan tepat dan tentu setelah bisa menggunakan cara-cara yang beradab. Agar kita semua tidak sekedar dijadikan objek dimintai sumbangan, pembagian sembako  calon dewan, atau korban janji pengaspalan jalan lingkungan (yang notabene itu merupakan sudah kewajibannya).

Bapak/ibu yang saya hormati

Saat ini sudah hadir bersama kita salah satu budaya Banten (disebut warisan budaya tak benda) yaitu pencak silat. Yang dipimpin oleh ...... dari perguruan .....

Selanjutnya, saya persilakan pak RT untuk memberikan sambutan, kemudian dari unsur pencak silat, untuk sedikit menerangkan tentang pencak silat dan perguruannya ini.

Demikian, kurang dan lebihnya mohon maaf.

Wasw.wr.wbr

Sampurasun....

Kamis, 02 September 2021

DKM

Terjun ke masyarakat pun akhirnya jadi mendalam. Tak bisa setengah-setengah. Susahnya jadi orang koleris yang kuat (kepemimpinan) sekaligus orang melankolis yang sempurna (keteraturan sistem). Melihat kondisi yang 'ngacak' mau tidak mau jadi tertantang untuk ikut membenahi. Ruwet? Memang. Bisa cuek saja? Bisa kalo memang seperti dulu yang hanya numpang tidur doang d rumah. Tapi, kalo saat ini ikut ngaji dimesjid, rasanya agak susah untuk membiarkan yang tidak pas didepan mata dengan kecuekan.
Lagi-lagi masalah leadership dan manajerial.
Klasik di RT,RW, artesis: ya, karena orangnya itu-itu saja.
Banyak egonya, kurang bijaknya, tapi ingin diakui dan eksis -- beberapa parah, memanfaatkan uang yang sedikit didalamnya.

Miris.

Sebelum lupa, saya akan bagi pikiran tentang ke DKM an.

1. Hendaknya pemilihan ketua DKM dilakukan secara musyawarah mufakat dalam forum khusus (jangan dipilih ala ala demokrasi one man one foot). Itu tidak tepat, karena kita tidak punya jaminan, yang terpilih sebagai yang paham akan nilai agama. Yang ada konflik kepentingan, membesarkan ego dan semakin jumawa.

2. Peserta pemilihan adalah ustadz dan tokoh-tokoh yang mumpuni.

3. Sebelum dilakukan pemilihan ketua, hendaknya dirumuskan visi dan misi dari DKM. Diciptakan garis besar program. Agar siapapun yang terpilih menjalankan program tersebut dan tetap didukung oleh semua pihak. Hakikatnya, ketua DKM itu nanti bergantian, karena orangnya itu-itu saja.

4. Sebaiknya ketua DKM jangan level ustadz yang berdakwah atau membimbing pengajian, agar terhindar dari urusan ruwet yang berkonflik. Agar mereka tetap fokus dalam urusan pendalaman agama dan pengajaran. Sebaiknya cukup ditunjuk bukan pada level ustadz yang mengajar, tapi yang ahli dalam manajerial.

5. Dalam hal ustadz yang ngajar ditunjuk menjadi ketua DKM, sebaiknya ditunjuk juga ketua harian yang memang urusannya dimasalah teknis. Kedudukan ketua DKM tetap menjadi ketokohan dan terjaga nilai agamanya.

Demikian, sadar atau tidak sadar, kita tinggal di Banten dengan kearifan lokal keagamaan yang kuat (daerah tengah dan selatan).

Strata tertinggi di Banten (pada level masyarakat umum tidak formal) tetap dipegang oleh ulama, kemudian disusul oleh jawara, pegawai, dan masyarakat biasa.

Praktik keagamaan lebih cenderung ke ASWAJA yang ke - Nu -an. Kyai-kyai 'kampung' dengan kitab kuning merupakan kearifan lokal pengakuan yang tinggi.

Jadi, mau tidak mau. Dikomplek yang heterogen ini harus tetap ada bentuk utuh, sebagai bahan pertimbangan untuk kedepan.

Terima kasih.

*Rikigana