Kamis, 24 November 2022

www.regest.wordpress.com

Adeuh .. gara-gara kemudahan menulis di wordpress (ada aplikasi untuk android hp), saya jadi banyak update disana. 

Blogspot sedikit terlupakan. Tadinya disana hanya untuk keilmuan, tapi karena mudah dan tampilan bagus, akhirnya semua saya masukkan disana.

Yowes...

Bagi yang ingin baca dan melihat, kunjungi https://regest.wordpress.com/

Terimakasih

Sabtu, 12 November 2022

SEDERHANA YANG RUMIT


Kadang saya males mikir yang rumit-rumit. Complicated. Lebih enak mikir sederhana "sakadeuleuna."

Misal, saya tak habis pikir kalo maen ke kampus (yang): Kok toiletnya masih parah, ya? Kok parkirnya masih saja acak-acakan? Kok layanannya tidak beorientasi kepuasan pelanggan? Kok bangunannya tidak mencerminkan standar K3? Kok sampah masih dimana-mana? Kok budaya feodalnya gak hilang-hilang?

Kok..kok..kok..?!

Padahal, bukankah teori-teori itu (yang katanya disertai praktek) diajarkan disana? Padahal, bukankah banyak ahli dengan gelar mentereng disana? Padahal, berderet acara bombastis disana (ngebahas isu-isu tersebut)? Padahal banyak ahli dari sana yang 'show up' dimedia?

Lagi-lagi saya berpikir sederhana.

Kok bisa begitu, ya? Rasanya jadi kontradiktif. Kayak ngajarin anak jangan ngerokok, tapi bapaknya ngerokok depan anaknya. Ngajarin anaknya untuk sholat, bapaknya gak pernah sholat. "Anak kencing berdiri, bapak kencing berlari."

Memang, Knowledge dan Skill itu perlu, tapi attitude lebih utama. Mahasiswa selalu dijadikan objek, dijejelin teori, tapi ditutup matanya biar tetep memakai kacamata kuda. Diruang kuliah, banyak dongeng tentang ideal, di ruang kenyataan, banyak hal yang bertentangan.

Ah, baiknya tulisan ini jangan diteruskan. Jadi gak sederhana lagi. Mending kita makan, di rumah makan sederhana, yang kenyataannya (juga) tidak sederhana.

Sungguh hidup ini tidak bisa hanya dengan pemikiran sederhana. 😂

__

Serang, 11 Nov 2022

Riki Gana S

Jumat, 21 Oktober 2022

MBAK NANA



(RELATE - UNRELATE)

Saya selalu ketinggalan info rame. Yang lagi trending. Yang lagi happening. Yang sebetulnya bisa digoreng dalam tanggapan berbentuk tulisan.

Sebetulnya kadang saya juga meninggalkannya, sengaja; satu sisi karena malas, lainnya untuk menghindari atensi yang berlebihan.

Ini bukan soal resesi 2023 atau mundurnya PM Inggris.

Ini menyoal perkataan mba Nana (Najwa Shihab), yang waktu itu sangat viral, tentang gaya mewah (oknum) polisi & keluarganya -- pada konteks kasus Pak Samba.

Dalam satu fragmen, mba Nana bicara (kurang lebih): "kita sebagai publik tahu dan bisa berhitung, berapa gaji mereka, tunjangannya, dll nya. Mereka kan pegawai pemerintah: mau Polisi, TNI, PNS, pegawai BUMN, BUMD, semua menggunakan uang rakyat, uang dari rakyat yang dibayar dari pengumpulan pajak-pajak masyarakat, dari kelas pengusaha kakap sampe kelas masyarakat bawah (misal: buruh tani). So, mereka tidak layak bergaya seperti itu, dapat uangnya dari mana? Aneh kan? bla-bla-bla...."

Sebetulnya saya setuju. Tapi, saya punya perspektif lain (secara umum), terutama dari latar belakang daerah kami;

Asal anda tahu, Mba Nana. Tidak semua yang jadi 'orang' itu awalnya dari keluarga seperti Mba Nana, yang lahir dari keluarga kaya-terdidik dan punya privilege.

Ungkapan anda sangat tidak relate dengan kami -- kaum urban pencari 'harta, kuasa, dan tahta'.

Kami adalah orang2 kampung di ujung barat pulau jawa, tepatnya agak 'belah' kidul (kalo dari skup wilayah provinsi). Kami adalah orang2 marjinal, yang dulunya tidak mendapatkan atensi lebih oleh lingkungan. Kami orang miskin, tidak berpengaruh, dan selalu menjadi objek orang-orang gedean.

Sebagian kecil dari kami adalah orang-orang kelas menengah keatas (untuk ukuran orang kampung). Yang juga harus mempertahankan gaya mewah kami. Untuk tetap diakui. Untuk tetap dihormati.

Mba Nana gak perlu heran.
Bagi kami yang (sebetulnya) pendapatannya pas-pasan, penghasilan tambahan (yang lebih besar) itu suatu keharusan. Tidak peduli dengan cara apapun. Mau ngempit mau ngutang, yang penting apa yang bisa kami mainkan, ya kami mainkan. Halal-haram itu soal kesekian. Setiap ada peluang, disitulah ada 'jalan'.

Mba Nana juga perlu tahu:
(saya akan bicara fenomena, bisa jadi ini fakta).

Menjadi pegawai negeri sipil, aparat polri-tni, pegawai pemerintah atau turunan2nya, merupakan cita-cita yang 'dipaksakan' orang tua di daerah kami; satu sisi sebagai jalur aman masa depan anak, satu sisi sebagai simbol pengakuan dimasyarakat.

Apakah salah? Tentu tidak (pada awalnya).
Mungkin agak kurang tepat. Karena bisa salah memahaminya. Terutama ketika timbul mindset yang mendorong hasrat untuk bermewah-mewahan (sebagai simbol kesuksesan). Yang mendorong orang untuk bersikap bablas, diluar kemampuannya.

Misal: diera medsos saat ini (dimana umumnya orang2 kampung kamipun maen sosial media), kami berkewajiban untuk update dengan gaya-gaya hedon, supaya dilihat oleh temen2 sekolah, tetangga2 di kampung, sodara2 jauh yang julid; status ini sangat penting bagi kami! Kami harus terlihat mewah! Kalo tidak, kami masih dianggap sebagai orang gagal..

Mba Nana juga pasti nggak tahu,
semenjak sekolah menengah dasar, kami sudah disuguhkan gaya-gayaan. Kami sengaja menciptakan kesenjangan. Biar jelas mana yang kelas bawah, mana yang kelas menengah keatas. Kami didukung oleh keluarga kami. Saat ada kenakalan remaja, sangat jarang kami melihat wujud kebijaksanaan dari para orang tua. Banyaknya kami didukung, untuk menjadi arogan: "Eta gagah! Anak Aing!".

Mba Nana...
Bagi kami, mendengar ungakapan: jika ingin menjadi pns, tni-polri, pegawai itu butuh sogokan, itu hal yang sangat lumrah! Dan biasa-biasa saja; biasa kami obrolkan di warung kopi, pos ronda, pasar, atau dipengajian2 desa/kampung.
Malah lebih ekstrim, kemampuan menyogok, menjadi sebuah kebanggaan para orang tua sebagai wujud 'kemampuan ekonomi' (sebagai pembeda dengan kelas lainnya).

Dilain sisi, Mba Nana...
Di daerah kami itu masih banyak generasi 'sandwich', yaitu kelompok usia dewasa yang harus menanggung hidup tiga generasi, yaitu orangtuanya, diri sendiri, dan anaknya. Tak jarang sandwich ini, juga harus menanggung hidup anggota keluarga besar lain, seperti saudara, baik dari pihak istri/ibu ataupun pihak ayah/suami.
Nah terus, uangnya dari mana..?!

Mba Nana...
Latar belakang sosiologis kami begitu kompleks. Untuk itu, demi kebaikan bersama, mending tarik ulang pernyataannya. Biarkanlah kami merajalela!

Saya rikigana, tidak siap DISOMASI!
😄🙏
___
Serang,
Jum'at, 21.10.022

Minggu, 02 Oktober 2022

TRAGEDI BOLA MALANG

 Waktu saya kecil, dikampung, menyaksikan orang gulet saat tarkam bola itu biasa. Polanya sama:  kalah, marah, provokasi, pendukung tawuran. Kadang berlanjut sampai tawuran antar kampung/desa. Malahan saya pernah menyaksikan, ada orang adu tarung pake golok, sampai bacok-bacokan. Tapi tak pernah ada yang meninggal. Selalu ada ujung yang baik, didamaikan oleh para tokoh (tetua) dan kemudian clear. Sangat sederhana. Tanpa pengamanan ekstra. Tanpa sistem dan tanpa  bla...bla...bla...


Skala besar, perputaran uang besar. Pasti ada standar. Pasti ada prosedur. Pasti ada sistem yang establish. Secara utuh. Tak mungkin ecek-ecek.


Saat ada tragedi dan kejadian luar biasa ini (menewaskan lebih dari 100 orang), saya yakin pasti ada keliru akut. Bukan sekedar human error.

Apakah itu? Hanya Tuhan dan mereka yang tau!

__

Turut berduka untuk tragedi di kanjuruhan Malang. Doa terbaik terpanjatkan untuk para korban. Aamiin YRA.

Rabu, 07 September 2022

Garut 2022 (Rencana Hijrah)

Saat ini, saya kira perlu menetapkan langkah, meninggalkan masa lalu, untuk menatap masa depan dan menyusun ulang 'pesan' kehidupan, tanpa beban dan bayang-bayang waktu yang sudah berlalu.

Semoga sukses menghampirimu.

Bismilah

Senin, 08 Agustus 2022

Masyarakat (Lagi)

Alhamdulilah, saya sudah tepat 36 tahun di 23 juli 2022 kemarin. Rasa-rasanya mulai matang, minimal dari segi pemikiran dan kebijaksanaan (walau tetap harus di upgrade). Kesibukanpun termanage dengan baik, keuangan demikian -- hanya keliatannya masih harus memperbesr pendapatan untuk mencukupi semua (apalagi belum tergambar untuk pensiun).

Kita tidak hendak bercerita tentang saya.

Ini tentang masyarakat lagi, yang menurut saya semakin masuk semakin menarik (tapi ingat, pembaca, semisal belum siap, jangan terlalu masuk di dalamnya, karena bisa terjadi kejenuhan, banyaknya bersifat teknis dan tidak membuat berkembang secara umum, takutnya nasuk dalam kubangan dan menjadi bosan).

Setelah saya memegang artesis (air yang dikelola sendiri, sudah berjalan 2,5 tahun dan ini di periode selanjutnya untuk 2 tahun kedepan -- s.d juli 2024), seperti yang sudah saya bilang, saya coba merambah konsep ke kegiatan2 berikutnya. Salah satunya yaitu melahirkan satuan tugas penanganan duka cita. 

Tentu saya tidak sendirian, terhitung ada 3 atau 4 orang yang membantu pelaksanaan ini (sebagai think tank). Sudah berjalan sekitar 3 bulan, ada yang sudah ditangai juga. Sejauh ini penanganan secara teknis (saat ada orang meninggal) oke, tapi dari sisi pengelolaan (terutama dana masuk dan dana keluar) masih belum oke, terutama tim teknis yang jalan untuk mengumpulkan dana dari warga (5000 per KK) masih sangat acak-acakan, asal-asalan. Struktur yang dibuat pun tidak dijalankan. Tapi, karena ini di masyarakat (tidak ada kompensasi apapun, kecuali kesadaran sendiri) maka tidak banyak yang bisa kita perbuat, tidak bisa nekan tim tersebut, hanya cukup tau saja bahwa orang-orang tersebut memang belum mampu untuk mengemban tugas.

Akhirnya, mau tidak mau harus kembali di rekatkan. Diambil alih, Diubah manajemen dan timnya. Karena jika dibiarkan akan timbul masalah yang lebih besar. Kepercayaan masyarakat menurun. Maka harus dilakukanlah apa yang dinamakan TRIMING (pemangkasan untuk menjadi lebih baik).

Alhasil, saya kembali melakukan hal teknis, keliling dari rumah kerumah untuk mengumpulkan iuran.

Tidak mengapa, justru jadi ada pengalaman menarik dan mengetahui karakter dari masing-masing warga yang menghuni perumahan bersubsidi ini.

Saya baru sadar, dan tau, bagaimana orang-orang yang menghuni perumahan, tergambar dari karakter saat dimintai iuran: begitu heterogen. Luar biasa. Tergambar dari cara berkomunikasi dan bersikap. Ada yang memang terlihat berpendidikan, Ada yang tidak, ada yang berattitude bagis. Ada yang tidak, Ada yang norak (ingin kelihatan hebat), dan ada yang low profil. Luar biasa. Say baru teradar bahwa ilmu sosiologi itu penting dan begitu harus berkembang.

Harus sabar, dan harus melatih kesabaran, terutama untuk saya yang biasanya ingin segalanya dilakukan sistematis dan dilaksanakan dengan segera sesuai rencana.

Ini beda kondisi, bukan di dunia kerja.

Sementara demikian,

Selamat pagi di hari senin ceria.

(Riki Gana)

Minggu, 17 Juli 2022

Kekuatan dan Kelemahan

Malam ini sebelum tidur, saya merenung.

Kebetulan betul-betul mata tidak mengantuk.

Saya teringat saat sesi wawancara ordinary saat ingin memasuki sebuah klub seni calung/angklung di sebuah museum di Bandung (kenapa saya ikutan? Karena saya begitu penasaran dan menikmati seni sunda).

Tentu ini bukan wawancara pertama, bahkan saya pun biasa mewawancarai orang. Ungkapan :" apa kelemahan dan kekuatan/kelebihan anda?" Merupakan hal yang biasa dan sangat2 umum. Hanya saya baru menyadari secara mendalam kalo dulu hanya menjawab hal tersebut sering bercampur dengan retorika agar terlihat bagus dan tentu bisa di terima (bukan tidak jujur).

Ternyata, kelemahan dan kekuatan saya yang sebetulnya adalah sistematis perfeksionis (kata lain suka mengatur orang secara sistematis dan detail).

Kelemahannya: setiap masuk dalam organisasi atau melihat sesuatu yang tidak pas dan teratur, pasti saya akan terpanggil untuk mengaturnya (menciptakan sistem2, dll), ini yang menimbulkan gesekan dengan orang yang sangat status quo (apalagi ada maksud pribadi/uang untuk dirinya kalo sesuatu itu di benahi). Akhirnya, timbul friksi, dan ada tekanan tersendiri (bukan karena orangnya) khususnya di kepuasan diri sendiri. Saya merasa kacau dan agak tertekan dengan hal yg lambat dan belum bisa diatur tersebut. Saya cenderung tegas, jika dirasa itu memang benar dan harus dilakukan, dilain sisi, orang sangat tidak suka berkelompok dan kemudian mereka coba memusuhi. Akhirnya keharmonisan terganggu.

Kekuatannya: perfeksionis ini membuat saya menjadi kuat dalam hal leadership dan manajerial. Hampir bisa dipastikan, ketika saya mengatur, tidak pernah ada yang menyanggah (kalopun ada secara terbuka, bisa diselesaikan dalam diskusi). Sehingga, semua visi,misi,tujuan seringnya selalu tercapai. Dan hasil akhir itu selalu membuat saya merasa bangga dan dihargai oleh diri sendiri.

Melihat dua hal tersebut, tentu ada ancaman dan peluang. Akhirnya, malam ini saya coba internalisasi untuk mendapatkan cara untuk mengatasinya (strategi). Poin utama strateginya adalah harus mampu memilah dan memilih mana yang harus dimasuki mana yang tidak. Juga harus bisa memosisikan diri. Saat kapan menjadi ini, saat kapan menjadi itu. Tak perlu semua perfect, tapi menyampaikan tidak apa-apa. Tidak harus di semua aspek terlibat. Harus memilih aspek mana yang prinsip untuk bisa dimasuki, dan mana yang tidak. Saat kapan harus jadi pemain, dan saat kapan harus jadi penonton.

Demikian

* Rikigana


Mei - Juli 2022

Menulis, dalam satu sisi, menjadi obat bagi saya. Obat untuk men deliver sesuatu hal yang di pikirkan. Agar tertata dengan baik. Agar satu persatu yang di pikirkan bisa diselesaikan. Sehingga bisa tidur dengan nyenyak.

Sehingga, saya ingin, maka saya nulis.

Saya kira perlu, maka saya tulis.

Rentang waktunya memang lumayan jeda, dari maret baru menulis kembali di pertengahan Juli.

Karena, semua rasanya hanya berbentuk aktifitas rutin yang memang cukup menyibukan, diantaranya:

Dalam pekerjaan, per juni 2022, sebagai dosen tetap di politeknik krakatau, saya dipercaya untuk memegang jabatan struktural di kampus (ketua program studi bisnis digital), di kegiatan pendampingan umk (sebagai nukula konsultan) lumayan disibukkan dengan mendampingi (menjadi trainer)sekaligus juga berlatih/training tentang berbagai jenis pendampingan umk: halal, bpom, cyber, dll). Jadi, lumayan padet dan melelahkan. 

Dikemasyarakatan saya cukup banyak terlibat, dan sejujurnya malah sebagai inisiator yang melahirkan konsep2 kemasyarakatan yg baru, ditambah merapikan organisasi2 yang ada. Di kematian dan lingkungan, saya buatkan organisasi LSO secara khusus, di DKM saya buatkan peraturan organisasi (tatib) untuk pemilihan ketuanya dan masih harus terlibat juga dalam pembenahan program dan pelaksanaannya. Di artesis, alhamdulilah  sdh berjalan, hanya rutinitas yang memang dengan waktu pasti untuk dilakukan.

Dikeluarga, alhamdulilah dua bulan ini banyak momen tercipta: di Juni 2022 anak yang bungsu (dede rajendra) selesai bersunat (jadi sudah selesai tugas untuk bersunat dua anak laki2), selanjutnya anak-anak mulai sekolah -- haura naik kelas 4 sdit, sakha masuk sekolah kelas 1 sdit, dan rajendra masuk paud (semua diusahakan sekolahnya sama, maksudnya adiknya mengikuti sekolah bekas kakaknya).

Begitulah aktual kesibukan di maret - jul.

*

(Riki gana)

Senin, 23 Mei 2022

Garut 2022

Selamat pagi, saat lg duduk di toilet hotel tulisan ini dibuat (jangan ditiru) 😄

Saat ini saya berada di garut, di hotel santika, bersama keluarga.

Alhamdulilah, ini kalo kedua ke garut, masih tetap sama, suasananya 'matak kairut.'

Perjalanan kami dimulai di sabtu pagi, dari serang. Sehari langsung menuju Bandung (Istri seminar Notaris Pembuat Akta Koperasi, saya dan anak2 menjelajahi museum Geologi Bandung).

Menginap semalam di Grandia hotel cihampelas, minggu siang kami berangkat ke Garut.

Selain main, agenda utama di Garut adalah silaturahmi istri dengan pengurus ikatan notaris indonesia (INI) daerah Garut; sekaligus ambil salah satu buku kenotariatan.

Saya dan anak-anak menemani: banyaknya anak-anak berenang. Yang ternyata airnya anget, karena dihotel santika ini ternyata berada di jalur air panas alami drajat daerah garut.

Luar biasa. Saya selalu menikmati cuaca di Garut. Enak dan nyaman. 

Kendala mungkin hanya minor. Saya menuju garut. Di jalan raya bandung - garuy di tutup polisi. Akhirnya masuk perkampungan yang jalannya hanya cukup satu mobil. Was-was. Tapi cukup terobati dengan pemandangan kanan kiri yang asri: sawah dengan latar belakang gunung cikuray.

Rencana kita pulang senin siang, setelah semua urusan usai.

Semoga saat kesini lagi, tol Getaci (gede bage tasik cilacap) sudah jadi, sehingga bisa lebih cepat dan tidak ada lagi penutupan jalur yang membuat kami blusukan ke kalan tikus.

Demikian.

Garut, 23 Mei 2022

*rikigana

Sabtu, 14 Mei 2022

Satgas Ribet

Hidup dimasyarakat, di lingkungan yang serba nanggung itu, seru-seru ribet.

Lingkungan saya perumahan subsidi. Orang-orangnya serba nanggung, dan banyaknya masih butuh pengakuan (baik secara harta maupun penghargaan). Lingkungannya itu tidak homogen, lebih banyak kompleksitasnya (secara ekonomi maupun pendidikan kemasyarakatan).

Tidak heran, jika segala sesuatunya: Ribet!

Lama paham, dan bahkan yang paham pun ego ingin keliatan keberadaannya.

Yang masih tanda tanya dalam pikiran: Apakah ini terjadi di seluruh perumahan bersubsidi dan kampung? Atau memang dikomplek itu demikian.

Tapi, sepengalaman saya hidup dikampung, fenomenanya hampir sama. Sepengalaman saya tinggal di komplek elit, fenomenanya beda -- lebih banyak cueknya dan masing-masing asal kebutuhan dasar lingkungannya terpenuhi (misal sampah ya tinggal bayar, garibet).

Saya sudah akan 3 tahun pegang pengeloalaan artesis, dan alhamdulilah sudah mulai tertata secara teknis dan manajerial -- sudah cenderung kondusif, tidak rame lagi debat kusir yg tidak berdasar. Alhamdulilah, yang awalnya begitu acak-acakan, penuh penolakan, gontok-gontokan (karena ada uangnya), sekarang sudah terlihat baik sesuai dengan relnya. 

Kata kunci penyelesaian adalah dengan sistem; baik sistem manajerial, teknis dan tentu saja leadership.

Nah, tenyata ketika terjun dan membereskan artesis tersebut, saya banyak menemukan, bahwa tidak hanya artesis, tetapi keorganisasisan masyarakat yang lain pun demikian (rt,rw,dkm) -- ada kubu2an, ego-egoan, kepentingan yang sebetulnya sangat kecil dan mendasar untuk diri dan kelompok. Karena tadi tidak ada sistem yang dibangun secara utuh.

Ini berakibat buruk, karena hal yang paling dasar sekalipun, tidak terurus dan ada pembiaran (banyaknya ribut diteknis dan gontok-gontokan). Misal dalam keamanan,ketertiban,keindahan yang semua berkaitan dengan lingkungan hidup, itu tidak jalan atau jalan secara parsial ke rt an. Sehingga, masih banyak ditemukan got mampet, pengangkutan sampah tidak pas, fasum tidak ada yang ngurus, jalan acak-acakan, dll (rw tidak punya peranan kuat dan konsep untuk membereskan hal ini--krisis leadership). Selanjutnya, tentang penanganan kematian dan kuburan, masih belum tersentralisir di ke rwan, sehingga keluarga duka masih menanggung biaya yang sangat besar (padahal ini bisa ditanggung renteng oleh seluruh warga se rw dengan pengelolaan yang baik), belum lagi mengenai posisi penguburan yang asal, sehingga posisi makam acak-acakan, seenake udel untuk posisi.

Berangkat dari hal tersebut, saya buatkan konsep satuan tugas dilingkungan. Satgas merupakan adhoc, adhoc adalah organisasi khusus yang dibentuk untuk bergerak cepat menyelesaikan permasalah sampai suatu saat berjalan dengan baik.

Ada dua satgas yang saya bentuk (dan diusulkan di ke rwan): satgas K3 (yang merupakan pergantian dari satgas covid), dan satgas penanganan duka cita.

Alhamdulilah, masih ada tim yang mau dukung dan menyetujui usulan saya (rt.4 dan ketua rw.16). Untuk satgas K3 karena sudah lebih dulu terbentuk, cenderung berjalan lancar.

penolakan atau keribetan, justru di satgas duka cita, dan datangnya dari beberapa ustadz, dan itu sifatnya tidak prinsip; misal masalah nama, dll yang sangat parsial. Bukan sisi prinsip fiqh misalnya. Jadi, justru ini memperlihatkan adanya ego dan ingin diakunya segelintir orang (ustadz) tersebut. Jadi, seolah berprinsip, kalo bukan ide dari dia itu salah. Yang jadi masalah, sudah terbukti mereka tidak bisa menjalankannya -- buktinya ide dari mereka pengurusan yang katanya harus di dkm, sampai saat ini tidak terealisasi dengan baik. Malah cenderung acak dan abai.

Ini problem!

Dan problemnya ada di orang-orang yang menurut saya oknum yang kadang berlindung di lembaga dan sebutan yang sholeh (dkm dan ustadz). Seolah titahnya merupakan jaminan akherat. Ini membuat jelek citra lembaga dan nama.

Lantas apa yang harus saya lakukan?

Tetap go a head. Jalan. Mungkin akan cape lagi karena harus terjun langsung. Tapi setidaknya tidak sendrian, beda dengan artesis dulu, sekarang sudah ada tim yang dulu juga kurang lebih begini, menolak tapi setelah jalan kemudian mereka baru sadar dan mengamini.

Tantangannya karena dikaitkan dengan agama, ini yang akan lama secara struktural, karena mereka merasa lebih soleh dibandingkan saya-- yang kadang2 ke mesjidnya. 😄

Demikian,


Serang, 14 Mei 2022

*Riki gana


Rabu, 11 Mei 2022

SIBUK GA SEMPET

Luar biasa aktifitas.

Sampai lupa sebulan lebih tidak buat catatan disini. Tapi, memanh agak tricky ngeblog saat ini, karena begitu menjamurnya medsos -- blog kalah cepat dan kalau fleksible dibandingkan medsos lainnya. Misalnya saja facebook. 

Di facebook, kegiatan banyak tercatat secara real time. Karena mempostingnya mudah. Gampang. Seinget yang ada dipikiran langsung di post. Tak perlu ribet kayak blog ini.

Hanya positifnya blog ini terasa lebih privasi. Karena sdh mulai jarangnya orang menggunakan blog. Yang bacanya pun jadi sedikit. Jadi, agak lebih leluasa untuk bicara atau menulis apa adanya. Tak perlu edit-editan.

Kembali ke aktifitas, yang realtime, memang saya tulis di fb. Sebagai pengingat. Sehingga blog ini agak terbengkalai.

Tapi baiklah, saya akan resume yang ingetnya, apa saja kegiatan yang telah dilakui tersebut:

1. Nidn saya sebagai dosen tetap negara sudah keluar, posisi di manajemen relasi industry. Artinya, langsung ataupun tidak, saya sekarang sdh syah dan jelas sebagai pendidik/dosen. Sama dengan istri, nidn dia pun keluar. Akhirnya kita jadi berdua sebagai dosen.

2. Saya berhenti mengajar di SMK niat pengabdian ternyata disalah sasarankan oleh yang berwenang; agar miris, tapi ya begitu lingkungannya, tidak bisa protes. Lebih baik keluar.

3. Dimasyarakat saya leading untuk bikin satuan tugas K3 (untuk ngurus lingkungan), satgas penanganan duka cita (untuk ngurus yang meninggal dunia), dkm (tatib pemilihannya) dan juga sebentar lagi berkecimpung untuk 'ngebenerim' manajerial rw disamping yang sudah saya pegang rutin di paguyuban artesis 34. Cita-cita saya berbagi untuk menuju masyarakat madani dilingkupi dengan nilai2 kesadaran sehingga suasana menjadi nyaman dan kondusif.

4. Saya masuk menjadi anggota golkar, di kta serang, maksud dan tujuan untuk belajar. Jika selama ini cenderung 'membenci' politik praktis. Saya jadi kepikiran, kenapa harus benci, kenapa ga masuk aja dan belajar didalamnya, supaya tercipta pemahaman yang holistik.

5. Alhamdulilah, lebaran idul fitri 1443 H, berjalan dengan lancar, baik ekonomi, maupun sosial.

6. Kuliah insinyur sudah mau lulus. Tahapan saat ini penulisan log book untuk bahan jurnal international. Semoga lancar, bulan juli 2022 sudah bisa wisuda dan menyandang gelar ir.

7. Rencana kuliah S1 manajemen, agar linier dengan S2 nya, karena profesi saya sekarang sebagai dosen, jadi harus menyesuaikan. Rencana kuliah di UT serang.

8. Setelah lulus S1 berencana untuk kuliah S3 menggunakan beasiswa, syukur bisa diluar negeri, target di brunai darusalam atau turki.

9. Jelajah museum dan sajarah banten berjalan sebagai mana mestinya.

10. Kantor istri berjalan dngan baik.


Demikin sementara.


Rikigana

Rabu, 02 Maret 2022

Isro Miraj 2022

 

Sambutan di mesjid Alikhlas TMI 1

Bismilahirohmanirohim

Assalamualaikum wr.wbr

Inalhamdilah nahmaduhu wanastainuhu wanaudubilahi mingsururi angfusina wasyaiati angmalina pala mudilalah wama yudlilhadialah lailahailawloh muhamad abduhu warosuluh. Ama ba'du.

Yth. 

Tuan rumah: ketua dkm pa ustadz wawan beserta jajarannya.

Ketua panitia pa ust sarnama dan kelengkapannya.

Para dewan ustadz mesjid al-ikhlas dan mushola al-hidayah

Bapak-bapak pengurus rw.16

Bapak-bapak ketua RT 1 s.d 6

Bapak-bapak satgas k3&lh rw.16

Bapak-bapak pengurus artesis 34 & 1256

Yth. Bapak qori bpk ustadz maksum & Almuqarom kh aliudin (ust.rawing) yang telah hadir ditengah-tengah kita. Bapak/ibu, sekedar info, saya sebagai orang banten kidul dan remaja 80-90 an, kalo di sebut nama Rawing, jadi inget dongeng sandiwara radio dulu -- yang ngehits dijamannya, dibawakan oleh wakepoh. Nah judulnya itu si RAWING. Jadi, dr tadi sy merhatiin pa ustadz dan serasa bernostalgia di zaman itu. Hehe... Mungkin nanti pa ustadz, jika berkenan, bisa cerita kenapa bisa di panggil rawing. 

Yth. Bapak/ibu/sdri/i para remaja dan anak-anak jamaah masjid al-ikhlas dan mushola alhidayah dilingkungan rw.16 yang telah hadir di tempat yg berbahagia ini dalam rangka menghadiri peringatan isro mi'raj di rw.16.

Bapak/ibu hadirin sekalian

Perkenalkan saya Riki Gana S, yang dalam kesempatan kali ini mewakili pa ketua rw.16 (yang berhalangan hadir karena sakit), tapi saya bukan dalam kapasitas menggantikan sebagai RW; kapasitasnya adalah menggantikan sebagai ketua satgas K3LH di lingkungan rw.16.

Sedikit informasi, bapak ibu sekalian, satgas  k3lh merupakan organisasi adhock dilingkungan rw16.  Adhock adalah organisasi dibawah ke rw an yang menangani topik khusus. Dalam hal ini k3(kebersihan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup).

Awal mulanya satgas ini di bentuk khusus untuk penangan covid. Bulan juli 2021. Pada saat awal pandem covid19, satgas kita menjadi orgnisasi percontohan di lingkungan kelurahan kaligandu (percontohan rw-rw yang lain). Hal ini dikarenakan satgas covid 19 rw16 berhasil menangani warga pada era pandemic covid 19 di awal-awal (sebelum vaksin). Kita data semua yang kena covid, kita supply makan yang isoman sampai betul-betul sehat. Tercatat lebih dari 40 warga yang kita tangani. Alhamdulilah semua sampai sembuh. Kemudian selanjutnya kamipun mengadakan kegiatan vaksinasi untuk warga (saat ini sdh vaksin kedua). 

Dari mana dananya? Ini yang sangat membahagiakan, dana nya terkumpul dari seluruh warga rw.16 (yang dikoordinir oleh masing-masing rt), terus dari organisasi2 yang ada di rw 16: dkm alikhlas, mushola alhidayah, artesis34, artesis1256, dan dari pihak-pihak yang bersedia sambungrasa demi penanganan wabah tersebut. 

Sekali lagi ini membahagiakan. Ini mematahkan mitos, bahwa biasanya hidup dikomplek itu hidup yang individual (masing-masing), tapi nyatanya di TMI 1, khususnya di RW.16 ternyata kita mampu hidup guyub dan saling bantu membantu satu dan yang lainnya. 

Bapak/ibu hadirin sekalian..

Seiring berjalan waktu, alhamdulilah covid mereda. Tapi, karena dirasa masih dibutuhkan, satgas tidak kita bubarkan. Kita buat cakupan yang lebih luas. Namanya menjadi Satgas K3LH tugasnya meliputi kebersihan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup di lingkungan rw.16 (yang didalamnya masuk pula penanganan covid).

Bapak ibu hadirin sekalian...

Tema pada kegiatan ini adalah: "dengan hikmah isra miraj kita tingkatkan KUALITAs ibadah menjemput ridha Alloh SWT".

Tema ini luar biasa, ada kata kunci yang menarik: KUALITAS ibadah. Kualitas adalah mutu, kuantitas adalah jumlah. Biasanya kualitas akan tercapai ketika kuantitas sudah tercapai. sehingga jika kita rajin ibadah, maka harapannya kualitasnya meningkat. Dan dengan meningkatnya kualitas ibadah harapannya kita dapat ridho dari Alloh SWT. 

Bapak ibu hadirin sekalian...

Seperti yang kita ketahui, isra Miraj merupakan perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW. Kenapa dikatakan Spritual? Karena ini menggambarkan kualitas perenungan, perjalanan dan kenaikan seorang nabi muhamad SAW. Dan puncak dari peristiwa ini adalah diwajibkannya sholat 5 waktu bagi seluruh ummat islam.

Pertanyaannya sekarang bagaimana kualitas sholat kita? Tentu, Jawabannya ada didiri masing-masing. Yang pasti, jika bicara kualitas yang ideal. Dipandangan saya (koreksi jika saya salah pak kyai), kualitas sholat harus tercermin pada kehidupan kita sehari-hari, sehingga mempunyai dampak positif baik bagi diri sendiri maupun masyarakat (bukan hanya sekedar ritual, tapi bukan berarti tidak sholat juga ya). 

Contoh? Salah satu syarat syahnya sholat suci dari hadast besar, kecil,najis dll. Jika kita maknai secara luas bisa diartikan sebagai bersih diri dan bersih lingkungan. Dan Lingkungan, dalam konteks sosial kemasyarakatan, bukan terbatas hanya pada mesjid saja, sejadah saja, tapi lingkungan dimana kita tinggal, juga mencakup akibat apa yang akan terjadi jika lingkungan itu tidak kita jaga dengan baik.

Apa misalnya, Bu? Banjir.

Bapak ibu sekalian,

Hari ini kita turut berbela sungkawa akan akibat banjir yang melanda Serang, tapi poinnya bukan itu. Hal itu justru sebagai pengingat/pangeling-ngeling untuk kita. Boleh jadi bencana itu melanda kita. Sebab barangkali kita pun tidak peduli sama lingkungan sekitar kita.

Sebab ibu, dari jaman baheula, penyebab banjir sampai ke rumah warga itu sangat sederhana dan itu-itu saja. Yaitu habbit. Tidak terjaganya lingkungan. Tidak ada resapan air. Atau sederhananya, selokan2 yang seharusnya mengalirkan air sampai laut, terhalang oleh kotoran atau sampah.

Saat sungai meluap, tidak bisa menampung sehingga timbulah banjir kerumah kita.

Untuk itu bapak ibu sekalian, sebagai antisipasi, sebelum terlambat. maka bersama ini kami dari satgas k3lh dan ke rwan 16 mengajak bapak ibu sekalian untuk mengadakan program bersih-bersih lingkungan (selokan) terutama menjelang ibadah romadhon. Teknisnya nanti satgas (yang diketuai oleh ketua rw 16) akan mengundang semua elemen rt, artesis,dkm dll. Kita tentukan waktu, dana dan bagaimana pelaksanaannya. 

Jadi, bapak ibu sekalian harus mendukung program ini. Agar lingkungan kita bersih, terhindar dari bencana, juga sesuai dengan semangat KUALITAS ibadah seperti yang dicontohkan nabi dalam peristiwa isra miraj.

Mohon maaf pak ustadz agak panjang, karena namanya di komplek, mengumpulkan orang dalam satu momen begini agak sulit, mengingat kesibukan masing-masing. Hanya pada momen keagamaan seperti ini, alhamdulilah sebagian besar bisa berkumpul. Alhamdulilah, mesjid selalu menjadi center of activity (pusat kegiatan bagi warga). Maka dari itu, momen ini pas untuk menyampaikan terkait kewargaan. Dalam hal ini sosialisasi tentang satgs k3LH.

Bapak-ibu hadirin sekalian..

Demikan sambutan saya, mohon maaf atas segala khilaf. 

Terima kasih, 

wabilahitaufikwalhidayah wasalamualaikumwr.wbr.

TOA SILENT

 

[Catatan Juma'ahan - (3)]
 
Saya rindu suasana jumatan di kampung (yang masih bener-bener kampung). Yang masih menerapkan pola: waktu-waktu tertentu harus pake pengeras suara, waktu-waktu tertentu tak harus pake pengeras suara.
 
Selain turun temurun (budaya). Tentu ada dalil yang diyakininya. Efektif? Itu persepsi masing-masing. Bagi saya diwaktu-waktu tertentu memang butuh ketenangan. Tapi, sekali lagi tergantung kesepakatan dilingkungan tersebut. Tidak bisa dipukul rata.
 
"Tengah poe ereng-erengan, ngadenge nu gogorohokan asa lieur kana hulu, nyah": itu ungkapan orang. Sah-sah saja. Kecuali dia kemudian anarkis ngacak-ngacak toa masjid. Itu teh, bukan berarti dia gak suka adzan, lantas kita cap: " sieta mah dazzal, katurunan iblis". Ga gitu dong! Jangan suka berubah jadi tuhan, ah!
 
Sama halnya dengan orang meyakini dakwah lewat wayang (saya pecinta wayang golek dari kecil). Efektif? Itu tergantung persfektif masing-masing. Yang jelas, bagi saya itu mengena. Selain mengenalkan budaya juga selalu ada sisipan filosofi berkehidupan dan beragama. Haram? Embuh! Saya tidak terbiasa taqlid. Kalo banyak dalil, berarti masih ada ruang alternatif, ngapain untuk diributkan. cobalah pakai helikopter view.
 
Apakah soal toa adzan dan wayang harus di bawa ke ranah hukum? Itusih orang yang cari panggung. Kalo dimedsos ramai, itu masih wajar. Karena apapun profesinya, sekarang mah gapernah jauh dari hape. Ibu jari ini kadang gatel dan gak bisa dikondisikan: apa yang terlintas, ingin segera di post. 😀
Toh, era kebebasan tidak melarang untuk menghujat dan menghakimi. Tapi, kalo sampai lapor melaporkan ya 'hambur gawe'. Polemiknya hanya bersifat normatif: SE hanya sekedar edaran, wayang hanya sekedar topik dakwah.
 
Yang saya sepakati: publik figur tak perlu bikin gaduh. Bikinlah suasana tenang, apalagi ditengah suasana pandemic dan perang (perang dengan minyak goreng dan tahu tempe 😀)
Nah, terus apa yang harus kita lakukan?
Woles-selow saja dan jangan lupa untuk bahagia.
Gausah ikut-ikutan fanpage bang tere liye; dia mah sudah mendedikasikan dirinya untuk jadi oposan. Itu mah pilihan hidup dia. Kita mah cukup jadi diri sendiri. Iya mah? 😎🤭
Lah, ngomong-ngomong, siapa yang lagi saya kasih tau? Eh, ya diri saya sendiri dong. Ngapain ngasih tau orang. Kalo semisal ada orang yang setuju, ya monggo. Gak setuju pun gapapa. Selow santai saja!
--
Yok kita jum'atan!!
FYI: Masuk gang sedikit -- dari samping kampus untirta (pakupatan), ada masjid yang masih memelihara budaya ini. Tanpa toa. Tanpa khotbah berbahasa indonesia. Tanpa berapi-api. Seperlunya. Tapi khidmat dan efektif. Pesertanya selalu penuh, pun juga banyak dari kalangan intelektual.
___
Serang, 25 Februari 2022

Minggu, 13 Februari 2022

CATATAN INSINYUR (1)

--

Cayut: “Bah, ari insinyur eta neon?”

Abah: “Ngising na hunyur, Ceng!”

Cayut: “oh, horeng......”

--

GELAR

Dengan keluarnya UU No 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran dan PP no 25 tahun 2019 tentang peraturan pelaksanaan UU nomor 11 tahun 2014, secara umum segala hal yang menyangkut keinsinyuran akan ditertibkan (contoh: tentang gelar, tentang praktek keinsinyuran, dll). Hal ini tentu membawa konsekuensi; paling mendasar adalah ‘pemutihan’ bagi yang sudah duluan menyandang dan melakukan praktek keinsinyuran.

Kuliah PSPPI Unika Atmajaya 2022

Karena banyak orang yang cenderung menggunakan label insinyur untuk keren-kerenan, mari kita bahas GELAR INSINYUR terlebih dahulu!

Dulu, gelar insinyur merupakan gelar akademik, sampai dengan tahun 1993-1994 lulusan teknik dan pertanian bergelar akademik insinyur dan ditulis di depan nama orang tersebut (contoh: Ir. Cayut). Setelah itu, melalui Keputusan Mendikbud RI No.36/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi, semua sarjana lulusan teknik berubah menjadi ST dan pertanian berubah menjadi SP (dengan dibarengi pengurangan beban SKS yang sebelumnya 160 menjadi 144 SKS).

Kemudian, seiring waktu dan kebutuhan, PII (Persatuan Insinyur Indonesia yang didirikan pada tahun 1952) sebagai organisasi tempat berhimpun ‘para insinyur’ mengeluarkan gelar profesi insinyur untuk para sarjana teknik/pertanian ; walaupun, secara ‘pengakuan’ gelar ini hanya berlaku dan dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan organisasi keinsinyuran dan yang terkait (tidak melekat seperti gelar akademis).

Saat itu, anggota PII yang sudah mengikuti KPP (kursus Pembinaan Profesi) berhak untuk menyandang gelar profesi Ir sebagai pengganti ST ataupun SP. Selanjutnya, PII pun mengeluarkan Sertifikat Insinyur Profesional (SIP) – beda dengan SKA (surat keterangan Ahli dari bidang tertentu). SIP terdiri dari tiga tingkatan, sesuai dengan tingkat kompetensi yang didasarkan pada portofolio pengalaman kerja keinsinyuran. Tiga tingkatan tersebut adalah Insinyur Profesioal Pratama (IPP), Insinyur Profesional Madya (IPM) dan Insinyur Profesioal Utama (IPU).  Artinya, jika seseorang ST/SP anggota PII telah mengikuti KPP dan menyelesaikan proses SIP, maka dia berhak menyandang gelar profesi insinyur dan insinyur profesional dalam namanya (Contoh: Ir. Cayut, IPP).

Pada tahun 2003, disahkanlah UU SISDIKNAS No 20/2003. Pasal 21 menyatakan, gelar profesi hanya diberikan oleh perguruan tinggi (PT). UU DIKTI No 12/2012 pasal 24, lebih lengkap menyebutkan bahwa program profesi sebagai pendidikan tambahan untuk sarjana, diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang bekerja sama dengan organisasi profesi.

Berdasarkan latar belakang ini, guna link and match (dalam gelar, salah satunya) PII mendorong lahirnya UU Keinsinyuran secara utuh.

Tahun 2014, tepatnya tanggal 22 Maret, secara resmi disyahkanlah Undang-undang No. 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa hanya perguruan tinggilah yang secara hukum mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan program profesi insinyur (PPI) dan memberikan gelar insinyur (berlaku seumur hidup). Sedangkan gelar Insinyur professional (IP) tetap dikelola dan diberikan oleh asosiasi profesi, dalam hal ini PII (berlaku 5 tahun). Untuk memperjelas UU keinsinyuran tersebut, pada tahun 2019 dibuatlah PP No 25 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 11 tahun 2014. Salah satu isinya menjelaskan tentang mekanisme pengambilan kuliah profesi Insinyur (BAB III).

Jadi, saat ini, jika sesorang ingin bergelar profesi insinyur, maka dia harus lulus terlebih dahulu ST/SP/STr, lalu dia menempuh Program Profesi Insinyur pada Perguruan Tinggi yang diberi kewenangan, setelah selesai dia berhak bergelar akademik ST/SP/STr dan bergelar profesi Insinyur (Contoh: Contoh: Ir. Cayut, S.T., IPP).

Nah, terus untuk apa ambil profesi insinyur, dan bagaimana nasib yang sudah duluan berpraktek insiyur sebelum keluarnya UU dan PP ini?!

Nanti kita bahas lagi kapan-kapan! (wkwkwkw....)

______

Riki Gana Suyatna

Ketua Umum Forum Insinyur Muda Banten 2016-2018

PPI RPL Unika Atmajaya 2022


Sabtu, 05 Februari 2022

OM-ICRON

[Catatan Juma'ahan (2)] 

Saya terlambat. Gegara coba 'hunting' mesjid (disekitaran tempat kegiatan) yang belum pernah disambangi. Jum'atan sudah memasuki sesi khotbah. Tapi belum lama. Masih kebagian jatah untuk mendengarkan. Temanya tentang sesuatu yang lagi 'happening' : omicron. 

 Arahnya memang kebaca, pembicaraannya persis dengan topik yang seliweran di medsos -- ada apa dibalik isu omicron dan kenapa virus ini kembali 'massive' saat mendekati ramadhan. Terlepas dari isinya, saya mengapresiasi khotib, beliau sudah menyampaikan sesuatu yang 'relate' dengan isu umat hari ini (tidak sekedar surga, neraka, halal, haram). Walaupun, tetap sajkesan yang tersampaikan justru skeptis (baca: nyinyir) akan keadaan; tidak ada informasi baru yang mencerahkan. 

Hanya.... 

Dipikir-pikir, betul juga. Kondisi saat ini sungguh kebetulan yang 'membagongkan'. Memuluskan praduga yang dilontarkan; mempertebal keyakinan terhadap opini publik kelas bawah. Prediksi di tivi pagi tadi, perkiraan puncak omicron terjadi di maret-april 2022. Kok bisa? Itukan momen ramadhan dan idul fitri. Loh kok?! Omicron kan tidak datang tiba-tiba, sudah ada info jauh-jauh hari. Omicron juga melewati hari-hari besar lainnya. Kenapa tidak ada antisipasi! Kenapa tidak dikendalikan dengan mulus! Sehingga tidak perlu lagi repot ada 'puncak-puncakan'! Tidak perlu memberikan celah untuk kelompok tertentu memanfaatkan momen (yang dikaitkan dengan isu agama dan sosial -- drama pelarangan mudik)! Bukannya pemerintah sudah terbiasa menangani covid! Bukannya vaksin diyakini menciptakan 'herd imunity'! Loh kok? Jangan-jangan betul kata teori konspirasi! Betul juga yang dikatakan khotib tadi! Loh kok? Kok saya jadi 'esmosi,' ya. Wkwkwk.... 

Baiklah, saya mencoba bijak, bahwa negara sebesar Indonesia tentu tidak mudah me-manage-nya. Jangankan negara, di lingkungan masyarakat kecil saja begitu; dilingkungan rumah (bersubsidi), saya terlibat di mesjid, rt dan rw. Terbukti masih banyak biasnya daripada 'smooth'nya. Apalagi diera kebebasan internet saat ini (kemampuan literasi tidak sebanding dengan kecepatan informasi). Tentu, kita jangan samakan Indonesia dengan negara komunis yang kuat --dengan satu komando satu perbuatannya. Jangan juga samakan dengan negara liberal yang kuat --dengan menyerahkan semua pada kebebasan yang bertanggung jawab ('well educated'). Tidak 'aple-to-apple'. Dalam penanganan covid ini, rantai komando kita lebar dimana-mana. Pun perlu kita sadari, dalam teori manajemen, setan itu selalu didetail pelaksanaan. Konsep bagus, rantai komando lemah, niscaya jauh panggang daripada api. 

Nah, terus apa yang perlu kita lakukan? Bersikaplah secukupnya! Jangan berlebihan. Selow-selow saja. Biarkan kondisi diluar rame. Kita mah 'enjoy-enjoy' saja. Kalo kata 'paman' dibaduy mah, kunci terhindar dari covid itu sederhana: "dahar seubeuh, imah pageuh, usaha ngeureuyeuh, pamikiran ulah riweuh, jeung pastikeun pamajikan kudu reuneuh!" 😀 

__ 

Serang, 4 Feb 2022 

Riki Gana Suyatna

Rabu, 26 Januari 2022

Aktifitas Jan 22 (2)

 

Pelatihan iso 9001 di Polka
#NUKULA Consulting

Aktifitas Jan 22 (1)


Pendampingan pembuatan NIB untuk UMK di Kota Serang


Bersama Peserta dari UMK Satria Rajut Banten


Menyoal IKAUC

Ini tentang tanggapan diskusi di wag ikaft-untirta:

Kan anak teknik diajarinnya sistematis komprehensif bang, hehe ..

Naek tangganya setahap demi setahap. 

Jadi, bagi saya, bukan tidak setuju pada konsepnya, tapi alangkah lebih indahnya secara teknis dilalui secara baik. Jadi, kalo kita pada mawas diri, dan mengedepankan kekorsaan teknik pada khususnya (tanpa ada sayap lain), hal-hal mendasar pasti sudah selesai pembahasannya. Ajeg!

Pandangan saya, saat ini alumni untirta (keseluruhan) taklebih hanya sebagai objek. Objek dari 20% alumni yang aktifitasnya di dalam nama IKA. Jika 20% nya bagus, otomatis 80% nya kebawa bagus, begitupun sebaliknya. Bagus itu minimal terindikatori dengan 'urusan dasar' nya sudah selesai, ajeg!


Kalo kita tarik garis ke jargon Jawara yang sering di gembor-gemborkan itu. Kenapa kita tidak mengadopsi keluhuran budi budaya para jawara. Yang biasa jentel, dan penuh kekeluargaan dalam menyelesaikan sesuatu. Tidak mengada-ngada dan berjiwa ksatria.

Kalo saya tidak salah baca, sejarah cikal bakal kejawaraan di Banten justru lahir dikalangan pesantren. Dalam strata kultural di Banten, jawara menempati urutan kedua setelah kyai (sejajar dengan kyai politik). Jawara adalah santri senior yang lebih fokus dikanuragan, sebagai prajurit pembela agama (lengkapnya saya tulis di artikel tentang Abuya Dimyati pandeglang 😀). 

Artinya jawara bukan sesempit pengertian saat ini yang seolah-olah bos preman atau centeng -- yang seolah-olah hanya jadi 'alat penguasa politik'. Tapi, mereka sudah selesai dengan tempaan 'urusan dasar'nya.

So.....

Semoga pointnya kena. Hehe...

__

(Rikigana - Alumet 2004)

Rabu, 19 Januari 2022

HARAM!

Catatan Juma'ahan (1)

Saya termasuk orang yang suka bicara depan publik dengan lantang. Dengan diksi yang jelas-tuntas. Tanpa pelantang (mic) sekalipun tetap menggema. Sadar atau tidak, ini memang akibat kebiasaan. Saat mahasiswa: teriak-teriak bawa 'TOA'. Saat kerja: ruangan berada didekat tungku pembuatan baja (gabisa ngobrol pelan-pelan, harus teriak, walau cuma gombalin cewe).😀
 
Nah, ini kontradiktif!
 
Logikanya orang dengan kebiasaan lantang, akan suka dengan orang lain yang serupa. Tapi, saat tadi khotib berkhotbah, saya malah gak nyaman, deg-degan dan risih (inget ya, saya bukan kaum ngantukan, yang tertidur diantara dua lipatan kaki/bersila 😀).
 
Dia menyampaikan sesuatu yang menurut saya tidak aneh: halal, haram, subhat, surga, neraka dan tentang hukum syariat lain.
Tapi caranya... Uh, bikin dongkol dan sakit hati. Dia teriak-teriak, nunjuk-nunjuk, dan seperti menghakimi tanpa bisa ditangkap apa poin sesungguhnya (apa cuma menyampaikan, atau memang maksa untuk berbuat!). Narasinya tidak sistematis, loncat-loncat, dan disetiap jeda nafas, diksi sengaja ditekan:
 
"Bapak-bapak suka sholat tolak Bala? Coba kasih tau saya, pak. Apa dalilnya?!"
 
"Muludan? Cih! Gada pak dari sononya."
 
"Bapak-bapak gimana liat orang yang gak sholat? Diem aja, hah! Jangan diem, pak! Tarik (paksa) untuk sholat. Bapak-bapak harus tau maksud perintah dan larangan yang sebenarnya! Yang cerdas, pak!"
 
Karena saya terbiasa fokus mendengarkan orang yang lantang. Cukup jelas bagi saya untuk mendengar kata perkatanya. Sayapun gelisah. Agak khawatir, takut-takut ada jama'ah yang 'walkout'. Saya curi pandang ke kanan dan kekiri, orang anteng aja. Beberapa tetap tidur. Beberapa mengangguk-anggukan kepala tanda mengamini. Saya melirik jam, sudah hampir jam satu dan tak ada tanda-tanda dia berhenti untuk jeda khotbah kedua. Akhirnya saya nyalain hp, dan saya tulis pengingat diaplikasi notes: ini harus ditulis! Sempat sih terlintas dipikiran "Jangan-jangan, orang pun tak suka, saat saya bicara menggema." Hihi...
 
Demikian.
__
Serang, 14 Jan 2022