Sabtu, 27 Februari 2021

Kaka 8 Tahun

Alhamdulilah, tak terasa kaka haura (anak yang pertama) sudah 8 tahun, artinya saya sudah 9 tahun jalan berumah tangga.

Alhamdulilah, di titipkan 3 anak ini ( 1 perempuan dan laki-laki).

Do'a terbaik untuk kaka haura di ulang tahun ini.

Alhamdulilah, tidak di mewah2kan, berbagi dengan teman-temannya di pengajian. Semoga menjadi berkah. Aamiin YRA


Jumat, 26 Februari 2021

Tahun Vaksin

Alhamdulilah, 2021 ini bisa dikatakan sebagai tahun kebangkitan.

Kebangkitan dari covid-19. Setelah hampir 1 tahun lebih tidak bisa ngapa2in akibat pandemi penyakit ini.

Bulan Januari 2021 sudah di mulai adanya vaksinasi, bertahap, dua kali untuk masing-masing sasaran.

Sekolah sudah 1 tahun ga masuk, selalu online. Yang meninggal juga sudah banyak. Makanya sesuai harapan, adanya vaksin ini memulai era kebangkitan dari covid-19.

Tak banyak saya harus tulis: hanya penanda, karena ini penting untuk pelajaran di masa yang akan datang.

(rikigana)

Jumat, 19 Februari 2021

Sakit 2 Minggu

Saya tidak bisa pastikan saya kena corona. Begitujuga tak bisa memastikan bahwa tak kena. Yang pasti, setelah kontak dengan yang positif, saya isolasi dan berobat mandiri selama 2 minggu ini.

Alhamdulilah hasilnya baik. Dan mulai pulih kembali.

Saya mengalami gejala umum korona (tapi tidak intens: misal demam sekali 38 C, tenggorokan gatal, batuk kering yang tidak jarang). Saya tidak mengalami gejala khusus korona (misal: hilang indra penciuman dan indra perasa). Yang pasti saya mengalami lemas selama 2 minggu, kemudian lambung yang kritis selama itu pula.

Jadi selama tidak di tes, tidak ada kepastian kena ataukah tidak. Di rumah pun alhamdulilah semua anggota keluarga sampai saat ini baik-baik saja.

Saya berobat ke dokter 2 kali, sekali ke umum, sekali ke penyakit dalam.

Tidak disarankan untuk cek korona. Banyaknya dikasih obat lambung dan vitamin. Katanya hanya kecapean.

Tapi, saya baca juga dan nonton juga tentang orang-orang yang kena. Memang, ada juga yang tidak mendapatkan tanda khusus, malah menyerangnya ke lambung.

Saya sekali lagi tak yakin kena, juga tak yakin tidak kena.

Intinya hanya menjaga: kalo tidak kena, alhamdulilah. Kalo kena, ya tidak kontak dengan yang lainnya. Toh, juga sudah membaik. Bagus kembali, di dua minggu isolasi ini.

Semoga semua kita tetap berada dalam lindungan Alloh SWT.

Aamiin YRA.

(rikigana)

Rabu, 10 Februari 2021

Kontak Korona

Akhirnya saya merasa, korona ini tiba di badan saya, walaupun sifatnya hanya menduga-duga. Tapi, sudah cukup untuk menjadi alasan agar melakukan isolasi mandiri minimal 14 hari.

Kenapa demikian?

7 (tujuh) hari yang lalu, seperti biasa print tagihan artesis (tagihan air dilingkungan perumahan, saya merupakan salah satu pengurusnya) : kita hanya bertiga, bermasker juga, hanya jaga jarak agaknya ga sengaja untuk tetap dilakukan.

Dan, 4 (hari) yang lalu, salah satu team yang tiga tadi bergejala covid, d swab, dan hasilnya positif korona.

Kemudian dia di angkut, untuk di isolasi di lingkungan tempat dia bekerja (kebetulan hanya dia yang kena, tidak dengan keluarganya).

Saya adalah orang yang paling intens ngobrol dengan dia (walau pakai masker) dan pada saat itu dia belum merasakan gejala tersebut (belum di swab juga).

Saya jadi parno. Antara parno dan ragu-ragu. Tapi juga saya tak suka juga untuk di cek.

Akhirnya, karena tanda-tanda sejauh ini tidak terlalu muncul. Pilihannya adalah isolasi mandiri.

Tanda-tanda memang ada, tapi agak samar juga sebetulnya. Saya mual, terus demam barang semalam saja, lemes, dan gatel tenggorokan. Tapi samarnya: ini hal biasa yang saya alami, semenjak dulu di rawat terkena typus. Jadi, setiap kecapean, atau begadang berlebihan, pasti ini yang terjadi. Akhirnya harus recovery, kalo tidak typusnya kambuh lagi. Cuma karena musim corona ini, jadi agak curiga juga, apakah ini tanda-tandanya.

Tapi selanjutnya yang lebih kentara: hilangnya indra penciuman dan pengecapan. Itu tanda yang utama, katanya. Dan, alhamdulilah, sejauh ini (setelah 7 hari kontak dengan yg positif), tanda-tanda itu tak muncul.  

Cuma masih tetap parno : jangan-jangan memang belum muncul saat ini. Lagi-lagi, saya menolak untuk diperiksa, karena jika betul-betul positif, agak repot penangannya (jika bukan isolasi di rumah).

Saya sudah banyak baca referensi, banyak juga tanya sana-sini (terutama pada yg sudah kena).

Katanya, golongan darah berpengaruh, jika beda golongan darah, maka penularan akan sedikit terjadi. Ini sdh terbukti, dari tetangga saya, dan yang baru kena ini dia golongan darah A, dan hanya dia di keluarganya. Dan hanya dia pula yang positif korona.

Saya kebetulan berdarah O.

Agak kecil kemungkinan untuk tertular, tetapi ada tanda-tanda yang seolah2 mengarah kesana.

Saya tidak khawatir kalo kena, toh juga baik-baik saja. Saya agak khawatir dengan keluarga (terutama anak-anak kecil), tapi itupun katanya imunnya akan lebih kuat dan bisa terjaga.

Mudah-mudahan ini hanya khawatir2 saja. Akhirnya, saya juga merasakan ketidakpastian logika.

Ujungnya tentu berserah kepada yang Maha Kuasa. Aamiin YRA..

(Rikigana)



Minggu, 07 Februari 2021

Sosial Empiris

Sekedar diketahui : ada memang orang yang sudah ruwet dari lahir, ada juga tipe orang yang memang selalu punya tujuan chaos dari lahir, dan ada juga memang tipe orang yang abu-abu. Tapi, banyak juga yang memang sudah punya aura positif dari lahir.

Memang pengaruh lingkungan mendominasi. Tapi, yakinlah mutiara di tai kebo tidak akan pudar keelokannya. Pun sebaliknya.

Loh kok? Kesimpulan dr mana?

Hems, ini lebih ke pengalaman empiris, tentu bagi orang-orang yang mau menganalisanya.

Saking banyaknya ketemu dengan berbagai macam orang (baik organisasi formal maupun non formal), intuisi saya sudah mulai bisa meraba itu.

Apalagi yang lagi in sekarang, saya aktif di lingkungan masyarakat yg umumnya menengah kebawah (perumahan subsidi). Saya juga pernah berhubungan dengan orang-orang perkampungan yang jauh dari sentuhan pendidikan.

Nyatanya, sama saja, semacam ada ciri dari setiap orang dalam perjalanannya.

Ini memang subjektif, tapi sekali lagi pengalaman empiris mengatakan, intuisi tak pernah bohong.

Cukup beberapa kali pertemuan intens, sudah tergambar label tersebut.

Aneh memang, tapi itu sebagai bagian dari pelajaran. Aspek sosiologi. Aspek bermasyarakat, agar tujuan yang kita inginnkan tercapai : kemaslahatan bersama.

Mereka pun punya tujuan: lebih ke arah resultan negatif (pribadi maupun kelompok)

Membungkus dengan semua bingkai 'keseolah-olahannya', sehingga terkesan tujuan tertutupi.

Masalahnya adalah, ada yang memang lihai dan sudah teruji (ini yang bahaya), dan ada yang sangat jelas terlihat kenorakannya.

Lantas, pada golongan mana saat ini, yang sedang sy ceritakan?

Lebih ke kelompok kedua.

Lantas, apa yang harus di lakukan?

Ini cenderung lebih mudah, kita berikan mainframe konsep utuh. Tutup celah untuk dia bermanuver, lainnya ya dikasih pemahaman (bukan untuk dianya, lebih ke orang-orang yang termakan ide/konsep jahat dia atau mereka.

Dari semua langkah itu, ada yang harus diperhatikan, ukur kekuatan! Apalagi di masyarakat golongan ini, salah langkah akan berakibat fatal. Bisa dimusuhin orang se RT. Tapi, kalo kita bisa memberikan pemahaman utuh, bisa di dukung oleh semua pihak. Hati-hati adalah kunci!

Dulu di perusahaan, saya sedikit tergelincir, mungkin mereka kelasnya kelas berat. Hal yang takdapat saya kendalikan adalah emosi. Terpancing dan tergelincir pada emosi dan ego. Padahal itu yang di harapkan mereka. Akhirnya, saya terselip dan terbuang. Padahal semua orang paham, yang saya lakukan adalah benar. Hanya nabrak karang besar terlalu susah. Butuh kapal kuat dan armada yang tangguh.

Balik lagi ke fokus orang2 tadi, yang punya karakter negatif. Ini mungkin agak susah kalo pembaca tidak merasainya. 

Tapi, saya hanya ingin sampaikan. Terkadang cara agak kurang bagus pun, bisa kita lakukan untuk menghalau 'kejahatan' tersebut. Yang penting adalah goal.

Kalo kekuatan kita memang kuat, libas orang2 tersebut, kalo kita menengah, akomodir dengan catatan, jika kita lemah, ikut gabung dengan mereka sambil pelan2 bikin kekutaan dengan pemahamannya.

Tidak ada supermen.

Yang ada superteam. Sekuat apapun kita, butuh ikatan lidi yang kuat. Jangan konyol.

Demikian.

Tapi catatan penting: ini jika kita punya niat baik yang harus dipertahankan, kalo kita niatnya juga buruk, ya tunggu saja azabnya. Hahaha.....

(Rikigana)


Sabtu, 06 Februari 2021

Tajwid Ibu

Alhamdulilah, sampai dengan imlek ini cuaca selalu mendukung : Adem dan Bahagia.

Walau banyak di rumah, pemulihan kesehatan keluarga, dan pemulihan kesehatan keuangan. Wkwkwk.....

Ada kegiatan positif : Pengajian rutin di lingkungan ke RT an.

Lebih positif lagi : tematik berkalanya pas, tentang tajwid (saya berharap belajar tajwid dan fiqh, hanya saat ini yang pas baru tajwid, dari sisi penyelenggara, tentang fiqh agak tidak sistemik, ngacak, dan belum pas!)

Saya alhamdulilah lahir di kampung: bisa baca Qur'an sesuai ketentuannya.

Hanya menghapal hukum-hukumnya (mengingat) agak sulit. Karena dulu belajarnya belajar baca, tapi tidak dijelaskan secara detail apa itu hukum-hukumnya. Semisal : hukum alif lam, hukum tanwin, hukum mim dan nun mati, hukum mad, dal lain sebagainya -- itu tidak di pelajari secara detail, sekali lagi belajarnya baca: makhroj, panjang pendek dan pelafalan.

Dalam hal agama, baca qur'an, ibu (mamah) yang paling berperan. Mungkin karena dari latar belakang lingkungan di gunung kendeng yang agak kental religius (walau ala kampung), di tambah mamah memang aktif dari sisi keagamaan, semenjak masih sekolah dulu.

Segala hal tentang teknik keagamaan, mamah hafal dan bisa.

Memang perpaduan yang menarik.

Dari bapak saya belajar kepemimpinan dan kejawaraan, dari mamah saya belajar keaktifan dan keagamaan.

Mamah orangnya keras. Keras lebih kearah kebutuhan dasar (uang). Kadang bikin tidak nyaman. Membuat tertekan. Tapi, disadari atau tidak kesuksesan saya bisa menyelesaikan studi (terutama S1) adalah karena 'keukeuhnya' mamah untuk selalu mendorong bapak mendukung saya kuliah. Bapak orangnya selow, memang bikin nyaman, tapi terkadang seolah tak punya target: terutama target realistis. Banyaknya mengawang-ngawang: khas pemimpin visioner, tapi kurang bahan untuk pelaksanaan.

Doa ibu? Tentu tak diragukan lagi!

Sebagian besar, malah terbesar, kesuksesan yang saya dapatkan adalah berkat do'a kedua orang tua, yang terbesar adalah ibu (mamah).

Walau agak jengah karena mamah terlalu banyak mengatur, tapi sekali lagi do'anya begitu mujarab. Disamping dia berdoa karena ingin selalu kecukupan rizki agar nyaman di keluarga besar kami, mamah selalu iklhas berdoa untuk anak-anaknya.

Kontradiktif memang dengan sifat kerasnya (yang merupakan turunan dari ayahnya). Sekarang saya jadi sedikit sadar, sifat keras kepala mungkin menurun dari ibu. hahaha...

Balik tajwid saya jadi inget mamah. Terutama saya menyebutkan huruf KHA besar. Selalu ada bass yang menggema. Saat menyebut dlo, sangat 'mirasa' menyebutnya.

Dulu sebetulnya mamah mengajarkan tajwid : ikfa, idhar, idgom, dll. Cuma karena mungkin saya gak fokus, hanya fokusnya bisa baca saja, tajwid pun terlupakan.

Saat sekarang belajar lagi: saya jadi rindu ibu.

Ibu memang guru dari segala guru.

(rikigana)


Kamis, 04 Februari 2021

Mag Istri

Sudah hampir sebulan lebih istri sakit -- walau tidak merigkung rebahan dan tidak di rawat, tapi tidak bisa beraktifitas secara biasa.

Sakitnya : Lambung.

Sama juga dengan saya -- tapi istri hampir mendekati kronis.

Dibandingkan saya, istri sebetulnya orang yang kuat. Selama pacaran sampai menikah hampir 8 tahun ini, tak pernah dia sakit.

Saya? Terhitung tiap tahun ada saja di rawat inap. Typuslah, DBD lah, dan lain-lain yang umumnya memang terkait dengan masalah lambung.

 Istri sesibuk apapun, malah selalu sehat, semakin sibuk semakin sehat.

Tapi, ternyata, namanya manusia, ya adakalanya. Mungkin juga usia. Tapi ujungnya dalah kedisiplinan. Terutama kedisiplinan dalam makan.

Saya curiga awalnya dari diet. Diet ketat hanya makan buah-buahan. Eh, nyatanya itu tidak baik. 

Sebagai pelajaran, bahwa diet yang dilakukan tanpa di pandu oleh ahlinya, bisa berakibat fatal.

Intinya selalu butuh keseimbangan.

Alhamdulilah, sekarang lumayan sudah baikan. Hanya aktifitas di kantor masih belum bisa dilakukan.

Kantor jadi sepi, apalagi masa pandemi.

(rikigana)