Senin, 21 Desember 2020

Pengaruh Lingkungan

gambaran suasana hujan di pandeglang

Saya ternyata masih sebagai orang yang sangat terpengaruh oleh lingkungan (terutama lingkungan alam).

Semisal begini, subuh ini, saat nginep di rumah mertua (sekeluarga), di pandeglang, dengan cuaca yang segar di tambah hujan, tak seperti biasanya saya tidur lebih awal dan bagun lebih pagi (subuh).

Kemudian, tanpa di paksa, ada keinginan untuk ibadah dan membaca Al-Qur'an. Rasanya nikmat dan tenang. Suatu rasa yang tidak bisa utuh untuk digambarkan oleh kata-kata.

Ini berkebalikan dengan kondisi d serang (walau di desember ini merupakan suasana terbaik; sama-sama penghujan).

Saat di Serang (maupun saat di cilegon), cuaca begitu gerah, tidur agak susah, bangun tidak dalam kondisi prima, satu2nya cara membantu kesejukan di bantu dengan AC, malangnya, saya yang orang kampung ini, tidak terbiasa dengan AC ; semakin pakai AC, malah menggigil masuk angin.

Alhasil, terkadang keinginan untuk beribadah khusuk pun terganggu dengan keadaan lingkungan tersebut. Akhirnya, kebanyakan berkutat dengan internet.

Kemudian saat di malingping, agak sulit mendeskripsikan keadaan disana, dari sisi lingkungan oke, hanya terkadang, karena saya banyak yang dipikirkan (ambisi dan cita-cita), keinginan untuk menikmati peribadatan itu terlupakan -- tapi ini tak melulu begini, terkadang saya pun sangat religius.

Memang betul, mungkin saat ini tingkatan kenikmatan beribadah saya masih di titik ini. 

Karena semestinya, tak begitu. Jika di bandingkan suasana panas di indonesia, tentu jauh berbeda dengan panas nya di padang pasir. Dinginnya di indonesia, berbeda dengan dinginnya di kutub.

Tapi, apakah orang disana tidak menikmati peribadatanya? Tentu tidak!

Karena sesungguhnya, saya mahfum, bahwa kenikmatan itu semestinya bersumber pada pola pikir diri sendiri -- bukan pada lingkungan.

Lantas, apakah lingkungan berpengaruh? Tentu saja iya. Bagi level-level seperti saya : saat ini.

*(Rikigana)

Jumat, 18 Desember 2020

Kilas Sendu

Desember masih awet dengan ademnya

Selarut ini saya masih nongkrong di taman tengah (pemisah kantor dan rumah), sambil sesekali mendengarkan bunyi kecipak ikan yang baru di kasih pelet.

Sudah agak lama tak menikmati suasana begini

Kalo tidak nonton, nongkrong di gardu atau pengajian, atau ada hal lain apa saja yang dikerjakan.

Aslinya saya memang penyuka kesendirian, keteraturan dan ketentraman.

Saya merasa senang dalam kesunyian.

Kadang merenung untuk memaknai apa yang ada dalam hidup ini.

Teringat dulu, saat dikampung, kira-kira SD, saat kelas 1-3 listrik belum ada, penerangan hanya menggunakan lampu sumbu dengan bahan bakar minyak. Mendengarkan radio dengan energi baterai ABC (warna kuning besar - besar). Paling senang saat siarannya musik selow (walau banyaknya dangdut tempo dulu), apalagi pas jadwal siaran wayang golek. 

Adem rasanya

Biasanya saya corat-coret, di buku, entah menulis, entah juga hanya sekedar curat-coret berimajinasi.

Pada zaman itu, bapak biasanya bikin "parungan" -- bakaran dari kayu, sekedar untuk mengusir nyamuk, juga sebagai penanda penghangat (mirip diluar negeri dengan dimensi kemodernan yang berbeda).

Biasanya juga bapak sambil mengerjakan sesuatu, entah ngoprek apa, banyaknya biasanya bikin gagang cangkul. Mengukirnya, menghaluskannya, agar nyaman untuk digunakan di kebun belakang.

Sekedar mengusir rasa lapar, biasanya menggoreng pisang, atau bakar singkong. Terus minumnya, teh dengan di campur gula merah.

Membayangkannya membuat meleleh.

Tenang, sambil mengobrol tentang kehidupan -- yang dulu sekecil itu saya tak begitu paham.

zaman memang bergerak, terus berubah, terutama kecepatan teknologi.

Seiring usia bapak, dan ada nya handphone, saya perhatikan momen itu jarang terjadi.

Saya lebih banyak menemukan, setelah bapak selesai wiridan, sambil nunggu kantuk, biasanya telp dengan teman-temannya. Mengobrol apa saja. Tentang dunia, tentang usaha, banyaknya ngaler-ngidul.

Sesekali memang masih bikin panganan, atau ngambil nyiruan (lebah madu).

Ah... Sendu sesekali memang merdu..

(rikigana)

Sabtu, 12 Desember 2020

Wafat Cepat

Di tengah ke syahduan desember, kesejukan cuacanya, bagi saya ternyata menyimpan berita kedukaan -- tercatat, di 2020 ini, ada 5 orang teman yang meninggal di usia muda; satu teman SMA, 1 temen kuliah S1, 1 senior organisasi, 1 senior di kantor yang dulu, dan hari ini 1 lagi teman kuliah S2.

Kesemuaannya mendadak. Mulanya aktifitas sedia kala. Tetiba langsung tumbang, dilarikan ke RS, dan tak lama dinyatakan wafat.

Luar biasa : dugaan kuat adalah penyakit jantung. Di usia yang rata-rata masih muda. Masih produktif. Ada yang seumuran saya, di bawah, dan di atas sedikit saja umurnya. Sekali lagi -- masih sangat muda.

Saya percaya 100% bahwa umur adalah rahasia. Tapi, tentu selalu ada sabab musabab nya. Lahirnya karena penyakit yang diderita. Banyaknya pola hidup yang tak seimbang. Sehingga tumbang.

Ada yang memang bangkit kembali. Ada yang setengah bangkit (hidup berpenyakit) dan ada pula yang langsung wafat.

Pilihannya tak enak semua.

Pada titik ini saya merenung : dulu setiap ada yang meninggal, saya merasa terhenyak dan ingat dosa2.

Sekarang, masih ada terhenyak, masih ingat dosa-dosa, tapi kadarnya tak begitu membara.

Rasanya tak perlu ada ketakutan u/ mati. Tapi, bukan berarti pula musyrik menyepelekan kematian.

Bukan pula bebal akibat dosa. Tapi mencoba berusaha sambil pelan-pelan mencari makna.

Mati muda bukan pilihan. Itu takdir dan kuasa ilahi.

Tapi, jika boleh ada opsi lain (dengan memanjatkan do'a), saya berharap berumur panjang, berumur yang bermanfaat, sambil terus ingin menemukan makna, untuk mendekat pada Nya, bukan karena ada apa-apanya.

Semoga.

Lahaula wala, quwata ila billah.

(Rikigana)

Kamis, 10 Desember 2020

Pilkada Cilegon 2020

Melihat kemenangan Heldy-Sanuji (versi QC) di pilkada Cilegon, saya ikut-ikutan merasa puas.

Bukan karena beliau (pak Heldy) sebagai alumni untirta; bukan karena saya beberapa kali ikut pelatihan kewirausahaannya; pun bukan karena bersanding dengan PK Sejahtera; bukan pula karena sdh lama berteman di fb;  atau karena  lingkungan tim pemenangannya berada pada irisan yang sama. Bukan!

Puas karena adanya "new taste." 

New taste menelorkan "new hope."

-

Saya agak kenyang di Cilegon. Lebih dari sewindu 'merasai' Cilegon -- yang lingkaran puncaknya itu-itu saja, dan disitu-situ saja. Monoton : se-monoton jalur kotanya yang hanya segaris dari Simpang ke PCI.

Politik dinasti tak selamanya buruk. Saya setuju! Ada banyak informasi menyebutkan, beberapa kompeten dan terseleksi. 

Hanya: identiknya kasus korupsi, deket-deket ke dinasti. Gaya kencing berdiri, di improvisasi dengan kencing berlari; Satu masuk bui, yang lain nya (isi sendiri).

-

"RASA ITU TAK PERNAH BOHONG."


Selasa, 08 Desember 2020

BLOG KEILMUAN

 Another Blog (visit); keilmuwan dan profesi.

https://regest.wordpress.com/

 

Tutup Desember

Tak terasa, sudah di penghujung tahun 2020.

Desember yang selalu sejuk, dingin, dengan curah hujan yang tinggi. 

Hujan yang memberikan kenyamanan; dikota serang yang panas ini. Dilain sisi, hujan pun memberikan tambahan pekerjaan: kebocoran di rumah, dan banyak menimbulkan bencana -- Banjir. 

Sebetulnya bukan gara-gara hujan, sudah rahasia umum, itu semua karena tingkah polah manusia. Seperti langganan, dan hampir akurat, 3 kabupaten (Lebak, Pandeglang, Kota Cilegon) saat puncak bulan desember dilanda kebanjiran.

Dari dulu curah hujan tetap sama -- puncaknya di desember -- yang berubahah adalah pola tingkah laku manusia. Sehingga, mulailah ada akibat banjir yang meraja lela.

Masih dalam suasana virus corona : sekolah belum sepenuhnya di buka, aktifitas masih tersendat, ekonomi masih megap-megap, bantuan jalan terseok-seok (malah info update, menteri sosial di tangkap KPK karena meng-korupsi uang untuk sumbangan Korona ini).

Ada sedikit kabar menggembirakan, sudah adanya vaksin virus korona. Secara mikro (orang daerah) mungkin menganggap ini hal biasa, toh juga, dengan adanya virus corona pun sampai saat ini aktifitas sudah biasa saja. Tapi, secara makro, tren pasar, ekonomi negara, terdapat HOPE untuk bangkit dan melawan corona.

Aktifitas pribadi: banyak berkutat di pengajaran daring (online).

Mengajar SMK yang sekarang sudah UAS. Dan di Universitas yang sebentar lagu UAS.

Tesis merayap di Bab 4 & 5. Sudah bisa ditebak, bukan karena gabisa, tapi karena malasnya. Tapi, saya harus menyelesaikannya.

Aktifitas start up, tidak banyak bergerak secara signifikan, selain dari kelengkapan administratif yang sudah di selesaikan (yang kalo PT lain sangat susah mendapatkannya).

Di masyarakat, masih mengurusi tentang artesis, pengelolaan perusahaan milik warga. Sudah cukup lumayan saldonya (5 bulan jalan menembus angka 80 jutaan). Sebelumnya, 2 tahun sejak pembangunan (dipengurus lama) tak pernah sampai di angka 50 juta2 acan. Terbukti, masalah pengelolaan adalah yang utama. Dan terbukti, ada "sesuatu" yang tidak beres dalam kepengurusan sebelumnya (terutama terkait penggunaan uang).

Saya tidak merasa hebat dan jadi pahlawan, itu klise. Hanya dalam hal ini, saya menjadi bahagia, ilmu yang selama ini diperoleh, bisa di aplikasikan dan bermanfaat untuk kepentingan bersama (walau di kasih gaji, tapi tentu gaji artesis, tidak sesuai dengan proporsi pekerjaannya, saya lebih senang kerjaan ini sebagai pengabdian di masyarakat).

Keluarga: kantor istri semakin ramai, Alhamdulilah, sudah mulai mapan dan teratur. Menuju kemakmuran. Anak-anak bertiga sungguh sangat lucu-lucunya, dibalik semua keriweuhannya. Dede berjalan menuju 3 tahun, AA jalan menuju 5 tahun, dan kaka jalan menuju 8 tahun.

Rumah selalu rame dan acak-acakan, tapi disisi lain menjadi hidup dan seru -- walau ada pula marah-marahnya.

Adik yang perempuan (ayu) baru saja melahirkan anak ke dua --perempuan. Dia sudah punya dunia nya sendiri bersama keluarganya. Adik bontot laki-laki menuju kelas 2 SMA. Saya masih berharap dia sesuai apa yang saya maksudkan, masa depannya. Tapi sekali lagi tidak bisa memaksa. Hanya bisa mengarahkan dan menunjukkan. Bukan untuk memaksakan. Lainnya mendoakan.

Sekedar ingat, saya berharap dia kuliah pertanian, arsitek, atau teknik sipil. Agar kedepan -- cita-cita-- saya bisa bersama-sama buka kantor insinyur, yang sekarang sudah mulai jelas arahnya.

Memang sekarang banyak mengumpulkan uang, tapi juga harus ada tujuan akhir untuk usaha di perusahaan sendiri, tanpa paksaan dan embel2 lainnya.

Semoga 2021 merangkak dengan baik, ke arah yang lebih baik.

Aamiiin YRA.

*(rikigana)

Senin, 30 November 2020

Start-up NUKULA

NIB Nukula

Bukan barang baru membicarakan perusahaan rintisan (start-up), yang merupakan hal paling trend saat ini, saat teknologi begitu menjamur pada era 4.0 ini.

Ya, start-up merupakan perusahaan rintisan yang menggunakan teknologi. Banyak contoh, tapi booming saat Gojek -- contohnya-- tiba-tiba melejit di pasar saham. Anak muda yang kemudian jadi mendiknas di NKRI. Contoh lain ada shoopee, ada lazada dan ada lain-lainnya.

Begitu banyak

Saya kemudian banyak belajar dan sedikit latah untuk buat : NUKULA (dengan nama PT Anu Kula Ghana). Ternyata langkah tersebut tidak sepenuhnya betul untuk jadi start-up, saya masih tergolong usaha konvensional. Cari tender-tender pekerjaan2 yang memang sdh ada peluangnya.

Ide start-up awal mulanya adalah menjawab tantangan dari masalh yang ada di masyarakat.

Terdiri dari manajemen yang simpel dan menggunakan teknologi untuk usahanya; tepatnya aplikasi.

Ada 3 unsur penting di start-up: CEO, pengembang, dan pemasaran-keuangan.

Begitu simple.

Tapi dibalik semua itu tetap ada proses usaha yang tak bisa di elakan. Dan butuh namanya mentor.

Beberapa istilah umum: Akusisi, Bakar Uang, Pekan retas, Pekan demo, cari imvestor, dll.

Luar biasa memang.

Di indonesia ada UMKM, mungkin dengan sedikit sentuhan teknologi inilah yang di maksud dengan start-up.

Nyatanya belajar saya tentang start up masih jauh dari sempurna. 

Terutama belum menemukan partner dalam bidang teknologinya.

Tak sia-sia menonton Drakor dengan judul START-UP.

Walau agak sia-sia menonton lebay romantisnya. Tapi hebatnya banyak pelajaran teknis yang bisa kita ambil di dalamnya.

Begitulah hebatnya industri pemasaran film.

(rikigana)

Minggu, 29 November 2020

Yayasan Annurghana

Yayasan ini saya buat di tahun 2010 silam, saat awal-awal kerja. Niat awal tentu untuk berbagi -- sesuai tagline nya: ikhlas berbagi membentuk generasi mandiri.

Konsen pertama memang di pendidikan, sesuai dengan kesukaan saya, dan prinsip saya; bahwa sebetulnya cara tergampang memutus rantai kemiskinan dan untuk membuka pemikiran yaitu pendidikan.

Pada masa itu sampai keberlanjutannya di urus oleh keluarga (tepatnya mamah). Dana nya tentu pribadi, dan ini tidak mengapa, sesuai keinginan.

Hanya ternyata ada beberapa kelemahan: SDM beserta pengelolaaannya.

Tentu orang tua dan adik tak bisa sekonsen itu, banyak aktifitas lain, dilain sisi saya tak bisa monitoring terus menerus.

Beberapa kali mempercayakan ke saudara dekat maupun orang lain, tapi nyatanya tak bisa berjalan dengan baik.

Akhirnya mulai menurun.

Kemudian dari sisi input murid menurun.

Di kampung begitu nyatanya orang bosenan, semakin gratis semakin bosen, nyari yang mahal berbayar. Semakin berbayar menuntut yang lebih pelayanan.

Saya nyatanya salah kira, ternyata di daerah saya itu tidak miskin harta (sawah,kebun, rata-rata banyak yang punya), lebih kepada miskin pemikiran, jadi sentuhan "dikasih" tak cocok untuk mayoritas orang. Tapi inginnya sentuhan 'gegayaan'. Ini masih jadi tantangan.

Akhirnya pilihannya ada 2:

1. Membuat berbayar dan profesional besar-besaran.

2. Cukup untuk menjaring yang betul-betul tidak mampu, berapapun itu.

Saya cenderung memimilh yang kedua, agak tidak suka bisnis pendidikan, tapi lagi-lagi harus cari partner yang oke. Minimal kayak kebun sekarang yang di urus oleh orang disana yang bisa di percaya.

(rikigana)

Selasa, 24 November 2020

Mumpung Inget

Mumpung inget, saya harus menulis ini.

Kenapa saya membuat blog ini?

Jawabannya sederhana: ingin mewariskan pemikiran untuk anak-anak dan cucu-cucu nantinya. Anak-anak akan beranjak dewasa. Suatu saat mereka sampai pada fase menjalani kehidupan tanpa bimbingan orang tua. Saya mahfum, semakin kedepan teknologi semakin canggih. Pola hidup akan lebih banyak liberal dan individualis. Norma-norma dzaman dulu mungkin tidak akan update lagi untuk generasi anak-anak. Ngobrol langsung diprediksi akan sulit. Dilain sisi anak-anak akan kesulitan menghadapi kenyataan kehidupan.

Minimal memberi gambaran tenatng apa yang saya rasakan. Bukan menggurui mereka. Saya tak berharap mereka taklid. Saya berharap mereka kritis, tapi disertai dengan bekal yang kuat. Minimal bisa ambil pelajaran dan sisi baik dari kehidupan orang tuanya.

Tidak untuk dipandang baik. Tapi untuk di jadikan pelajaran agar tak sampai jatuh dilubang yang sama, atau mencuat tanpa harus mulai dari bawah.

Bukankah sejarah itu mengajarkan demikian?

Semoga blogspot ini tidak menghilang.

Harapan Selow

November rain.

Betul juga; cuaca terindah dan adem terjadi di bulan ber-beran ini. Sejenak menikmati tanpa ac di rumah. Cuaca diserang yang biasanya begitu gerah (minimal 30 C), alhamdulilah mereda di mulai bulan ini.

Sambil menikmati cuaca, juga asyik memperhatikan si kecil (dede rajendra) -- yang sekarang 2 tahun lebih -- yang aktifnya luar biasa; cineur! Hampir kewalahan dan pusing dibuatnya. Dua kakaknya tak seaktif dia; naek, maen air, ngacak-ngacak rumah, dan sajabana - sajabana.

Tapi jadi tetap indah, tertolong dengan cuaca yang bagus, dan rasa yang luar biasa seru bisa dekat dengan anak-anak, yang katanya saat mereka dberanjak besar nanti, kita akan merindukan kebersamaan dengan mereka.

Melamun, tiba-tiba jadi teringat harapan.

Ya, semua orang pernah berharap, dan diberikan harapan. Ada yang memang kemudian kejadian, tapi tak jarang atau banyaknya juga berujung kepalsuan. Maka saya sepenuhnya setuju dengan ungkapan: jangan terlalu banyak berharap pada mahluk, selalu lah berserah diri kepada sang pencipta. Berharap boleh, tapi di iringi dengan realita, jadi selow-selow saja.

Sayangnya, saya terkadang over thinking. Apa yang di ucapkan oleh ungkapan tersebut, kadang sulit untuk diresapinya. Saya setuju, hanya kadang tetap saja saya terjebak dari harapan-harapan sesama manusia. Malah terkadang jadi terbuai dengan bumbu-bumbu lamunan lainnya, yang bermula dari harapan tadi. Timbulah ekspektasi akan harapan tadi: mirip hujan di padang pasir yang gersang. 

Jika berhasil, ekspektasi terjawab, tentu ada kepuasan. Jika tidak? Nah, ini banyaknya yang saya alami. Dari semua harapan dan realitas ekspektasi, 80% selalu meleset. Dari mulai berujung kepalsuan sampai memang kejadian tapi sangat jauh dari ekspektasi yang diharapkan.

Lantas, parahnya, sudah 80% begitupun kadang tak juga menjadi bosan untuk di beri pengharapan dan membuat ekspektasi.

Keras kepala dari sikap ini yang tak dapat dihindari.

Akhirnya saya berpikir: dari pada selalu merasa bersalah (feeling guilty) lebih baik berdamai saja. Biarkan harapan dan ekspektasi itu muncul, terjadi dan sesuai itu urusan belakangan, minimal bahagian dan menikmati saat mebayangkannya.

Lebih indah, kan?

Indah seminimal mungkin dalam lamunan.

(rikigana)

Rabu, 18 November 2020

Abai Syukur

Saya terkadang malu -- malu pada Alloh SWT.

Dipikir-pikir, semua yang dulu di inginkan, lambat laun mulai tercapai ; malah besar persentase realisasinya. Tapi, selalu merasa kurang dan selalu pindah lagi keinginannya.

Contoh kecil: ingin banyak waktu dan hobi di rumah dengan penghasilan yang 'tetap' cukup. Ini kejadian! Alhamdulilah..

Banyak menekuni seni rumah; bisa bertani dirumah; baca buku yang disuka; belanja barang tinggal via online; sesekali keluar untuk ngajar; dan kumpul bersama keluarga minimal ngajarin ngaji tiap magrib; dan..dan banyak lagi.

Hanya kemudian ada tambahan keinginan lainnya, ingin punya penghasilan lebih besar. Ingin nambahin aset berupa kebun. Ingin nambah mobil. Ingin nambah rumah. Ingin nambah istri, eh..

Akhirnya timbul kembali rasa harus bekerja lebih. 

Saya kadang bingung, menyeimbangkan antara rasa syukur dan dorongan untuk berjuang lebih.

Kadang juga bukan tidak bersyukur, tapi serasa harus berbuat lebih dan lebih (ambisius). Kadang saya merasa hidup yang terlalu nyaman adalah hidup yang monoton. Tapi juga hidup yang terlalu ambisius membuat rasa yang tidak nyaman.

Hidup oh hidup..

Yang pasti, saya bersyukur pada Alloh SWT, atas nikmat hidup yang diberikan.

(Rikigana)


Senin, 16 November 2020

Mahfum Teknologi

 Pagi november; yang adem dan cerah.

Sekedar mengingatkan, tentang pergulatan aktifitas. Seminggu ini sibuk dengan aktifitas "seni" : seni memantas-mantaskan rumah dengan model pinterest (membuat rooftop), seni ngulik-ngulik yang berkaitan dengan internet.

Luar biasa!

Kadang saya masih terkaget-kaget dengan perkembangan teknologi sekarang, walau coba mengikuti, nyatanya tetap selalu terlewat. 

Terutama tentang internet. Selalu banyak hal baru untuk diketahui.

Youtube merajai akan segala hal yang ingin kita ketahui; semua ada, dari remeh temeh sampai yang luar biasa.

Contoh kecil: saya baru ngeh, ternyata ada tv box yang langsung tersambung ke internet, tanpa harus langganan bulanan, tanpa harus beli smart tv. Ini luar biasa, sekali lagi keren. Apa hal? ini kaitannya dengan budgeting. Saya baru sadar, berapa rupiah selama ini yang dihabiskan untuk bayar tv bulanan - bertahun tahun. Berapa rupiah untuk beli tv yang update terus (smart tv). Kenyataannya dengan harga yang sangat murah (tv box), uang jutaan itu bisa di kompres dengan harga hanya 200 ribu rupiah saja.

Luar biasa!

Pengulikan teknologi/internet untuk hal-hal baik berdampak besar pada efesiensi (uang). Tentu juga banyak pengulikan untuk hal buruk menghasilkan uang (buzzer).

Tinggal bagaimana kita meresapinya. Baik dan buruk sebagai norma, tak bisa digantikan oleh teknologi.

(Rikigana)



Kamis, 05 November 2020

Surat puyeng

Masih ingat tentang surat yang saya bilang administrasi birokrasi yang lambat?

Ternyata ini lebih lucu -- kacau sih sebetulnya. Tadinya saya kesel, tapi karena november cuaca yang sangat bagus, kekesalan itu jd di bawa enjoy beralih menjadi kelucuan.

Apa hal?
Begini muter-muternya surat tersebut.
Setelah saya masukan ke bagian umum (yang saya tujukan ke kadisnya, sesuai prosedur), surat itu mengendap disitu 1 minggu (alasan wfh pegawainya), setelah saya kejar, masuk kantor kadisnya, lagi-lagi karena wfh 1 minggu ngendog di sana, baru stlh d tanya ulang, ada disposisi ke sekdisnya, kemudian balik lagi ke bagian umum, kemudian masuklah kebagian usaha (jangan ditanya lagi waktu endapnya, gendek kalo di ceritakan) haha...
Surat selembat bulak-balik lebih dari satu bulan(muter-muter di kantor itu), kantor yang tidak terlalu besar, ngobrolpun kedengeran.

Parahnya, surat mendarat di bagian usaha, mengendap juga, alih-alih memberikan informasi, setelah di kejar ulang, jawabanya aneh bin ajaib : "surat penelitian harus lewat kesbangpol terlebih dahulu". Edan!

Jika prosedur seperti itu, mestinya di declaire d awal. Tak perlu di puter-puter.

Saya sebetulnya tak begitu butuh surat tersebut, toh juga bisa dilakukan dengan mendatangi umkmnya langsung. Para pelaku umkm nya sendiri malah tidak peduli, apa peran dinas tersebut. Selain hanya seminar2 yang kadang tak tepat sasaran tapi mempunyai nilai anggaran.

Saya putuskan menghentikan drama ini, drama birokrasi, saya sudah cukup membuktikan. Demikian adanya.

Masih jauh, dan sangat jauh untuk menjadi pelayan publik. 
Taeklah!

(Rikigana)

Selasa, 03 November 2020

02.11.2020

Ditemani gerimis riang,

Menyantap singkong kesukaan,

Pulennya tak tertahankan,

Buah tangan hasil kealamian


Sesekali rindu tak bisa dikekang,

Saat bau tanah semerbak di kebun belakang,

Menetralisir aktifitas yang kurang nyaman,

Saat berada di luar lingkaran


Duh, gusti...

Minggu, 25 Oktober 2020

Sedekah

Sedari mula, saya sudah paham, sedekah memang bagian yang di anjurkan dalam agama islam.

Tapi, terus terang walau saya mengakui konsep pahala dan dosa, jauh dipikiran saya selalu berpikir bahwa bersedekah pun harus rasional. Apa dan bagaimana bentuknya? 

Pertama, jika semata-mata hanya di dasarkan pada konsep pahala dan selalu di bumbui 'keiklasan', sudah banyak orang di sekitar saya cenderung untuk bergembor-gembor dalam hal ini. Bukan menggemborkan hasil yang diperolehnya, tapi menggemborkan bagaimana cara dia melakukan sedekah tersebut. Akhirnya, jadi agak risih saat melakukan sedekah. Terlalu naif untuk orang-orang yang hanya ingin publisitas. 

Kedua, ini fenomena umum terjadi, terkadang bukan fokus pada sasaran yang diberikan, Dan dampak positif apa yang dihasilkan. Tapi lebih kepada pengguguran kewajiban. Tak heran, lagi-lagi kadang publisitas banyak, di bumbui dengan gembar-gembor mengajak orang lain, sedangkan dia tak mau tau kondisi sesungguhnya sedekah itu. Apakah tepat sasaran, ataukah hanya kemudian menjadikan orang tertentu bermata penceharian.

Jadi, saya lebih memilih untuk tidak mengedepankan pahala dan dosa.

Sedekah atau apapun namanya, lebih cenderung ke berbagi kebahagiaan. Sekali lagi, walau saya terdoktrin untuk percaya pahala, tapi rasanya terlalu risih jika kita bersedekah hanya semata-mata karena mencari pahala.

Biarkan kita cukup berbagi. Berbagi lebih nikmat. Semisal: berbagi beras ke pesantren salafi, bagi sembako ke para tukang becak dan tukang sampah, ke anak-anak yatim yang tidak terkelola atau yang lainnya. Bagikan dengan tak perlu seremoni. Di waktu yang orang tidak duga. Coba rasakan: ucapan terima kasih tulus dari yang membutuhkan, lebih indah di bandingkan dengan ratusan tepuk tangan saat kita memberikan santunan.

Giliran pahala -- ada ataupun tidak, itu bukan urusan kita!

(rikigana)

Selasa, 20 Oktober 2020

Sunat Aa Sakha

 

Ambil foto setelah selesai sunat

Alhamdulilah, tadi sudah selesai sunat aa sakha. Di umur 4 tahun lebih. Tempatnya di terminal sunat, samping terminal pakupatan. Di mulai jam 08.30 dan selesai 09.00.

Tidak rame-rame. Kami (saya dan istri) menghendaki demikian. Yang penting tujuannya, bukan seremoninya.

Dulu saya di sunat lulus SD. Ada hajatan segala. Padahal dulu ingin cepet di sunat. Tapi, karena di kampung dan bapak lumayan banyak kenalan dan terpandang, akhirnya punya harapan yang tidak logis dan dipaksakan. Selalu berharap mengadakan hajat besar. Di lain sisi, butuh waktu dan biaya besar untuk itu, sedangkan seperti yang diketahui bersama, kondisi ekonomi keluarga sedang down.

Akhirnya, selalu tertunda, selalu di beri janji palsu, di PHP. Sampe akhirnya lulus SD. Agak malu memang, jadi bahan olok-olok temen sekolah, atau temen pengajian, karena yang belum d sunat seolah-olah 'cina' atau belum syah sholatnya.

Hehe..

Saya jadi 'korban' dr keluarga yang tidak terencana. Yang tidak punya planning. Yang banyaknya mimpi-mimpi pengulangan kejayaan sebelum ekonomi terpuruk.

Agak susah memang berdamai dengan keadaan dulu. Yang begitu membekas. Dan selalu terpendam.

*

Sejak malam, saya tak bisa tidur nyenyak. Jam 04.00 subuh, sangat tumben sudah bangun.

Terus terang memang agak khawatir, baru ini akan sunat anak. Mungkin juga kenangan dulu, karena selalu mengidam-idamkan d sunat cepat. Terus pas prosesinya hampir orang sekampung yang menyaksikan, lengkap dengan seremoninya. Sampe dokter dan bengkong dua-dua nya di hadirkan. Luar biasa. Pas anak ini (aa sakha), saya sendirian. Tanpa jampi-jampi, tanpa iringan, tanpa rame-ramean. Tak menginfokan ke orang tua maupun mertua. Bener-bener senyap.

Mungkin itu yang membuat saya agak paranoid, sedikit gundah dan serasa kurang.

Tapi, alhamdulilah, semua berjalan lancar.

Efisien, efektif dan tepat waktu.

Kami sekeluarga (saya, istri, dan anak3) jam 08.00 wib berangkat dari rumah, jam 08.30 mulai dan jam 09.00 sudah selesai. Saya yang megang si aa sakha, istri tadinya nungguin si kaka n si dede. Kemudian di setengah prosesi, istri membantu, si kaka ngasuh si dede. 

Prosesi lumayan cepat. Si aa nangis karena takut. Tapi, itu biasa, setelah pembiusan, dia ga lagi nangis. Mungkin karena ketakutan.

Luar biasa. Dalam hati kecil saya terharu.

Kami memang berasal dari keluarga 'kolot'. Bukan meninggalkan tradisi. Tapi mencoba efisiensi sesuai dengan apa yang di tuju.

Seketika saya merasa jadi liberal.

(Rikigana)

Senin, 19 Oktober 2020

Birokrasi Lambat

Saya sudah menerka, menduga dan sadar-sesadarsadarnya, bahwa: birokrasi lambat!

Bahkan hanya untuk selembar surat izin (yang sebetulnya hanya butuh 5 menit jika serius dikerjakan, tanpa berbelit-belit). Itu pun bukan surat yang sakral, bukan surat yang sangat penting, atau mungkin barangkali karena gak penting itu jadi tidak diperhatikan. 

Tapi rasanya sama saja, saat kita berhubungan dengan pemerintahan (birokrasi) sangat lambat dan tak ada ujung solusinya.

Sudah dua minggu dari sekarang, saya mengajukan izin untuk melakukan penelitian ke dinas UMKM provinsi. Sudah 3 kali mendatangi langsung, tentu sudah beberapa kali menghubungi via telp, whatssapp, sms dll. Semua tetep nihil.

Saya sebetulnya bisa saja pake jalur cepat. Orang dalem. Tapi, pertama karena tidak terbiasa, kedua ingin menguji kebenaran dari rahasia umum ini.

Nyatanya: ini 100% benar!

Setiap ditanya: tar sok, tar sok (bentar besok); atau bilang baru turun dari kadis ke sekdis, kemudian nunggu disposisi sampe ke bagian umum, lalu ke seksi, lalu sub seksi.

Buset ribet dan melingkar-lingkar.

Tak ada kecepatan dalam kamus mereka.

Saya sambungkan dengan yang sekarang lagi diributkan : omnibus law Cipta Kerja.

Secara pribadi saya punya pendapat dua hal:

1. Menyetujui: untuk peroketan ekonomi, dimana memperkecil birokrasi yang ada. hanya tantangannya bagaimana nanti pada tataran teknisnya. Bikin surat aja begini. Lihat juga BPJS bagaimana sampe sekarang ruwetnya. tapi ini terobosan bagus.

2. Tidak menyetujui: saat suasana pandemi. gelombang penolkan tentu tak bisa di bendung (karena melibatkan buruh). Akhirnya menajdi sia-sia karantina yang di gembor-gemborkan pemerintah. Satu karena pilkada, ditambah sekarang rombongan yang demo berjilid-jilid.

Memang buah simalakama, tak enak jalan, tak enak berdiam.

(rikigana)

Selasa, 13 Oktober 2020

Kenangan Sidang (S1)

Seperti biasa, jadwal mengajar di selasa malam -- karena masih pandemi, masih dilakukan melalui daring.

"ada dalam pikiran, tapi berat untuk di kerjakan", itu pikiran saya tentang penyelesaian tesis ini.

"sederhana dan gampang, yang sulit adalah memulai dan melawan rasa jengah; malas!", itu pikiran kedua saya yang bicara.

Terkadang, mau memulai itu susah, banyak intermeso. Seperti saat ini. Iseng-iseng buka medsos (fb). eh, dikenangan acara saya menemukan sidang S1 di teknik metalurgi; dalam bentuk undangan acara. Luar biasa! waktu, tanggal dan tempat, terpampang dengan sempurna -- termasuk para pengujinya nya (yang sekarang sudah bertumbuh menjadi profesor).

ini cuplikan kenangan nya:

Kamis, 03 September 2009 pukul 10.00 UTC+07 – 12.00 UTC+07

Ruang Sidang Sarjana lantai 2 - FT.UNTIRTA Cilegon,Jl.Jendral Sudirman Km.01, Cilegon Banten,Cilegon,Banten,Indonesia

Sidang terbuka Sarjana Jurusan Teknik Metalurgi FT.UNTIRTA,
Nama : Riki Gana Suyatna
NPM : 041226
Judul : "Pembuatan Kokas Dengan menggunakan Batu Bara Bayah Banten Selatan"
 
Dewan Penguji:
1. Didied Haryono, ST.,MT ( Ketua Jurusan teknik Metalurgi FT.UNTIRTA)
2. Dr.Ir. Iskandar Muda, M.Eng ( Praktisi PT. Krakatau Steel)
3. Ali Alhamidi, ST.,MT (Dosen Teknik Metalurgi FT.UNTIRTA)

Luar biasa, dulu saya masing inget dapat Nilai A, dan masih semangat untuk mengejarnya. 
Keren dan luar biasa.

Kalo dipikir dulu di bulan september sudah sidang; itu pun melalui jalan berliku karena tidak berhasil sidang di 4 tahun (nambah setengah semester).

Sekarang sudah bulan oktober, belum sidang (masih bab 4). Inipun sudah nambah seperempat semester.

Jujur, sebetulnya semua mudah. Tapi, mengingat saya yang terlalu sistematis dan kepikiran. malah jadi beban yang tak berkesudahan. Dan ini malah menimbulkan kekacauan.

Tak banyak yang dikerjakan.
 
Ini sebagai pengingat.
 
Agar menjadi kenangan di kemudian hari tentunya. 
(rikigana)

Sabtu, 10 Oktober 2020

Fenomena Bisnis (Tesis)

 Dalam tataran praktis, kinerja pemasaran merupakan faktor kunci yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan semua bidang bisnis.Hal ini bermakna bahwa kesuksesan bisnis dapat diukur dengan unjuk kinerja pemasaran yang semakin baik dari tahun ke tahun, karena pemasaran merupakan ujung tombak dari semua bisnis termasuk pada UMKM.Unjuk kinerja pemasaran dapat ditingkatkan jika UMKM dapat memanfaatkan jaringan bisnis secara proaktif di mana bisnis mereka beroperasi. Melalui kreasi jaringan bisnis, mereka dapat berbagi wawasan dan pengetahuan tentang pelanggan, dan dapat memperoleh intelijen pasar yang lebih baik yang bermuara pada timbulnya kesadaran merek (brand) serta pengakuan pelanggan atas produk-produk UMKM yang berkualitas (Lamprinopoulou & Tregear, 2011).  

Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan sektor industri yang dapat diandalkan sebagai indikator dalam stabilitas perekenomian baik di tingkat lokal maupun nasional. Fungsi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sendiri selain sebagai roda bisnis, juga sebagai pemberdayaan masyarakat pada umumnya. Di Provinsi Banten Sektor UMKM memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada laporan Sensus Ekonomi 2016 (sensus ekonomi paling update saat penelitian ini disusun), UMKM mendominasi jumlah persentase unit usaha di Provinsi Banten, dimana didapatkan data bahwa persentase nilai UMK sebesar 97,32 persen sedangkan UMB sebesar 2,68 persen. Dilain sisi, UMKM di Provinsi Banten merupakan penyerap tenaga kerja yang sangat besar, data SE2016 menunjukkan, UMK mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1,84 juta orang sedangkan UMB menyerap 1,47 juta orang.

Berdasarkan Tabel 1.2 terlihat bahwa Provinsi Banten mempunyai unit usaha sebanyak 946,7 ribu yang termasuk kategori UMK dan 26,1 ribu unit perusahaan kategori UMB, jumlah Unit usaha keseluruhan sebanyak 972,8 ribu. Perusahaan ini tersebar di daerah Banten Utara (Tangerang), Banten Tengah (Serang, Cilegon) dan Banten Selatan (Pandeglang, Lebak). Berikut Gambar 1.1 menunjukkan data persebaran UMKM Kabupaten / Kota di Provinsi Banten.

  

Gambar 1.1.Distribusi Usaha menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Banten, 2017

 (Sumber: banten.bps.go.id dalam report SE2016, diakses maret 2020)

 

 Berdasarakan Gambar.1.1 dapat dilihat bahwa sebaran terbanyak terdapat di Kabupaten Tangerang yaitu sebesar 25,30 persen. Disusul kemudian oleh Kota Tangerang sebesar  16,47 persen, Kabupaten Lebak 12,16 persen, Kabupaten Pandeglang 12,11 persen, Kabupaten Serang 11,87 persen, Kota Tangerang Selatan 10,87 persen, dan Kota Serang 6,71 persen. Sementara yang paling sedikit berada di Kota Cilegon, dengan presentasi hanya sebesar 4,51 persen.

 Salah satu kategori lapangan usaha UMKM di Provinsi Banten adalah kuliner yang menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2015, di kategorikan pada kategori penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum. Berikut Tabel 1.3 menggambarkan persebaran dan Jumlah UMKM kuliner pada setiap Kab/Kota di Provinsi Banten.

Tabel. 1.3 Jumlah UMKM Kuliner Kabupaten/Kota di Propinsi Banten, 2018

No

Kabupaten/ Kota

Jumlah

(Unit)

 

1.

Kabupaten Tangerang

51.362

2.

Kota Tangerang

41.441

3.

Kota Tangerang Selatan

26.910

3.

Kabupaten Serang

17.399

4.

Kabupaten Pandeglang

13.631

5.

Kabupaten Lebak

13.908

6.

Kota Serang

11.484

7.

Kota Cilegon

8.114

Jumlah

184.249

Sumber : diolah dari Badan Pusat Statistik tiap Kab/Kota dalam Laporan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten dalam Angka, 2018 (akses maret 2020)

 

Pada Tabel 1.3 terlihat bahwa dominasi UMKM Kuliner terdapat di daerah Banten Utara, Kabupaten Tangerang terbanyak dengan jumlah 51,4 ribu unit usaha. Jumlah terkecil berada di Kota Cilegon yaitu sebanyak 8,1 ribu unit. Menurut Dinas Koperasi &UMKM Provinsi Banten, usaha kuliner di Banten utara didominasi oleh rumah makan, cafeteria, restaurant ataupun kuliner modern lainnya. Sedangkan di Banten Tengah dan Banten Selatan masih cenderung di dominasi oleh UMKM kuliner khas lokal (Dinkopukm Banten, 2020).

Kuliner khas Lokal Provinsi Banten merupakan salah satu contoh nyata dari keragaman dan kekayaan budaya. Beberapa industri kecil dan menengah yang bergerak di bidang kuliner khas lokal Banten dan telah menjadi sorotan serta memiliki nama diantaranya adalah: Rabeg Pasar Lama, Sate Bandeng Kaujon, Emping Taktakan, Pecak Bandeng Sawah Luhur, Nasi Sumsum Cipare, Bontot Pasar Lama, Ketan Bintul Serang, Gerem Asem Serang, Pepes Belut Baros, Dendeng Kaujon, Sate bebek Cilegon, Angeun Lada Pandeglang, Emping Pandeglang, Kue Balok Menes, Kue Pasung Pandeglang, Otak-otak Labuan, Apem Putih Cimanuk, Jojorong Pandeglang, Leumeung Malingping, Baso Ikan Malingping, Opak putih Malingping, Mie Laksa Tangerang dan lain sebagainya.  Produk-produk tersebut diharapkan menjadi daya tarik dan ikon Provinsi Banten baik wisatawan lokal ataupun mancanegara.

Meskipun jumlah UMKM Banten terus meningkat dan sudah mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah, namun hasilnya masih dirasakan belum optimal dan belum mencapai target sesuai dengan yang diharapkan. Banyak UMKM Banten yang mengalami stagnasi atau tidak naik kelas baik dari usaha mikro ke kecil maupun dari kecil ke menengah (Dinkopukm Banten, 2020). 
Untuk melihat tren pertumbuhan UMKM di provinsi Banten, salah satunya melalui data dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan nilai tambah pada suatu waktu tertentu. Berikut Tabel 1.4 menunjukkan data persen pertumbuhan usaha dan unit usaha UMKM kuliner di provinsi Banten dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018.


Tabel. 1.4 Pertumbuhan PDRB UMKM menurut Kota/Kab Provinsi Banten

Tahun 2014 – 2018 (dalam persen)

ITEM

2014

2015

2016

2017

2018

Kabupaten Pandeglang

5,24

5,34

5,38

5,31

5,27

Kabupaten Lebak

4,80

4,90

4,97

4,92

4,90

Kabupaten Tangerang

1,53

1,45

1,49

1,50

1,51

Kabupaten Serang

2,46

2,31

2,28

2,36

2,36

Kota Tangerang

1,40

1,36

1,36

1,38

1,35

Kota Cilegon

2,13

2,19

2,28

2,27

2,24

Kota Serang

6,51

6,39

6,41

6,41

6,27

Kota Tangerang Selatan

 

3,36

3,15

3,21

3,12

3,06

Provinsi Banten

(Rata-Rata)

 

 

2,46

 

2,35

 

2,39

 

2,39

 

2,38

Sumber :diolah dari BPS Banten (www.banten.bps.go.id; diakses maret 2020)

Berdasarkan Tabel 1.4, dapat di lihat bahwa pertumbuhan dan kontribusi UMKM Kuliner terhadap PDRB Provinsi Banten di tiap Kabupaten/ Kota mengalami naik turun (fluktuasi). Secara rata-rata untuk Provinsi Banten terlihat bahwa pada tahun 2014 jumlah kontribusi sebesar 2,46 persen, tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 2,35 persen, kemudian tahun 2016 mengalami kenaikan 2,39 persen, pada tahun 2017 stagnan di angka 2,39 persen, dan pada tahun 2018 kembali mengalami penurunan menjadi 2,38 persen. Fluktuasi dan stagnasi yang terjadi mengindikasikan bahwa pelaku usaha UMKM kuliner di Provinsi Banten terus meningkat tiap tahunnya tetapi  tidak diikuti dengan kontribusinya terhadap PDRB. Hal ini dianalisa akibat dari tidak stabilnya kinerja pemasaran dari tiap UMKM Kuliner tersebut.Apalagi kondisi pasar mengalami perubahan dimana dinamika pemasaran berdampak pada perubahan selera dan preferensi pelanggan.Perubahan ini menuntut adanya inovasi

kelangsungan hidup dan keuntungan perusahaan (kinerja pemasaran).Selain itu inovasi produk juga berpotensi meningkatkan kinerja pemasaran, semakin besar intensitas persaingan semakin kuat pula hubungan antara inovasi produk dengan kinerja pemasaran (Sarjita, 2017).

Berdasarkan fenomena bisnis yang telah dipaparkan tersebut diatas, maka penelitian ini dilakukan dengan fokus penelitian pada UMKM Kuliner Khas Lokal Banten, di daerah Banten Tengah dan Banten Selatan ( sampel yang akan diambil: Kabupaten Serang, Kota Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kota Cilegon ).

yang dapat menyempurnakan dan pengembangan suatu produk untuk mempertahankan