Jumat, 28 Agustus 2020

TESIS STUCK

 Saking asyiknya dengan berbagai kegiatan (kata lain dari malas mengerjakan tesis, hehe..), saya hampir lupa untuk melakukan pengisian KRS. 

Terakhir tanggal 28 Agustus ini.

Kontrak ulang tesis, karena setelah selesainya seminar proposal, seharusnya sesuai waktu yang dijanjikan, agustus ini bisa selesai. Nyatanya, dengan berbagai faktor (terutama malas dan kesibukan yang tidak jelas) molor dan harus bayar ulang sebesar 8,5 juta.

Mulanya gara-gara pandemi (pengambilan sampel terhambat akibat pandemi), setelah selesai dan lama ditinggal akhirnya jadi males untuk mulai kembali.

Ya, akhirnya terbengkalai begini. Untuk melakukan revisi pun malesnya minta ampun.

Ini pelajaran berharga, bagi siapapun yang baca. Ingat! jangan sekali-kali ditinggalkan. tetap jaga penulisan tesis/skripsi ini minimla sehari sekali ditengokin dokumennya. Karena jika terlanjur, berakibat pada kemalasan.

Baiklah, ini sudah kesekian kali saya berjanji.

Tapi, untuk saat ini mulai minggu ini, harus garap tesis kembali.

Titik.(rikigana)

EXPLORE SUMEDANG (2)

Sumedang bikin betah.

Betul, bagi saya yang tinggal di daerah dekat pantai (baik di malingping maupun Serang), tinggal disekitar pegunungan itu begitu nyaman. Sejuk dengan angin segar sepoi-sepoi. Kalo di Banten, sumedang ini hampir sama dengan daerah Pandeglang, hanya kalo sumedang betul-betul berada ditengah2 bukit dan gunung, tidak ada nuansa pantainya. 

Saya lama bermalas-malasan di kamar, dihotel sederhana tapi resik dan alami.

Hari beranjak siang, saya putuskan untuk melanjutkan keliling sumedang. Lewat aplikasi google maps, saya cari tempat-tempat yang bersejarah di Sumedang. Tak sulit menemukan tempat bersejarah, dan enaknya hampir semua tempat bersejarah itu berdekatan.

Tempat pertama yang saya kunjungi adalah Gedung Merdeka (yang sekomplek dengan Museum Prabu geusan Ulun serta keraton Sumedang Larang).

Berhasil ketemu dengan para punggawanya (panurung), bercerita tentang ke-keratonan Sumedang Larang yang tetap dipertahankan sebagi konsep pemangku budaya dibawah pimpinan Sang Radya.

Selanjutnya, bergeser ke keraton (tepatnya ke Museum Prabu geusan Ulun, yang posisinya di belakang keraton Sumedang Larang), ditemani pemandu, di ajak berkeliling mengenai ke Sumedangan: mulai dari peninggalan kereta kencana, terus gambaran lokasi keraton yang pindah-pindah, gedung koleksi pusaka, gedung koleksi kesenian, sampai ke gedung utama penyimpanan mahkota binokasih yang asli.


Luar Biasa. Tak heran jika betul dibilang sumedang adalah Puseur (pusat) budaya Sunda. Ini mengacu pada pemindahan wewenang kerajaan pajajaran (yang sekarang tidak ada peninggalan keratonnya) ke sumedang dengan ditandai penyerahan mahkota binokasih.


Selesai di museum, nyebrang ke alun-alun, saya menjumpai batu prasasti yang merupakan hadiah dari VOC untuk bupati (pangeran mekah) sebagai wujud penghargaan karena telah memajukan sumedang.

 
 
Lima ratus meter ke selatan, ada bukit (goa pertahanan) yang ternyata merupakan bukit buatan (TAHURA) sebagai kamuflase benteng pertahanan yang di bangun VOC: gunung Kunci.


Demikian.

Sumedang yang selalu terkenang.(rikigana)

Kamis, 27 Agustus 2020

EXPLORE SUMEDANG (1)

 Minggu ketiga Agustus 2020, saya berkesempatan untuk berkeliling Sumedang, kota Sunda dengan dikelilingi bukit dan gunung-gunung.

Sejuk dan damai.

Walau dimasa covid, wilayah sumedang termasuk wilayah hijau yang tetap ketat menerapkan protokol kesehatan -- terutama tentang pemakaian masker, pilihanya memang sadis nurut atau didenda. Semua di sweeping tanpa terkecuali di manapun berada.

 


Saya memilih keluar di tol cileunyi -- jatinangor, melewati bukit-bukit, jalan berliku dan ketemu dengan situs bersejarah, salah satunya prasasti/ petilasan pangeran Kornel di Cadas Pangeran. Ada patung pangerang Sumedang disana dengan Patung Deandels. Ini terkait perlawanan pangeran sumedang akan kerja rodi yang dipaksakan Deandels dalam rangka membangun jalan prestisius, Anyer - Panarukan. Memang betul kata Pram dalam bukunya "jalan pos deadels", bahwa sesungguhnya dibalik kesuksesan deandels membangun jalan tersebut, tersembunyikan fakta akan adanya genoisida (pembunuhan beratus-ratus pribumi).


Terus bergerak di kelak-kelok jalan, akhirnya kita akan melewati komplek makan bersejarah. Makam seorang pahlawan Nasional dari Aceh ; Cut Nyak Dien. Seperti yang disebutkan dalam beberapa referensi, Cut Nyak Dien akibat perlawanannya terhadap VOC beliau tertangkap dan di buang ke Sumedang sampai dengan akhir hayatnya. 


Lanjut ke pusat kota, kita akan disambut dengan tugu baru -- tugu mahkota Binokasih. Untuk informasi, tugu ini merepresentasikan mahkota yang diserahkan oleh raja terakhir Pajajaran kepada penguasa lanjutan di keraton Sumedang larang (prabu Geusan ulun).

 Lewat di tugu binokasih ini, sudah kawasan pusat Sumedang, pusat aktifitas segala macam hal (pemerintahan, mesjid agung, alun-alun, pasar, kuliner, dll).

Saya putuskan untuk ke hotel terlebih dahulu, dikawasan pacuan kuda, dekat dengan gedung kesenian sumedang. Lokasi sangat strategis dan asri.

Istirahat dari penat. Untuk dilajut kan besok.

Sumedang yang bikin tenang (contd,,,)

*rikigana

Jumat, 14 Agustus 2020

BUKU TURUNAN MASMUTARAM

 

 

"BISMILAH. IEU NYATAKEUN PERKARA AYA SEMBAHIYANG ETA ASALNA SABAB AYA DZATING ALLOH TA'ALA ..... "
--
Terus terang, saya 'excited' saat menemukan buku/kitab ini -- karangan kakek buyut, Ki mas Mutaram (kakeknya kakek saya).
Terlepas dari isinya (karena belum saya baca utuh), ada beberapa hal yang membuat saya begitu tertarik:

Pertama, saya termasuk orang yang percaya teori genetik. Sekecil apapun bakat seseorang, pasti ada andil dari sononya. Dibandingkan bapak, ibu, kakek, nenek yang hobinya bertutur, saya cenderung gemar menulis -- walau sakadaek (sekenanya).

Kedua, pada era 'border less' saya cenderung berpikir bahwa gembar-gembor ide tentang kesukuan-kedaerahan, cenderung membuat sekat, dan dibuat untuk menciptakan 'diferensiasi' ketokohan (jualan, 🙏). Tapi, ternyata, terbukti saya asli orang daerah/kampung (banten kidul), wajib hukumnya mengenal lebih dalam tentang hal tersebut.

Ketiga?
Lebih cenderung alasan emosional. Tak perlu dijabar-jeer kan. 😁😁
-
Kampung Ciedes, Agustus 2020

Minggu, 09 Agustus 2020

Warning Subuh

 Saya agak terhenyak, begitu ada senior (tetangga kebetulan satu almamater S1) mengingatkan tentang pergaulan di masyarakat.

Ini memang jadi satu kelemahan. Saat saya mauk didalamnya, saat saya mempelajari apa yang harus dilakukan, saya jadi terjebak di rutinitas itu, dan terkadang agak menurunkan kualitas pemikiran guna penyesuaian di lingkungan sekitar.

Seperti kata senior tadi, saya jadi cenderung berubah, pelan-pelan terwarnai mengikuti standar rendah yang ada dilingkungan.

Sebetulnya ini saya sadari. pun saya prediksi (bisa dibilang strategi).

Saya harus mendapatkan pengakuan terlebih dahulu dilingkungan kemasyarakatan. untuk mengetahui seluk-beluk yang ada. Minimal dikenal.

Tapi, saya harus berterima kasih kepada yang mengingatkan tadi. Saya sudah cukup kebablasan. Harus ada remnya. Dan ini saatnya.

Menjadi orang lain itu (menurunkan kualitas) itu tidaklah nyaman. Kita boleh menyesuaikan, tetapi bukan berarti kita jadi ikut seperti itu.

Mesti tau batas mana yang harus kita lakukan.

Terimakasih sudah mengingatkan, saatnya kembali ketujuan, fokus-fokus apa yang harus dikerjakan untuk masa depan.

*(rikigana)


Senin, 03 Agustus 2020

Evaluasi Agustus

Konsekuensi berubah arah profesi dalam kehidupan adalah : 1). Mulai dari nol; 2).Hilang komunitas yang dikenal; 3). Menjadi 'nothing'.

Betul, itu yang akan terjadi. Pada 34 tahun ini, seperti yang sudah saya selalu singgung di tulisan sebelumnya -- saya berubah langkah (walau kalo jujur, ini direncanakan tapi tidak direncanakan, maksudnya: ketika dulu berkarir di dunia perusahaan, hati kecil selalu berkata, masa iya saya menghabiskan waktu hanya 'nguplek' di kantor/pabrik, meninggalkan aktifitas lain yang memang di senangi. Tapi, dulu tidak pernah berencana diumur berapa akan mengakhirinya, mengalir begitu saja. Dan kemudian, tiba dititik ini. Sengaja ataupun tidak, perlu adaptasi ataupun tidak, tibalah saya di titik ini).

Mulai dari nol. Meniti karir dengan ada atau tiadanya komunitas yang sudah dibentuk lumayan berat. Dulu mungkin 'something' tetapi menjadi 'nothing', tantangan tersendiri. Tapi, bagaimanapun kita harus melaluinya. 

Gengsi dan merasa diri besar, inilah yang bisa menjadi penghambat untuk maju. Satu-satunya penghalang adalah diri sendiri. Dan teman sekaligus musuh terbesar adalah diri sendiri -- keegoan kita.

Lantas, harus bagaimana?

Teruslah jalani. Jangan mengeluh. Walau berat, kuasai diri sendiri u menata hidup kembali.

Berlatihlah. Agar kelak mampu untuk memantaskan diri. Sesuai kompetensi yang di ingini. 
(Rikigana)