Senin, 30 November 2020

Start-up NUKULA

NIB Nukula

Bukan barang baru membicarakan perusahaan rintisan (start-up), yang merupakan hal paling trend saat ini, saat teknologi begitu menjamur pada era 4.0 ini.

Ya, start-up merupakan perusahaan rintisan yang menggunakan teknologi. Banyak contoh, tapi booming saat Gojek -- contohnya-- tiba-tiba melejit di pasar saham. Anak muda yang kemudian jadi mendiknas di NKRI. Contoh lain ada shoopee, ada lazada dan ada lain-lainnya.

Begitu banyak

Saya kemudian banyak belajar dan sedikit latah untuk buat : NUKULA (dengan nama PT Anu Kula Ghana). Ternyata langkah tersebut tidak sepenuhnya betul untuk jadi start-up, saya masih tergolong usaha konvensional. Cari tender-tender pekerjaan2 yang memang sdh ada peluangnya.

Ide start-up awal mulanya adalah menjawab tantangan dari masalh yang ada di masyarakat.

Terdiri dari manajemen yang simpel dan menggunakan teknologi untuk usahanya; tepatnya aplikasi.

Ada 3 unsur penting di start-up: CEO, pengembang, dan pemasaran-keuangan.

Begitu simple.

Tapi dibalik semua itu tetap ada proses usaha yang tak bisa di elakan. Dan butuh namanya mentor.

Beberapa istilah umum: Akusisi, Bakar Uang, Pekan retas, Pekan demo, cari imvestor, dll.

Luar biasa memang.

Di indonesia ada UMKM, mungkin dengan sedikit sentuhan teknologi inilah yang di maksud dengan start-up.

Nyatanya belajar saya tentang start up masih jauh dari sempurna. 

Terutama belum menemukan partner dalam bidang teknologinya.

Tak sia-sia menonton Drakor dengan judul START-UP.

Walau agak sia-sia menonton lebay romantisnya. Tapi hebatnya banyak pelajaran teknis yang bisa kita ambil di dalamnya.

Begitulah hebatnya industri pemasaran film.

(rikigana)

Minggu, 29 November 2020

Yayasan Annurghana

Yayasan ini saya buat di tahun 2010 silam, saat awal-awal kerja. Niat awal tentu untuk berbagi -- sesuai tagline nya: ikhlas berbagi membentuk generasi mandiri.

Konsen pertama memang di pendidikan, sesuai dengan kesukaan saya, dan prinsip saya; bahwa sebetulnya cara tergampang memutus rantai kemiskinan dan untuk membuka pemikiran yaitu pendidikan.

Pada masa itu sampai keberlanjutannya di urus oleh keluarga (tepatnya mamah). Dana nya tentu pribadi, dan ini tidak mengapa, sesuai keinginan.

Hanya ternyata ada beberapa kelemahan: SDM beserta pengelolaaannya.

Tentu orang tua dan adik tak bisa sekonsen itu, banyak aktifitas lain, dilain sisi saya tak bisa monitoring terus menerus.

Beberapa kali mempercayakan ke saudara dekat maupun orang lain, tapi nyatanya tak bisa berjalan dengan baik.

Akhirnya mulai menurun.

Kemudian dari sisi input murid menurun.

Di kampung begitu nyatanya orang bosenan, semakin gratis semakin bosen, nyari yang mahal berbayar. Semakin berbayar menuntut yang lebih pelayanan.

Saya nyatanya salah kira, ternyata di daerah saya itu tidak miskin harta (sawah,kebun, rata-rata banyak yang punya), lebih kepada miskin pemikiran, jadi sentuhan "dikasih" tak cocok untuk mayoritas orang. Tapi inginnya sentuhan 'gegayaan'. Ini masih jadi tantangan.

Akhirnya pilihannya ada 2:

1. Membuat berbayar dan profesional besar-besaran.

2. Cukup untuk menjaring yang betul-betul tidak mampu, berapapun itu.

Saya cenderung memimilh yang kedua, agak tidak suka bisnis pendidikan, tapi lagi-lagi harus cari partner yang oke. Minimal kayak kebun sekarang yang di urus oleh orang disana yang bisa di percaya.

(rikigana)

Selasa, 24 November 2020

Mumpung Inget

Mumpung inget, saya harus menulis ini.

Kenapa saya membuat blog ini?

Jawabannya sederhana: ingin mewariskan pemikiran untuk anak-anak dan cucu-cucu nantinya. Anak-anak akan beranjak dewasa. Suatu saat mereka sampai pada fase menjalani kehidupan tanpa bimbingan orang tua. Saya mahfum, semakin kedepan teknologi semakin canggih. Pola hidup akan lebih banyak liberal dan individualis. Norma-norma dzaman dulu mungkin tidak akan update lagi untuk generasi anak-anak. Ngobrol langsung diprediksi akan sulit. Dilain sisi anak-anak akan kesulitan menghadapi kenyataan kehidupan.

Minimal memberi gambaran tenatng apa yang saya rasakan. Bukan menggurui mereka. Saya tak berharap mereka taklid. Saya berharap mereka kritis, tapi disertai dengan bekal yang kuat. Minimal bisa ambil pelajaran dan sisi baik dari kehidupan orang tuanya.

Tidak untuk dipandang baik. Tapi untuk di jadikan pelajaran agar tak sampai jatuh dilubang yang sama, atau mencuat tanpa harus mulai dari bawah.

Bukankah sejarah itu mengajarkan demikian?

Semoga blogspot ini tidak menghilang.

Harapan Selow

November rain.

Betul juga; cuaca terindah dan adem terjadi di bulan ber-beran ini. Sejenak menikmati tanpa ac di rumah. Cuaca diserang yang biasanya begitu gerah (minimal 30 C), alhamdulilah mereda di mulai bulan ini.

Sambil menikmati cuaca, juga asyik memperhatikan si kecil (dede rajendra) -- yang sekarang 2 tahun lebih -- yang aktifnya luar biasa; cineur! Hampir kewalahan dan pusing dibuatnya. Dua kakaknya tak seaktif dia; naek, maen air, ngacak-ngacak rumah, dan sajabana - sajabana.

Tapi jadi tetap indah, tertolong dengan cuaca yang bagus, dan rasa yang luar biasa seru bisa dekat dengan anak-anak, yang katanya saat mereka dberanjak besar nanti, kita akan merindukan kebersamaan dengan mereka.

Melamun, tiba-tiba jadi teringat harapan.

Ya, semua orang pernah berharap, dan diberikan harapan. Ada yang memang kemudian kejadian, tapi tak jarang atau banyaknya juga berujung kepalsuan. Maka saya sepenuhnya setuju dengan ungkapan: jangan terlalu banyak berharap pada mahluk, selalu lah berserah diri kepada sang pencipta. Berharap boleh, tapi di iringi dengan realita, jadi selow-selow saja.

Sayangnya, saya terkadang over thinking. Apa yang di ucapkan oleh ungkapan tersebut, kadang sulit untuk diresapinya. Saya setuju, hanya kadang tetap saja saya terjebak dari harapan-harapan sesama manusia. Malah terkadang jadi terbuai dengan bumbu-bumbu lamunan lainnya, yang bermula dari harapan tadi. Timbulah ekspektasi akan harapan tadi: mirip hujan di padang pasir yang gersang. 

Jika berhasil, ekspektasi terjawab, tentu ada kepuasan. Jika tidak? Nah, ini banyaknya yang saya alami. Dari semua harapan dan realitas ekspektasi, 80% selalu meleset. Dari mulai berujung kepalsuan sampai memang kejadian tapi sangat jauh dari ekspektasi yang diharapkan.

Lantas, parahnya, sudah 80% begitupun kadang tak juga menjadi bosan untuk di beri pengharapan dan membuat ekspektasi.

Keras kepala dari sikap ini yang tak dapat dihindari.

Akhirnya saya berpikir: dari pada selalu merasa bersalah (feeling guilty) lebih baik berdamai saja. Biarkan harapan dan ekspektasi itu muncul, terjadi dan sesuai itu urusan belakangan, minimal bahagian dan menikmati saat mebayangkannya.

Lebih indah, kan?

Indah seminimal mungkin dalam lamunan.

(rikigana)

Rabu, 18 November 2020

Abai Syukur

Saya terkadang malu -- malu pada Alloh SWT.

Dipikir-pikir, semua yang dulu di inginkan, lambat laun mulai tercapai ; malah besar persentase realisasinya. Tapi, selalu merasa kurang dan selalu pindah lagi keinginannya.

Contoh kecil: ingin banyak waktu dan hobi di rumah dengan penghasilan yang 'tetap' cukup. Ini kejadian! Alhamdulilah..

Banyak menekuni seni rumah; bisa bertani dirumah; baca buku yang disuka; belanja barang tinggal via online; sesekali keluar untuk ngajar; dan kumpul bersama keluarga minimal ngajarin ngaji tiap magrib; dan..dan banyak lagi.

Hanya kemudian ada tambahan keinginan lainnya, ingin punya penghasilan lebih besar. Ingin nambahin aset berupa kebun. Ingin nambah mobil. Ingin nambah rumah. Ingin nambah istri, eh..

Akhirnya timbul kembali rasa harus bekerja lebih. 

Saya kadang bingung, menyeimbangkan antara rasa syukur dan dorongan untuk berjuang lebih.

Kadang juga bukan tidak bersyukur, tapi serasa harus berbuat lebih dan lebih (ambisius). Kadang saya merasa hidup yang terlalu nyaman adalah hidup yang monoton. Tapi juga hidup yang terlalu ambisius membuat rasa yang tidak nyaman.

Hidup oh hidup..

Yang pasti, saya bersyukur pada Alloh SWT, atas nikmat hidup yang diberikan.

(Rikigana)


Senin, 16 November 2020

Mahfum Teknologi

 Pagi november; yang adem dan cerah.

Sekedar mengingatkan, tentang pergulatan aktifitas. Seminggu ini sibuk dengan aktifitas "seni" : seni memantas-mantaskan rumah dengan model pinterest (membuat rooftop), seni ngulik-ngulik yang berkaitan dengan internet.

Luar biasa!

Kadang saya masih terkaget-kaget dengan perkembangan teknologi sekarang, walau coba mengikuti, nyatanya tetap selalu terlewat. 

Terutama tentang internet. Selalu banyak hal baru untuk diketahui.

Youtube merajai akan segala hal yang ingin kita ketahui; semua ada, dari remeh temeh sampai yang luar biasa.

Contoh kecil: saya baru ngeh, ternyata ada tv box yang langsung tersambung ke internet, tanpa harus langganan bulanan, tanpa harus beli smart tv. Ini luar biasa, sekali lagi keren. Apa hal? ini kaitannya dengan budgeting. Saya baru sadar, berapa rupiah selama ini yang dihabiskan untuk bayar tv bulanan - bertahun tahun. Berapa rupiah untuk beli tv yang update terus (smart tv). Kenyataannya dengan harga yang sangat murah (tv box), uang jutaan itu bisa di kompres dengan harga hanya 200 ribu rupiah saja.

Luar biasa!

Pengulikan teknologi/internet untuk hal-hal baik berdampak besar pada efesiensi (uang). Tentu juga banyak pengulikan untuk hal buruk menghasilkan uang (buzzer).

Tinggal bagaimana kita meresapinya. Baik dan buruk sebagai norma, tak bisa digantikan oleh teknologi.

(Rikigana)



Kamis, 05 November 2020

Surat puyeng

Masih ingat tentang surat yang saya bilang administrasi birokrasi yang lambat?

Ternyata ini lebih lucu -- kacau sih sebetulnya. Tadinya saya kesel, tapi karena november cuaca yang sangat bagus, kekesalan itu jd di bawa enjoy beralih menjadi kelucuan.

Apa hal?
Begini muter-muternya surat tersebut.
Setelah saya masukan ke bagian umum (yang saya tujukan ke kadisnya, sesuai prosedur), surat itu mengendap disitu 1 minggu (alasan wfh pegawainya), setelah saya kejar, masuk kantor kadisnya, lagi-lagi karena wfh 1 minggu ngendog di sana, baru stlh d tanya ulang, ada disposisi ke sekdisnya, kemudian balik lagi ke bagian umum, kemudian masuklah kebagian usaha (jangan ditanya lagi waktu endapnya, gendek kalo di ceritakan) haha...
Surat selembat bulak-balik lebih dari satu bulan(muter-muter di kantor itu), kantor yang tidak terlalu besar, ngobrolpun kedengeran.

Parahnya, surat mendarat di bagian usaha, mengendap juga, alih-alih memberikan informasi, setelah di kejar ulang, jawabanya aneh bin ajaib : "surat penelitian harus lewat kesbangpol terlebih dahulu". Edan!

Jika prosedur seperti itu, mestinya di declaire d awal. Tak perlu di puter-puter.

Saya sebetulnya tak begitu butuh surat tersebut, toh juga bisa dilakukan dengan mendatangi umkmnya langsung. Para pelaku umkm nya sendiri malah tidak peduli, apa peran dinas tersebut. Selain hanya seminar2 yang kadang tak tepat sasaran tapi mempunyai nilai anggaran.

Saya putuskan menghentikan drama ini, drama birokrasi, saya sudah cukup membuktikan. Demikian adanya.

Masih jauh, dan sangat jauh untuk menjadi pelayan publik. 
Taeklah!

(Rikigana)

Selasa, 03 November 2020

02.11.2020

Ditemani gerimis riang,

Menyantap singkong kesukaan,

Pulennya tak tertahankan,

Buah tangan hasil kealamian


Sesekali rindu tak bisa dikekang,

Saat bau tanah semerbak di kebun belakang,

Menetralisir aktifitas yang kurang nyaman,

Saat berada di luar lingkaran


Duh, gusti...