Senin, 15 Juni 2020

Teori Praktek

Hari ini saya tadinya ingin update mengenai tesis (tentang penggunaan PLS untuk uji quesioner dari 30 responden awal).

Tapi, kayaknya lebih tepat bicara ini. Bicara tentang kemasyarakatan, di komplek tempat saya tinggal. Menarik? Ya, menarik! Karena sehebat-hebatnya kita pada apapun, terutama pendidikan dan teori2, yang paling hebat itu ketika bisa aplikatif di masyarakat. Bagian terkecil dari ke heterogenan yang ada.

Mungkin ini bukan pengkotak-kotakan ilmu sebetulnya. Misal: saya s1 lulusan teknik, metalurgi, tentu tak bisa diaplikasikan langsung di masyarakat sekitar. Toh mereka kan tidak menggeluti dunia pembuatan besi-baja. Buat apa kan, itu skala industri. Tapi, setidaknya membuka pikiran, dan membenarkan konsep yang ada. Bahwa dalam berkehidupan itu, tak cukup hanya dengan satu keilmuan. Makanya saya selalu menyarankan kepada tiap-tiap mahasiswa, berorganisasilah!

Setelah saya S2 itu, belajar manajemen. Walau tingkatan dan cakupannya merupakan skala besar -- organisasi perusahaan. Tapi, sedikit banyaknya bisa diaplikasikan di masyarakat. Tapi sebetulnya juga tak begitu juga ya, bukan barang baru, karena saya sudah terbiasa di organisasi dan manajerial. Kalo hanya untuk di masyarakat, ilmu organisasi itu pun sudah cukup. Hanya memang saat sudah S2, helicopter viewnya jadi lebih luas. Melihat permasalahan dan solusinya lebih komprehensif.

Saat ini saya baru menemukan ini : ketertarikan personal sebetulnya lebih cenderung ke keilmuawan humaniora. Ilmu yang katanya bertujuan ' lebih memanusiakan manusia'. Saya cenderung tertarik pada Sasta, budaya, sosial dan sejarah. Tapi, memang ada kurangnya, kalo urusan materi, biasanya kesempatan untuk peluang pekerjaan pada bidang ini cenderung sedikit, tapi peminatnya banyak. Beda dengan teknik, peluang besar, peminatan orang sedikit, peluang pekerjaan banyak.

Memang, kuliah sebetulnya bukan untuk cari kerja. Tapi, kita tidak bisa munafik. Alasan kebanyak orang untuk kuliah adalah untuk mendapatkan kerja. Untuk masa depan dan perbaikan hidup. Apalagi untuk golongan menengah kebawah. pendidikan merupakan salah satu cara untuk memutus rantai kemiskinan. Jalan pertama untuk memenuhi kebutuhan Maslow.

Kembali kemasyarakat, malam minggu kemarin saya dan tim berhasil melakukan rapat luar biasa. Rapat tentang perapihan keorganisasian sumur artesis. Sumur yang dikemas sedemikian rupa, untuk mencukupi seluruh rumah sekitaran komplek.

Awal mulanya saya tak ingin terlibat, bukan pula penggagas atau pendirinya. Hanya sekedar anggota pasif -- bayar uang pangkal, dapat layanan air, dan bayaran pemakaian tagihan tiap bulan.

Keterlibatan saya karena di ajak oleh bapak-bapak RT yang lain, karena ada 'penyelewengan' uang oleh para pendiri/pengurus tersebut. Sebetulnya lumrah sih! Lumrah pada sisi dimana organisasi tersebut sangat tradisional, tidak ada kontrol dan jalan sesuka-sukanya (khas di masyarakat). Hanya, mungkin agak keterlaluan karena kelamaan dan seolah-olah tidak ada perbaikan, disamping itu memanfaatkan peluang bahwa bapak-bapak yang lainn sibuk. Akhirnya, timbul fenomena gunung es. Tadinya gelindingan kecil, karena numpuk, akhirnya pecah juga.

Sampailah pada titik dimana ada mosi tidak percaya, dan meminta pertanggungjawaban.
Sayangnya, resistansi pengurus yang tidak mencoba untuk menyelesaikan dengan cara-cara elegan, malah membuat semakin kacau dan banyak desas-desus. Alih-alih menyelesaikan, malah membuat semacam mosi perlawanan. membuat kubu. Sehingga yang terjadi ada kubu bertahan dan kubu perubahan (hal yang menurut saya sebetulnya tidak perlu).

Nah, pada bagian ini saya dilibatkan. Tentu pada bagian yang perubahan -- perubahan yang lebih baik.

Disini ilmu dan pengalaman bermain.

Mungkin yang lain gak kerasa. Mereka hanya berpikir as usual. Tapi tak punya konsep yang utuh. Mereka hanya berkonsep separo-separo. Tidak komprehensif.

Nah, ini nah yang kedua.

Pertama yang saya lakukan adalah buat sistem (walau sistem tak serumit seperti teorinya). Sistem sederhana. Pendekatannya pertama adalah dibuat peraturan (ad-art). Banyak yang menolak. Tapi, karena ini alasan umum, akhirnya tak bisa terbantahkan.

Sebetulnya mungkin banyak juga yang bisa. Tapi, ini juga membuktikan orang yang hanya bisa berteori, tapi prakteknya nol, akan kebingungan dari mana dia mulainya. Ada juga golongan yang maen aman. Karena dia juga ikut terlibat, atau karena dia juga ada kedekatan dengan pengurus yang lama. Banyaknya memang apatis. Tapi, tidak bisa juga dikatakan apatis ya, karena sebetulnya mereka juga greget tapi lebih memilih diam karena kesibukannya atau karena ketidakmampuannya.

Deuh..
Jadi kebanyakan nih nulis.
Sementara itu dulu, goal pertama sudah berhasil buat sistem, tinggal selanjutnya tinjauan untuk penyesuaian dan perbaikan. Yang jelas 'kurungan' sudah dibuat.

Demikian, agak alot memang dimasyarakat, sampai anda kuliah bertahun-tahun pun, ber jenjang-jenjang pun, tak bisa serta merta lihai terjun ke masyarakat.

Anda boleh hebat berteori sebanyak apapun, tapi seindah-indahnya teori adalah yang bisa diaplikasikan. Jangan dulu ke negara, silakan tester di masyarakat. Biar nyaho !
(riki gana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar