Senin, 25 November 2019

G O S I P

Sudah lama ga lihat gosip. Di tipi atau di medsos sekalipun.

Kebetulan sedang service, di dealer honda, yang acara tipinya itu2 aja, mau gak mau harus mengkonsumsi gosip ini.

Saya tidak akan membahas tentang isi gosipnya -- basi.

Saya hanya berpikir, berat juga jadi orang 'penting'. Tak ada betul2 yang dinamakan privasi. Apalagi di era digital dengan fasilitas corong nya medsos. Sampai hal detail kecil pun bisa di deteksi --baik ataupun buruk. 
Media kadang tak peduli, yang penting tetap di tayangkan. Pun yang buruk, sebetulnya yang baik-baik pun kadang  orang keberatan. Masih banyak orang2 yang melakukan kebaikan,sekecil apapun, enggan untuk di ungkit apalagi dijadikan konsumsi umum.

Saya jadi merenung, untuk sekedar me-reset cita2 waktu kecil.

Dulu, setiap ditanya di keluarga, selalu di bilang ingin jadi orang terkenal. Selalu ingin jadi center of attention. 
Selalu di pandang keren oleh semua orang.

Ternyata, tak semudah itu ferguso..

Ketika saya pernah menjadi 'sesuatu', di perusahaan tempat dulu sy kerja. Rupanya hukum gosip pun berlaku. Eh, lebih ekstrim ding. Bukan hanya menggosip, tapi bersekutu untuk nyari celah negatif, agar bisa menjatuhkan. Bahkan, bukan sisi kesalahan di perusahaan. Tapi sisi pribadi -- dan tak munafik, semua manusia siapapun itu, kalo di cari negatifnya, pasti ada. Apalagi masa lalu. Ya, ada aja. Toh bukan malaikat.

Bahkan ada semacam persekutuan untuk melakukan spionase. Melakukan riset dan penggalian akan halnya kehidupan saya -- baik yg saat itu, maupun yg dulu2. 
Kemudian membuat suatu kitab, daftar hitam seorang riki gana.

Ckckck... Saya ngelus dada. Mau dilawan, merasa agak percuma. Dilaporkan kepihak berwenang, hanya menghabiskan energi. Akhirnya ya di biarkan saja. Tadinya berharap top manajemen berlaku adil --walau akhirnya mereka pun, tak luput dr kesalahan, yg kartunya sudah di pegang oleh komplotan itu.

Betul-betul makar.

Gara-gara gosip, saya putuskan keluar. 

Saya bilang, jika ingin jabatan yang saya emban, tak perlu cara2 seperti ini. Ambil aja. Toh saya pun tak pernah minta. Melalui jalur resmi. Tak perlu dompleng2 serikat -- yang dulupun saya sekjendnya. Santey saja, bro !

Sekarang jadi terlanjur. Hubungan mereka, dengan saya, tak kan harmonis kembali. Padahal, beberapa sudah seperti saudara sendiri. Makan minum di bayarin, atau pinjem uang saat mereka gakuat untuk bayar kosan.

Padahal yang kedua, posisi perusahaan itu sulit. Dan mereka pun butuh saya. Akhirnya, serba bingung kesana kemari. Karena hampir semua orang potensial d musuhi. Untuk minta tolong pribadi pun, menjadi tak berani. Kecuali mau dibilang menjilat ludah sendiri. 

Sungguh terlalu..
Yuk, bergosip !

(Rikigana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar