Rabu, 27 November 2019

Jangjawokan (1)

Beberapa hari ini banyak tawaran untuk jadi 'buruh' kembali.

Sebermula merasa tertantang dan menggiurkan, tapi setelah telaah lebih lanjut. Rasanya ekspektasi yang di bangun, tak kan bisa sesuai dengan realita yang akan di hadapi.

Jadi, barangkali ini ujian kekonsitenan. Atau, jujurnya sih, tentang ke sreg an dalam hati, dan bukan soal sallary.  Saya tidak anti untuk menjadi karyawan kembali. Tapi, setidaknya memilih, menyesuaikan kata hati, dan mendukung untuk persiapan masa nanti. Bukan lagi sapu jagat, karena pelajarannya begitu berharga, sekali nya anda tidak menyukai pekerjaan anda,anda tak ubah berada dilingkungan yang terpaksa, tak ada nikmatnya, mirip robot yg d remote, atau hanya penyembah uang.
Ini berhubungan dengan passion yang beberapa waktu sempat saya bahas.

Baik cukup.

Sebetulnya saya hanya ingin menuliskan jangjawokan (semacam mantra di Banten), yang sudah lama saya simpan d kotak. Buah hasil dari bapak yang mungkin di turunkan dari kakek buyutnya -- maklum keluarga jawara.

Sejujurnya, saya tidak percaya dengan hal tersebut. Semisal jampi2 atau jangjawokan untuk tujuan2 tertentu. Saya tidak ekstrim mengatakan ini musyrik -- jika di pandang dari sisi islam. Yang saya garis bawahi, hanya semacam pelestarian budaya karuhun, yang sayang jika di kubur begitu saja.

Untuk itu, saya tulis ulang di sini, hanya sekedar arsip. Barangkali suatu saat ada yg mengkaji atau memerlukannya.

Ini judulnya " Ajian Rambut Sadana ".

Terlebih dahulu baca syahadat islam.
Kemudian baca jangjawokannya.
Berikut bunyinya:

"Rasa amangan cahaya nur dzat cahaya ning Alloh. Sir putih cahaya ning ati, Sir kuning wungkuling jantung tumiba maring badan isun tetep awak baginda syaidina Ali ngalangkuning dadamar kang murub, cahaya ruh sampurnati gusti Alloh.
Sedeng ulah kageuteuhan. Gusti rosul nabi Muhammad jeung jibroil ruh langgeng jadi manusa di 999 alam. Lailahailawloh Muhammadurosulawloh"

Demikian.
(Rikigana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar