Minggu, 25 Oktober 2020

Sedekah

Sedari mula, saya sudah paham, sedekah memang bagian yang di anjurkan dalam agama islam.

Tapi, terus terang walau saya mengakui konsep pahala dan dosa, jauh dipikiran saya selalu berpikir bahwa bersedekah pun harus rasional. Apa dan bagaimana bentuknya? 

Pertama, jika semata-mata hanya di dasarkan pada konsep pahala dan selalu di bumbui 'keiklasan', sudah banyak orang di sekitar saya cenderung untuk bergembor-gembor dalam hal ini. Bukan menggemborkan hasil yang diperolehnya, tapi menggemborkan bagaimana cara dia melakukan sedekah tersebut. Akhirnya, jadi agak risih saat melakukan sedekah. Terlalu naif untuk orang-orang yang hanya ingin publisitas. 

Kedua, ini fenomena umum terjadi, terkadang bukan fokus pada sasaran yang diberikan, Dan dampak positif apa yang dihasilkan. Tapi lebih kepada pengguguran kewajiban. Tak heran, lagi-lagi kadang publisitas banyak, di bumbui dengan gembar-gembor mengajak orang lain, sedangkan dia tak mau tau kondisi sesungguhnya sedekah itu. Apakah tepat sasaran, ataukah hanya kemudian menjadikan orang tertentu bermata penceharian.

Jadi, saya lebih memilih untuk tidak mengedepankan pahala dan dosa.

Sedekah atau apapun namanya, lebih cenderung ke berbagi kebahagiaan. Sekali lagi, walau saya terdoktrin untuk percaya pahala, tapi rasanya terlalu risih jika kita bersedekah hanya semata-mata karena mencari pahala.

Biarkan kita cukup berbagi. Berbagi lebih nikmat. Semisal: berbagi beras ke pesantren salafi, bagi sembako ke para tukang becak dan tukang sampah, ke anak-anak yatim yang tidak terkelola atau yang lainnya. Bagikan dengan tak perlu seremoni. Di waktu yang orang tidak duga. Coba rasakan: ucapan terima kasih tulus dari yang membutuhkan, lebih indah di bandingkan dengan ratusan tepuk tangan saat kita memberikan santunan.

Giliran pahala -- ada ataupun tidak, itu bukan urusan kita!

(rikigana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar